Sesampainya di dalam rumah Rival kakak Revan langsung merebahkan tubuh Revan di sofa.
"Mbok, ambil kompresan cepat." Teriak Rival wajah khawatir terpampang jelas diwajahnya kini. Ia terlihat kalang kabut.
"Yaampun ada apa dengan den Evan den, koq bisa gini?" Tanya Mbok Sumi kaget ketika melihat sang majikan terbaring lemah.
"Mbok kompresin dia." Bukannya memberikan penjelasan kenapa adiknya bisa seperti itu. Rival langsung pergi begitu saja.
"Baik den." Mbok Sumi langsung menurut dan mengompres Revan. Sedangkan Rival berjalan menuju trampolin tempat yang tadi Revan tempati. Sesampainya ia menemukan HP Revan dan ia segera mengambilnya. Terdapat banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari no yang tidak ada namanya. Pesan seperti,"Dek, ada apa kamu kenapa?" Ini hampir 15 pesan masuk.
"Siapa nih, nggak keriting apa tuh jari banyak banget." Gumam Rival sambil membaca pesan yang ada. Dengan cekatan tangan Rival memijat-mijat papan ketik untuk membalas chat yang ada.
"Siapa? Adik gue nggak papa." Pesan itu yang Rival kirim. Tidak sampai satu detik sudah mendapat balasan.
"Andara, adik? Ini siapanya Revan ya?"
"Andara siapa ceweknya Revan? Gue kakaknya dia." Kakak hah sejak kapan Rival mengakuinya mungkin sejak belakangan ini ia sudah mulai menganggap Revan adalah adiknya.
"Bukan, saya kakak Revan, oh jadi Revan punya kakak kandung."
"Kakak Revan? Sejak kapan Revan punya kakak selain gue ya?"
"Mungkin sejak tadi di RS." Sejenak Revan mencerna kata-kata yang ada dibalasan pesannya barusan RS apa itu Rumah Sakit atau tempat apa. Tapi, selain Rumah Sakit apalagi.
"RS?"
"Iya saya tidak sengaja bertemu adik anda saat dia berada diruangan ibu saya."
"Maksudnya apa sih gue nggak ngarti."
"Ya maksudnya tadi saya bertemu adik anda saat saya akan menenemui mamah saya yang seorang dokter di RS dan nggak sengaja bertemu adik anda sedang ada disana." Rival semakin tidak mengerti kenapa adiknya bisa berada di RS dan untuk apa menemui dokter apa ini alasan adiknya membolos.
"Kok bisa adik gue ketemu mamah loe, emang dia sakit ya?"
"Kamu itu kakak dia atau bukan sih masa adiknya sakit nggak tau bukannya sudah beberapa bulan belakangan ini adik anda didiagnosa sebuah penyakit." Rival membelakan matanya mencerna setiap kata yang tertulis. Apa maksudnya adiknya sakit. Banyak pertanyaan bermunculan dikepala Rival saat ini semuanya memberontak ingin ditanyakan. Namun hpnya Revan tiba-tiba mati.
"Sial kenapa mati nih hp." Runtuk Rival kesal sambil menyalkan hp itu kembali namun tidak bisa, karena low.
"Balikin hp gue." Tiba-tiba seseorang mengagetkannya membuat Rival kaget dan langsung menengok ke arah orang tersebut iapun dibuat cengo. Karena itu adalah sang adik. Anak itu sudah bisa berdiri dengan tegak meskipun dengan wajah pucat seperti mayat.
"Berani banget buka hp gue." Ucap Revan ketus sambil ngambil hpnya.
"Ya tadikan hp loe ketinggalan di sini dan loe juga pingsan udah untung gue ambilin rese bener jadi orang loe dasar adik nggak tau diri." Ucap Rival emosi.
"Sejak kapan gue jadi adik loe, bukannya gue musuh loe?" Ucap Revan santai sambil ngeloyor masuk. Membuat Rival makin geram."Aissh rese banget dia tuh." Gerutu Rival yang juga ikut masuk ke dalam rumah.
Revan langsung masuk ke dalam kamarnya, ia langsung terduduk dimeja belajarnya, tangannya memaikan pulpen sedangkan pikirannya entah kemana. Ada gemuruh di hatinya malam ini. Apa ia tak salah dengar jika kakaknya kini sudah mengakuinya sebagai adik. Entahlah Revan hanya berharap bahwa ia dan sang kakak akan segera berbaikan mengingat sudah terlalu lama kebencian itu hidup dalam hubungan mereka.
"Gue juga mau main sama loe kak." Seru Revan sambil menatap potret Rival yang diam-diam ia ambil. Hatinya tak pernah benci pada sang kakak. Ia selalu peduli dengan kakaknya, sekalipun sang kakak begitu membencinya.
Rival juga sama malam ini ia terduduk di balkon rumahnya. Menatap langit gelap yang tak lagi ramai oleh bintang dan bulan. Awan mendung lebih mendominasi langit malam ini. Akhir-akhir ini Rival mulai menyadari banyak hal berubah dalam dirinya. Ia sering cemas dengan sang adik. Tapi, disisi lain ia juga masih menyimpan rasa benci pada Revan. 16 tahun lamanya ia membenci sang adik, bukan waktu yang singkat bahkan ia sudah membenci adiknya sejak anak itu lahir. Sangat miris jika diingat anak tak berdosa seperti Revan harus ia benci. Revan anak baik yang tidak pernah membenci sang kakak. Revan kecil selalu berbagi makanan dan mainan meskipun sang kakak sering memarahinya. Revan juga yang sering mengurusinya saat ia mabuk. Belum lagi banyak cerita dari mbok Sumi tentang bagaimana Revan begitu menyayanginya. Hati kecil Rival mulai luluh. Mungkin ia tak akan lagi membenci sang adik, entahlah ia tidak tau. Saat ini ia hanya berjalan mengikuti takdirnya.
"Gue kenapa sih? Kenapa gue harus kayak gini sih ahhh." Gerutu Rival pada dirinya sendiri.Jam sudah menunjukkan larut malam, tapi Revan masih bergulat dengan rasa sakitnya. Sejak pingsan tadi kepalanya terus berdenyut, belum lagi mual yang juga menyerangnya. Sendirian ia meredam semua sakitnya itu, tak berani ia membangunkan orang rumah. Tapi, seseorang tiba-tiba masuk, karena memang kamarnya belum ia kunci. Samar-samar ia melihat seseorang mendekatinya. Orang itu adalah Rival, ia tadi tidak sengaja mendengar rintihan Revan saat ia hendak turun ke bawah mengambil minum. Rival perlahan mendekati sang adik yang sedang mengerang kesakitan. Ini pertama kalinya Rival masuk ke kamar sang adik dan melihat adiknya kesakitan. Rival segera duduk di samping Revan. Tubuh Revan terlihat menggigil, dengan keringat bercucuran. Rival terdiam sejenak, ada sedikit ragu dihatinya. Lagi-lagi ia berperang dengan hati kecilnya, mengapa ia masuk ke kamar Revan dan memperdulikan anak itu. Bukankah ia membenci anak itu, seharusnya ia membiarkan anak ini sekarat.
Sudah dulu besok lanjut lagi hehe dan terimakasih sudah mampir. Have a nice day 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Teen FictionIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...