Langit semakin redup, menampilkan gelap yang semakin pekat. Sejak tadi pula ada beberapa orang di luar ruangan Revan berharap-harap cemas. Wajah lelah mereka bercampur dengan wajah khawatir. Kondisi Revan belum kunjung membaik. Ada infeksi yang menyerang tubuh ringkih itu. Membuatnya semakin terlihat sakit karenanya.
"Dek kamu pulang aja ya, udah malam." Ucap Rival pada Dara yang sejak tadi tidak mau pulang.
"Aku mau nunggu Revan bangun kak." Ucapnya dengan tatapan kosong. 2 hari tidak bertemu, tapi tiba-tiba ia mendengar kabar jika kondisi Revan memburuk.
"Tapi udah malam, kakak antar pulang ya." Rival terus membujuk Dara.
"Iya Ra, pulang aja, doain Revannya ya, om nggak mau kamu ikut sakit karena kurang istirahat." Ucap Rafi yang beralih menatap Dara.
"Yuk pulang dek." Ucap Rival menggenggam tangan Dara. Setelah beberapa kali dibujuk akhirnya Dara mengiyakan keinginan mereka untuk pulang. Meskipun ia masih ingin menunggu Revan, sampai anak itu sadar.
"Mau liat Revan dulu." Ucap Dara berdiri. Ia berjalan mendekat ke ruangan Revan. Ia hanya bisa melihat Revan dari luar ruangan.
"Van, kakak pulang dulu ya, besok kalo kakak kesini kamu harus udah bangun, kakak kangen." Ucap Dara dari balik jendela sambil menatap Revan yang masih terlelap di dalam sana. Dibantu beberapa alat kesehatan.
"Ayok dek." Ajak Rival.
"Iya kak." Dara berjalan meninggalkan ruangan Revan.
"Om, Ki, Zef, pamit ya pulang dulu." Pamit Dara.
"Hati-hati ya Ra." Ucap Rafi.
"Hati-hati kak." Ucap Zefan. Dara mengangguk.
"Aku anter Dara dulu ya Yah." Pamit Rival dan diangguki Rafi.
Keduanya lalu melenggang pergi menyusuri koridor Rumah Sakit yang mulai sepi, karena jam besuk hampir habis.
"Kamu belum makan kan?" Tanya Rival dan diangguki Dara.
"Kalo gitu cari makan dulu ya."
"Nggak usah kak, aku nggak lapar."
"Harus makan dek, udah pokoknya nurut ya." Rival menggandeng tangan Dara.
"Tapi kak, aku nggak lapar."
"Nanti kalo nyampe tempatnya kamu pasti lapar kakak jamin." Dara hanya melihat Rival sekilas, lalu kembali menatap lurus.
"Pakai helmnya dek." Rival memberikan helmnya pada Dara.
"Iya kak." Dara mengambil helm tersebut dan mengenakannya.
"Kamu pake jaket ya dingin." Rival melepas jaketnya dan memberikannya pada Dara.
"Ehh nggak usah kakak aja yang pake." Tolak Dara.
"Nggak papa, kamu aja yang pake." Rival menyampirkan jaket tersebut di bahu Dara. Setelahnya ia memakai helmnya.
Dara terdiam menatap sosok Rival. Sosok di depannya itu berubah cukup drastis selama mereka kenal. Dulu Rival hanya laki-laki yang Dara pikir cuek. Tapi, ternyata ia salah Rival bisa berubah seperhatian ini padanya. Bahkan sifatnya jauh lebih baik pada Revan.
"Udah ayok naik, pake jaketnya jangan bengong dek." Seru Rival yang sudah naik terlebih dahulu di motornya.
"Ehh iya kak." Seru Dara terlihat kikuk. Ia lalu memakai jaket yang diberikan Rival dan setelahnya ia naik ke boncengan motor Rival. Bau minyak wangi vanilla menyeruak masuk ke penciuman Dara, dari jaket yang ia kenakan. Wangi yang membuat tenang dan yang ia sukai.
"Pegangan ya." Ucap Rival yang sudah melajukan motornya. Dara memegang kaus Rival dengan ragu. Ini pertama kalinya ia dibonceng Rival.
"Kak, nggak ada yang marah kan kakak boncengin cewek kayak gini?" Tanya Dara. Ia hanya takut jika Rival sudah memiliki kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Подростковая литератураIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...