Setelah jam sekolah bubar, Revan pamit pada Rizki dan Zefan untuk pergi sebentar. Ia menyuruh ke dua sahabatnya itu untuk menunggu di salah satu cafe dekat sekolah, rencananya hari ini ia akan menghabiskan waktu bersama mereka, karena Revan sangat rindu.
Disinilah Revan saat ini, di atas gedung sekolah. Ia duduk menatap langit yang dihiasi warna kejinggaan yang kerap kali memberinya ketenangan. Wajahnya sesekali di terpa angin. Sudah hampir setengah jam Revan duduk di rooftoap sekolah menunggu seseorang.
"Van..." Panggil seseorang yang berhasil membuat Revan terkejut karena jujur sejak tadi ia melamun.
Revan menengok dan dilihatnya gadis yang sejak tadi ia tunggu sudah datang.
"Ehh loe dateng juga akhirnya, sini duduk." Gadis itu melangkahkan kakinya dengan ragu mendekat ke arah Revan, lalu duduk tepat di samping Revan. Keduanya lalu terdiam dan larut dalam keheningan. Sembari menatap langit yang semakin berwarna jingga. Mereka biarkan sorot matahari menerpa wajah mereka. Atmosfirnya begitu canggung, karena selama ini mereka tak pernah bertegur sapa.
"Apa kabar Van?" Tanya gadis itu yang akhirnya memecah keheningan, ia adalah Raina mantan kekasih Revan. Cinta pertama Revan, semesta yang pernah membagikan bahagia untuknya. Hari ini Revan ingin menyelesaikan hal yang memang seharusnya selesai, karena nyatanya mereka berpisah dengan tidak baik-baik. Revan memutuskan begitu saja hubungannya dengan Raina. Tanpa mendengar terlebih dahulu penjelasannya, dulu ego Revan begitu besar membuatnya kerap kali memutuskan sesuatu dengan sepihak.
"Seperti yang loe lihat gue baik,"
"Syukurlah kalo loe baik." Suasana kembali hening, Revan terlihat sedang menyusun kalimat yang akan ia katakan pada Raina.
"Rai..." Panggil Revan, ia merubah posisinya dan menatap Raina.
"Iya Van, ada apa?" Tanya Raina yang menghadap ke arah Revan.
"Makasih dan maaf." Lirih Revan, mata keduanya saling menatap.
"Buat apa Van?"
"Udah pernah masuk ke hidup gue, maaf karena nggak bisa buat loe bahagia selama sama gue, maaf kalo gue pernah kasar sama loe Rai dan maaf kalo baru hari ini gue bilang ini, maaf udah diemin loe selama satu tahun belakangan ini."
Raina menggeleng kan kepalanya "Kamu adalah hal terbaik yang pernah aku miliki, aku bahagia sama kamu, semua terjadi karena miskomunikasi Van. Seandainya aku menyadari kita sejauh apa saat itu, mungkin semua ini tidak akan terjadi." Raina menundukkan kepalanya, ada rasa sakit yang tiba-tiba harus ia rasakan kembali.
"Aku mau kita udahan, lupakan aku, dan jangan ganggu aku lagi." Perkataan paling menyakitkan dari Revan sore itu tiba-tiba melintas di pikiran Raina. Sejak sore itu ia masih mengejar Revan, entah apa salahnya Revan memutuskannya begitu saja. Setelah berhari-hari akhirnya ia tau, ternyata itu terjadi karena Revan melihat Raina berpelukan dengan Bagas.
"Gue terlalu buruk, bagusnya loe sekarang sama Bagas yang lebih baik dari gue." Ucap Revan matanya tak lepas dari wajah gadis di depannya. Gadis itu masih menundukkan kepalanya. Entah salah siapa disini, ia tak pernah bermaksud untuk selingkuh dari Revan. Saat itu ia hanya membiarkan Bagas masuk dalam hidupnya untuk mengobati luka yang diberikan Revan. Karena sebelum mereka putus Revan yang menghindari Raina, Revan yang kerap kali marah tak jelas dengan Raina. Wanita mana yang tak luluh dengan perhatian yang diberikan lelaki lain saat lelakinya tak lagi peduli dengannya.
"Aku sama Bagas hanya sebatas sahabat nggak lebih dari itu, hatiku masih separuhnya dihuni olehmu." Raina memberanikan diri menatap Revan.
"Udah lama banget aku mau jelasin ini ke kamu kenapa aku bisa dekat sama Bagas. Tapi, kamu selalu menghindari aku. Setelah sekian lama akhirnya waktunya datang sekarang izinin aku jelasin semua kesalahpahaman yang terjadi antara aku dan kamu." Revan mengangguk membiarkan gadis itu menjelaskan semuanya. Hatinya sudah mulai menerima semua yang terjadi, karena sepertinya memang Revan yang salah bukan Raina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Teen FictionIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...