Sorot Kecewa

2.9K 202 5
                                    

"Ayah, kok pulang lagi?" Tanya Rival yang baru saja turun dari kamarnya dan melihat ayahnya sedang duduk di sofa.

"Ayah mau bicara sama kamu, duduk sini." Rival segera menghampiri sang ayah.

"Ada apa Yah?" Tanyanya sembari mendaratkan diri ke sofa.

"Selama ayah kerja, kamu ayah kasih tanggung jawab apa?" Tanya Rafi dingin. Membuat Rival berpikir, apa yang sebenarnya terjadi pada ayahnya. Nada suara yang biasanya lembut kini berubah, raut wajahnya juga terlihat kecewa.

"Jagain Revan dan kuliah dengan benar."

"Terus kamu udah bisa tanggung jawab dengan itu?"

"Udah Yah."

"Yakin?" Rival mengangguk.

"Lalu, kenapa sampai adikmu banyak absen dari sekolah?" Rival menyerengitkan dahinya. Ia masih tidak mengerti apa yang ayahnya bicarakan.

"Maksudnya?"

"Adikmu jarang masuk sekolah dan apa kamu tidak memperhatikannya selama ini? Kamu ini disuruh jagain adikmu aja nggak becus, gimana mau nerusin perusahaan papah." Rafi mulai tidak bisa mengontrol emosinya.

"Tanggung jawab Ival bukan hanya Revan yah, kalo Revan bolos sekolah itu berarti dia yang salah bukan aku Yah."

"Tapi kamu yang udah ayah kasih tanggung jawab untuk selalu memperhatikan adikmu selama ayah ada kerjaan ke luar negeri atau ke luar kota!"

"Kamu sendiri yang bilang akan berubah dan menjaga adikmu. Tapi mana buktinya. Kamu tetap sama, kamu tetap membenci adikmu, kamu ini kenapa sih kak? Hah?" Bentak Rafi dengan emosi yang tidak bisa ia kontrol.

"Harusnya ayah sadar diri, beberapa bulan belakangan ini ayah selalu sibuk kerja tanpa memperhatikan aku dan Revan. Apa ayah tau kita juga butuh ayah. Setiap kali aku hubungi ayah selalu susah. Ayah cuma bisa nyalahin aku tanpa ayah cari terlebih dahulu semua permasalahannya. Ayah yang nggak peka selama ini sama kondisi Revan, padahal ayah tau sebelum ayah ke luar negeri Revan udah sakit." Suara Rival ikut meninggi, ia tipikal orang yang mudah marah menjadi ikut emosi. Ia sangat tidak suka jika ia harus disalahkan. Ia benci situasi seperti ini.

"Selama ini Revan sakit, aku yang jagain dan urusin dia Yah. Aku emang benci dia tapi hati kecilku masih peduli sama dia. Ayah ingat beberapa hari yang lalu, aku hubungi ayah, tapi apa ayah sibukkan, padahal waktu itu aku mau kasih tau kondisi Revan." Rival membalikan semua kenyataan itu pada Rafi. Membuat Rafi terdiam, ia sadar jika ia salah selama ini. Ia sadar keluarganya memang hancur. Ia tak lagi ada untuk anak-anaknya dan terlalu fokus pada pekerjaannya. Rival yang sudah malas dengan keributan yang barusan terjadi, memutuskan kembali ke kamar dan meninggalkan Rafi begitu saja.

Sesampainya di kamar ia duduk dan bersandar pada dinding. Mengatur napasnya yang memburu karena emosi.

"Van, loe emang biang masalah ahhh." Gerutunya sambil memukul keras tembok untuk meluapkan emosinya.

Drrttt drrttt drrttt

Suara getar hp Rival mengalihkannya, ia segera mengambil hp tersebut.

Andara

Revan di rumah sakit kak, kondisinya cukup buruk

Pesan itu membuat Rival membelakan matanya. Sejak seminggu yang lalu Rival dan Dara memang lebih dekat. Terlebih saat Rival sudah mengetahui tentang sakit Revan. Ia terus mencari informasi dari Dara. Ia segera membalas pesan tersebut, emosinya mulai mereda kini panik yang menguasainya.

Andara

Rumah Sakit mana boleh sherlock, gue otw kesana sekarang

Tentang Dia RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang