Sepulang sekolah Revan segera menuju Rumah Sakit dijemput Dara. Sejak bangun tidur ia merasa sangat letih, bahkan ia kembali pingsan di sekolah. Saat ini keduanya sudah berada di ruangan dokter Nerin.
"Ada keluhan lain Van?" Tanya dokter Nerin sambil melihat catatan kesehatan Revan beberapa hari lalu. Revan diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dokter Nerin.
"Ada sih pusingnya lebih sering, sesak juga, dan badan saya sakit terutama sendi-sendi saya dok." Revan mengeluarkan semua keluhannya. Dara hanya diam ia masih menggenggam erat tangan Revan. Seakan menyalurkan energi agar Revan lebih tegar. Menyakinkan Revan bahwa ia tidak sendiri.
Dokter Nerin menatap Revan sebelum ia berbicara.
"Revan jadi gampang capek mah, dia bahkan tadi pingsan di sekolah." Tutur Dara yang memang mengetahui hal tersebut dari Revan.
"Rev, sepertinya kondisi kamu semakin buruk. Dari keluhan yang kamu bilang stadium kankermu sudah masuk stadium lanjut. Hasil pemeriksaan sebelumnya juga menunjukkan kalo kondisimu memburuk." Dokter Nerin menjelaskan semuanya pada Revan. Revan menunduk ia takut. Dara semakin erat menggenggam tangan Revan.
"Kamu harus kemo Rev." Tambah dokter Nerin. Revan masih diam ia tidak tau harus bagaimana. Apa ia harus memberi tahu ayahnya secepatnya. Karena jika tidak darimana ia akan membayar biaya kemo yang tidak murah. Selama ini ia sudah menghabiskan tabungannya untuk menebus obat dan segala keperluan berobatnya. Ia juga takut melewati semuanya sendirian.
"Kamu harus kemo ya dek." Kali ini Dara bersuara sambil mengusap rambut Revan.
"Apa dengan kemo Evan akan sembuh?" Revan mendongak menatap dokter Nerin dan Dara bergantian. Matanya berkaca-kaca, ada kekhawatiran diwajah tampannya.
"Saya belum bisa memastikan itu Rev, kemo memang hanya memperlambat pertumbuhan kanker di tubuh kamu. Tapi, setidaknya ada usaha untuk kamu sembuh Rev sebelum terlambat."
"Saya pikirkan dulu dok."
"Kamu harus secepatnya memutuskan hal tersebut Rev sebelum terlambat." Revan hanya mengangguk.
"Saya akan menambah dosis obat kamu. Setelah ini kamu harus banyak istirahat kurangi aktivitas yang terlalu menguras tenaga ya. Jaga kondisi kamu baik-baik Rev. Penyakitmu bukan hal sepele." Sekali lagi Revan hanya mengangguk. Dokter Nerin menulis resep obat untuk Revan tebus di apotek.
"Ini resep obatnya nanti kamu tebus di apotek ya." Dokter Nerin menyerahkan resep yang barusan ia tulis.
"Biar nanti kakak antar ya dek." Dara mengambil resep obatnya. Sedangkan Revan masih diam.
"Jangan banyak pikiran loh Van, nanti cepat tua." Goda dokter Nerin yang gemas dengan tingkah Revan yang sejak tadi hanya diam. Ia tau hal itu memang berat mengingat usia Revan yang masih remaja apalagi di usianya sekarang seharusnya ia sedang senang-senangnya bermain membangun mimpi.
"Emang saya bisa tua bahkan buat hari esok aja nggak tau masih hidup apa nggak." Terdengar rasa putus asa dari Revan.
"Udah-udah yuk sekarang tebus obatnya." Ajak Dara sambil bangkit dari duduknya
"Hati-hati ya kalian, jangan sampai kecapean Revannya Ra."
"Siap mah, udah ayok dek ahh." Revan segera bangkit dari duduknya.
"Kita pamit ya mah." Ucap Dara menggenggam tangan Revan.
"Saya permisi dok." Ucap Revan lirih.
"Iya, ingat ya Rev soal tadi." Dokter Nerin menatap Revan dengan iba. Revan mengangguk. Lalu keduanya segera keluar dari ruangan dokter Nerin.
"Semangat dong jangan lesu gitu ahh." Dara berusaha menghibur Revan. Revan hanya tersenyum tipis.
"Apa menuju dewasa sesulit ini kak?" Tanya Revan.
"Nggak ada yang sulit saat kita jalaninya ikhlas dek, semua akar permasalahan selalu ada solusinya kalo kita mau cari solusinya dek." Kata Dara bijak.
"Semangat ya kakak akan selalu dukung kamu dek. Kakak tau ini berat, tapi kalo kamu percaya adanya Tuhan, kamu juga harus percaya bahwa kamu akan sembuh." Dara mengeratkan genggamannya pada Revan. Mereka segera menuju parkiran."Dek, kamu harus kemo ya." Dara sesekali menatap Revan yang sedang duduk di sampingnya. Kali ini keduanya sudah dalam perjalanan menuju apotek yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit.
"Gimana nanti aja kak." Revan memejamkan matanya.
"Hm ya sudah tapi kakak harap kamu bisa ambil keputusan secepatnya dek dan beritahu orang tua kamu. Kamu nggak bisa terus-terusan kayak gini." Dara meraih tangan Revan dan kembali menggenggamnya. Revan hanya diam merasakan ketenangan yang tersalur dari tangan Dara. Sejak ia bertemu Dara hatinya selalu menghangat.
"Kamu tunggu sini ya biar kakak aja yang tebus obat kamu." Ucap Dara menghentikan mobilnya.
"Biar Revan aja kak mana sini resep obatnya kak." Kata Revan sambil membuka matanya.
"Udah kamu tunggu sini dek kakak nggak lama kok." Dara segera beranjak dari mobilny
"Tapi kak....." Revan berusaha mencegah Dara. Namun, tidak berhasil. Revan hanya pasrah diam di dalam mobil ada rasa tidak enak dalam hatinya pada Dara. 10 menit berlalu.
"Maaf ya lama tadi antri." Tiba-tiba Dara masuk dan menentang kantong kresek putih berisi obat.
"Nih obatnya dek." Dara menyerahkan kantong kresek berisi obat itu pada Revan. Revan segera mengambilnya.
"Makasih kak, semuanya berapa kak?" Revan merogoh celananya mengambil dompet miliknya.
"Udah nggak usah ganti dek, gantinya kamu temenin kakak aja yuk liat laut." Dara segera menghidupkan mobilnya dan melajukannya menuju anyer.
"Jangan gitu dong kak Evan ganti aja ya." Revan mengeluarkan uang seratus ribuan lima, menyerahkannya pada Dara. Karena biasanya ia membeli obat harganya segitu. Dara tersenyum ke arah Revan.
"Kakak udah bilangkan nggan usah ganti." Dara tau betul, beban anak ini sudah banyak. Ia hanya ingin membantu Revan. Dengan berat hati Revan memyetujui ucapan Dara.
"Kamu simpan buat keperluan yang lain aja ya." Tambah Dara kini ia kembali fokus menyetir.
"Makasih ya kak." Revan memasukan kembali uangnya ke dompet.
"Sama-sama dek, kamu harus teratur ya minum obatnya dek."
"Iya kakak."
"Yaudah kamu tidur aja dulu nanti kalo udah nyampe kakak bangunin." Dara menyuruh Revan tidur karena jarak tempuhnya lumayan lama sekitar satu jam. Revan mengangguk dan memejamkan matanya. Dara menambah laju mobilnya agar lebih cepat sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Teen FictionIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...