Sebelum kembali ke Rumah Sakit, Revan makan terlebih dahulu di meja makan bersama ayah, kakak, mbok Sumi dan suami mbok Sumi.
"Ini enak banget, lebih enak bubur mbok Sumi dari yang di Rumah Sakit." Ucap Revan.
"Yaudah besok mbok bawain ya, kalo mbok kesana biar aden makannya lahap kayak sekarang." Ucap mbok Sumi senang, karena melihat Revan makan dengan lahap.
"Nggak usah, besok kan Evan pulang lagi." Ujar Revan kembali makan.
"Pulang? Kan kamu harus disana dulu, sampai kondisi kamu stabil dek." Ujar Rafi menatap heran ke arah Revan.
"Iya Van, harus stabil dulu baru pulang." Tak ada jawaban dari Revan ia masih fokus melahap bubur yang tersisa beberapa suap lagi itu.
"Yah." Panggil Revan setelah menyelesaikan makannya.
"Iya, kenapa?" Tanya Rafi khawatir.
"Baliknya besok pagi aja bisa nggak sih? Pingin tidur di rumah dulu." Ujarnya menatap Rafi, penuh harap.
"Nggak bisa Van, harus sekarang." Ucap Rafi. Revan menghela napas panjang, ia masih rindu rumah, tapi bagaimana pun kondisinya memang tidak mendukung untuk menetap lebih lama di rumah ini. Mau tidak mau ia harus kembali ke Rumah Sakit.
"Nanti kalo sembuh baru pulang ya." Ujar Rival kali ini, Revan mengangguk.
20 menit setelahnya mereka selesai makan. Revan mulai bersiap untuk berangkat ke Rumah Sakit. Kursi rodanya sudah di dorong menuju garasi mobil. Mbok Sumi membantu Revan masuk ke dalam mobil . Sedangkan yang lain memasukan barang yang akan di bawa.
"Mbok, Evan sayang mbok." Ucap Revan memegang tangan mbok Sumi.
"Iya den mbok tau, mbok juga sayang den Evan, aden cepat sembuh ya." Revan mengangguk dan tersenyum. Tangan mbok Sumi beranjak mengusap pipi Revan.
"Mbok titip molly ya, kasih makan." Ucap Revan.
"Iya den mbok urus kok. Udah gih berangkat hati-hati ya, besok mbok kesana bawa bubur ya." Mbok Sumi beranjak keluar dari mobil saat Rival dan Rafi sudah masuk.
"Berangkat dulu ya Mbok." Ucap Rafi menyalakan mobilnya.
"Iya tuan, hati-hati." Ucap mbok Sumi. Rafi langsung melajukan mobilnya.
"Yah, maaf ya udah bikin ayah capek terus, besok Evan nggak akan bikin ayah capek lagi kok." Ucap Revan.
"Nggak papa Van, iya ayah tau karena kamu bakal sembuh kan." Revan mengangguk.
"Kak, mau nyender ya." Ujar Revan menatap kakaknya yang duduk di sampingnya.
"Iya sini." Revan menyenderkan kepalanya di bahu Rival.
"Yah, kak makasih ya buat semuanya."
"Kamu makasih mulu, hari ini deh Van." Ujar Rafi yang sudah mendengar kata makasih berkali-kali dari anaknya. Revan hanya tersenyum, lalu memejamkan matanya.
***
Sesampainya di ruang rawatnya, Revan tak kunjung terlelap. Ia malah ngobrol dengan ayahnya. Sedangkan Rival kembali ke Rumah karena badannya yang tiba-tiba meriang.
"Yah, ayah suka sama dokter Nerin nggak?" Tanya Revan dengan netra yang tak lepas dari ayahnya.
"Ehh kenapa nih nanya kayak gini?" Tanya Rafi balik.
"Hehe nggak papa cuma nanya aja, siapa tau kalian bisa nikah, cocok kok Evan setuju." Ucap Revan.
"Jadi gimana Yah, suka nggak?" Tanya Revan. Rafi terdiam ia tidak tau akan perasaannya saat ini pada dokter Nerin. Tapi, jujur sejak kehadiran dokter Nerin. Perlahan ia bisa mengobati luka kepergian istrinya, yang sudah belasan tahun. Ia merasa nyaman setiap kali bersamanya. Belum lagi, dokter Nerin selama ini yang menguatkannya. Membantunya untuk menghadapi situasi yang saat ini terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Teen FictionIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...