Penasaran

4.1K 276 4
                                    

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit akhirnya Dara sampai di rumah Revan. Mobilnya memasuki pekarangan rumah Revan. Ia segera turun dan berjalan ke arah teras. Ia mengetuk pintu rumah Revan. Tak ada jawaban. Rasa khawatir kembali menghampiri Dara. Ia segera mengetuk kembali pintu rumah Revan. Kali ini membuahkan hasil, pintu terbuka dan menampakan sosok Revan yang sudah pucat. Dara yang melihatnya pun semakin khawatir.
"Masuk kak." Ucap Revan pelan. Ia benar-benar lemas dan pandangannya masih memburam. Ia kembali berjalan ke sofa.

"Iya dek." Andara masuk mengikuti langkah Revan. Revan mendudukan kembali tubuhnya di sofa dan Dara juga ikut duduk.

"Dek, kamu udah minum obat belum?" Tanya Dara sambil melihat sekelilingnya, mengamati setiap foto yang terpajang di dinding rumah Revan.

"Belum kak, obatnya di kamar Revan nggak kuat jalan ke kamarnya, rumah juga sepi lagi nggak ada orang kak." Revan menundukan kepalanya sambil memijat pangkal hidungnya berharap rasa sakitnya hilang.

"Kamar kamu dimana, biar kakak bantu ambilin dek, biar kamu segera baikan."
"Ada di lantai 2 kamar sebelah kiri kak." Seru Revan dengan mata yang kini terpejam.
"Maaf ya kalo lancang masuk kamar kamu, soalnya kakak nggak tau harus gimana." Revan hanya mengangguk, setelah melihat respon Revan. Dara lalu berjalan mencari kamar Revan. Kamar itu tidak terkunci Dara langsung masuk dan di dapatinya suasana kamar yang rapih. Baunya wangi, semua barang tertata dengan apiknya. Dara segera berjalan mengambil obat milik Revan dan selimut. Dengan langkah terburu-buru ia kembali turun menemui Revan. Ia tercengang ketika melihat Revan dengan bercak darah, ya Revan kembali mimisan.
"Dek!!!" Pekik Dara yang langsung mendekati Revan.
"Pusing kak." Keluh Revan dengan mata yang masih terpejam, karena terlalu pusing untuk membuka mata. Dara segera membantu Revan duduk, untuk mengatasi pendarahannya.
"Dongak ya." Revan mengangguk. Dara segera membersihkan darah di pipi Revan. Baju Revan juga sudah berlumuran darah. Revan pikir ia tidak akan seburuk ini ketika sampai di rumah. Tapi, ternyata kondisinya memang sedang tidak stabil.
"Kita ke Rumah Sakit aja ya." Revan menggeleng, ia tidak mau ia benci bau rumah sakit. Beruntung mimisan Revan sudah mereda saat ini.
"Kamu ganti baju ya, kakak ambilkan dulu." Dara kembali beranjak dari duduknya. Revan hanya diam merasakan tubuhnya kembali melemah seperti sekarang. Semuanya terasa sakit. Beruntung ada Dara yang mengerti keadaannya saat ini.
"Adennnn!" Suara mbok Sumi melengking bersamaan dengan suara pintu yang terbuka. Perempuan itu segera menghampiri tuannya. Ia sangat kaget melihat tubuh Revan terkulai lemah, dengan baju seragamnya yang sudah banyak bercak darah.
"Yaallah den Evan kenapa, koq gini, maafkan bibi ya tadi bibi habis belanja tidak tau kalo aden sudah pulang dalam keadaan seperti ini." Mbok Sumi segera memeriksa Revan. Ia merasakan suhu tubuh Revan yang kembali panas.
"Evan nggak papa mbok, jangan kasih tau ayah ya, Evan nggak mau ayah khawatir." Lirih Revan.
"Tapi Aden sakit lagi seperti ini." Suara mbok Sumi terdengar sangat khawatir.
"Evan nggak papa cuma kecapean." Entah berapa kali kebohongan itu keluar dari mulut Revan.
"Nggak papa gimana, aden sekarang sering demam dan apa ini aden mimisan, aden sering mimisan sekarang." Ucap mbok Sumi karena melihat banyak tissue bekas darah.

"Biar Evan sendiri yang bilang sama ayah. Maaf udah bikin mbok khawatir."
"Baiklah, yasudah sebentar mbok ambilkan kompresan ya." Revan kembali mengangguk. Mbok Sumi segera menuju dapur dengan membawa belanjaannya. Tak lama Dara datang dengan membawa kaus untuk Revan. Dara berpapasan dengan mbok Sumi. Ia cukup terkejut, mbok Sumi pun sama terkejutnya. Dara hanya tersenyum, ia segera menghampiri Revan.
"Dek ganti baju dulu ya." Dara duduk di sebelah Revan.
"Iya kak." Rasa peningnya sudah memudar. Revan membuka matanya perlahan.
"Sini kakak bantuin." Dara membantu Revan membuka kancing baju sekolahnya, lalu memakaikan baju kaos untuk Revan.
"Obatnya diminum dulu ya." Dara mengambil kresek putih berisi obat-obatan milik Revan.
"Ini yang mana aja yang harus diminum?"
"Semuanya kak." Lirih Revan. Dara membuka satu persatu bungkus obat milik Revan.

Tentang Dia RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang