Kemo Pertama

3.3K 200 12
                                    

Setelah kejadian kemarin hari ini Revan bersama ayahnya akan berkonsultasi dengan dokter Nerin.

"Yah, biaya pengobatan kanker itu mahal." Ucap Revan yang duduk di kursi roda.

"Yang penting kamu sembuh." Jelas Rafi sambil terus mendorong kursi roda Revan.

"Kesembuhan penderita kanker itu hanya berapa persen di dunia ini, sayang uang ayah." Revan terdengar cukup putus asa dari setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.

"Kamu ada di berapa persen itu, ayah akan lakukan apapun untuk kesembuhan kamu." Rafi berhenti mendorong kursi roda Revan. Tepat di depan ruangan milik dokter Nerin. Pagi tadi Revan memang mengatakan pada dokter Nerin bahwa ayahnya akan bertemu dengannya. Rafi mengetuk terlebih dahulu pintu tersebut. Tak menunggu lama pintu tersebut terbuka. Sejenak Rafi terdiam saat melihat dokter yang keluar karena wajahnya sangat familiar.

"Mari masuk...." Rafi mengangguk dan mendorong kembali kursi roda milik Revan.

"Wajah ayah Revan seperti tidak asing." Gumam dokter Nerin sambil mengekori Revan dan ayahnya.

"Silahkan duduk pak." Rafi mengikuti perintah tersebut lalu menarik kursi dan duduk.

"Maaf sebelumnya saya tuh agak familiar sama bapak tapi siapa ya." Ucap dokter Nerin sambil memperhatikan wajah ayah Revan.

"Ya kan ayah saya sering nangkring di majalah bisnis dok." Celetuk Revan yang bangga akan ayahnya. Membuat Rafi hanya tersenyum malu karena ulah Revan.

"Nerin.." Rafi membaca name tag milik dokter Nerin dengan sangat pelan, sambil mengingat-ingat wajah familiar dengan nama yang familiar juga.

Revan hanya diam melihat bagaimana kedua orang itu saling mengingat dan bahkan melupakan tujuan awalnya.

"Rafii, suaminya alm Mbak Karin?" Tebak dokter Nerin antusias setelah beberapa saat akhirnya ia ingat dengan laki-laki di depannya itu.

"Loh jadi kamu Nerin sahabatnya Karin?" Tanya Rafi memastikan, dengan wajah terkejutnya.

"Yaampun nggak nyangka loh aku, bisa ketemu kamu lagi mas. Jadi Revan ini anak kamu mas?"

"Pantesan dari tadi tuh kayak agak familiar sama kamu, ternyata Nerin. Iya ini anak bungsuku."

"Jadi ayah sama dokter Nerin saling kenal?" Revan cukup terkejut karena ternyata ayahnya dan dokter Nerin saling mengenal.

"Iya Van, dulu dokter Nerin ini sahabat dekatnya bunda dari zaman bunda kuliah, rumahnya dulu di samping rumah kita, tapi karena dokter Nerin ini pernah ikut suaminya ke Singapura jadi kita lost kontak dan baru sekarang ketemu lagi." Jelas Rafi. Revan hanya mengangguk dan ber oh ria.

"Ternyata dunia ini kecil ya, setelah bertahun-tahun nggak ketemu ternyata ketemu lagi, tapi dalam keadaan seperti ini. Awal aku liat Revan juga wajahnya nggak asing dan aku selalu mikir mirip alm Mbak Karin. Hidung sama matanya tuh plek ketiplek sama mbak Karin. Tapi, aku nggak pernah nanya siapa orang tuanya. Tapi, dia sempat cerita sama aku kalo ibunya sudah meninggal."

"Iya Rin, keluargamu gimana? Sehat?"

"Alhamdulillah sehat, tapi suami dan anak bungsuku sudah meninggal Fi. Sekarang aku hanya tinggal bersama Dara."

"Yaampun Rin, maaf aku nggak tau, turut berdukacita ya Rin, semoga anak dan suamimu ditempatkan di tempat terbaiknya ya."

"Aamiin Fi, terimakasih doanya."

"Oh ya, sekarang kita bahas dulu tentang kondisi Revan ya Fi. Ngobrol bisa nanti kalo ada waktu luang." Dokter Nerin mrngambil rekap kesehatan milik Revan.

Tentang Dia RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang