Revan masih terduduk di ranjangnya, memijat perlahan pangkal hidungnya. Setelah sholat subuh tadi kepalanya terasa sakit. Mungkin ini efek dari kelelahannya. Tapi, hari ini ia harus tetap berangkat sekolah. Revan sudah hampir satu Minggu tidak sekolah. Revan memasakan tubuhnya untuk sekolah, karena tidak ingin semakin tertinggal pelajaran. Meskipun selama ia sakit Zefan selalu membawakan tugas dari guru dan meminjamkan catatannya untuknya. Revan menghela napasnya panjangang.
"Gue nggak boleh manjain tubuh gue, harus semangat Van oke." Revan berbicara pada dirinya sendiri. Ia segera bangkit, menenteng tas sekolahnya dan berjalan keluar. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menghalau pusing yang menderanya.
"Rev sarapan dulu." Ucap Rafi saat mendapati sang bungsu berjalan gontai menuruni tangga. Rafi sampai tadi malam, setelah pekerjaannya selesai dan juga kabar sakit Rival sampai padanya. Jadi ia buru-buru pulang karena khawatir.
"Iya yah." Revan tersenyum, lalu duduk di samping ayahnya.
"Kamu sakit ya?" Tanya Rafi saat menyadari wajah Revan yang pucat.
"Nggak yah cuma kecapean aja kok." Jawab Revan sambil mengoleskan selai coklat kesukaannya.
"Tapi, kamu pucat loh Van nggak usah sekolah dulu ya istirahat dulu Van." Revan menggeleng tanda tak setuju dengan ucapan ayahnya. Rafi hanya menghela napasnya.
"Kalo gitu berangkat sama ayah aja ya, ayah juga nggak ke kantor hari ini mau nganter kakak ke Rumah Sakit."
"Emang ayah nggak capek?"
"Nggak dek, daripada kamu berangkat sendiri ayah takut kamu kenapa-kenapa."
"Oke deh ayah."
"Yaudah lanjutin sarapannya." Revan mengangguk dan melanjutkan sarapannya dengan tidak selera. Rafi memandangi wajah anak bungsunya itu. Wajah itu terlihat tirus dan pucat. Rasa khawatir menguasainya kali ini.
"Sehat-sehat ya Van." Rafi mengusap rambut Revan.
"Iya ayahhhh." Revan tersenyum, lalu meneguk susu coklat kesukaannya. Setelah selesai sarapan, Revan segera diantar oleh sang ayah.
"Nanti kalo kamu nggak kuat kamu hubungi ayah aja ya." Ucap Rafi saat keduanya sudah dalam perjalanan. Revan terlihat tegar dan menghiraukan rasa sakitnya di depan sang ayah.
"Aku nggak papa kok yah."
"Van jangan sampe telat makan ya, jaga kesehatan kamu ayah liat kurusan sekarang."
"Hehe iya ayah siap, masa sih yah? Aku kurusan?"
"Iya liat deh, pipimu tirus gitu padahal baru 2 Minggu ayah tinggal ke luar negeri kamu kayak nggak ke urus. Rambutmu juga udah panjang nanti atau besok pangkas ya."
"Ayah sih kerja mulu, sibuk terus ngggak pernah ajak Revan main." rengek Revan.
"Loh loh kan ayah kerja buat kamu dan kakak. Belum sebulan ini kan kita udah main tuh yang waktu itu kita ke mall itu loh." Ucap Rafi membela dirinya.
"Iya deh iya ayahhhh." Revan mengalihkan pandangannya.
"Yaudah Minggu depan sehabis kamu ujian kita liburan." Mendengar penuturan dari ayahnya, Revan langsung menengok.
"Beneran?" Rafi mengangguk.
"Yassss, Evan boleh bawa temen?" Revan terlihat sangat antusias.
"Iya boleh, kamu mau kemana liburannya?"
"Ke Jogja aja yah udah lama nggak kesana kangen."
"Oke deh kalo gitu, nanti ayah urus ya. Mangkanya kamu jaga kesehatan jangan sakit-sakitan. Katanya kamu sering sakit kata kakakmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Teen FictionIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...