Ran memegang kepalanya yang tiba - tiba sakit. Ran masih tidak menyangka bahwa ... akh, sudahlah.
"Ran, kamu nggapapa?" Jay hendak membantu Ran untuk kembali ke dalam ruangan, tetapi Ran dengan tegas menolak.
"Kak, tolong jangan dekati aku dulu, plis. Dan ... aku mohon agar kalian pulang, aku pengin sendiri dulu. Makasih sudah mengantarkan aku ke rumah sakit," kata Ran.
"Tapi Ran ..." Jay hendak protes.
"Kak!"
Jay mengangguk pasrah. Akhirnya, Jay dan Reina pun pergi dari rumah sakit itu.
Ran membaringkan tubuhnya ke ranjang rumah sakit. Ran berharap Shion berada disini, menemaninya, sekarang.
Ceklek
The power of Shion yang super peka, Shion pun masuk ke ruangan dimana Ran berada diikuti oleh Tony dibelakangnya.
"Sayang, keadaan kamu gimana? Ada yang sakit? Kamu butuh apa? Kamu udah mendingan belum? Kamu baik - baik aja, kan? Pliss ... bilang ke aku kalau kamu baik - baik aja."
Nampaknya Shion benar - benar khawatir. Ya, iyalah.
Ran tersenyum melihat Shion yang begitu khawatir akan dirinya, "Iya, aku baik - baik aja, kok. Udah agak mendingan dikit," jawab Ran.
"Shion, gue keluar bentar. Ada urusan yang perlu diselesaikan," kata Tony. Shion pun mengangguk paham.
Tony pergi keluar untuk menemui Jay dan Reina. Tony dan Shion memang berpapasan dengan mereka tadi. Tapi Shion tak peduli. Sedangkan Tony, ia berhenti sebentar dan menyuruh Jay dan Reina untuk menunggu di suatu tempat.
Dan disinilah mereka sekarang.
Ada Jay, Reina, dan Tony.
"Kalian tadi menceritakan itu pada Ran?" tanya Tony.
Jay hendak bertanya bagaimana Tony bisa tahu, tetapi ...
"Gue tau dari sorot mata Ran saat ngelihat gue," kata Tony.
"Ya, gue dan Reina yang menceritakan," jawab Jay.
"Kalian juga memberitahukan rencana kalian?" tanya Tony.
Jay dan Reina sempat kaget karena Tony mengetahui rencana mereka.
"Ya. Lagipula aku nggak mau melanjutkan rencana itu lagi. Aku sudah dapat pelajaran," ucap Reina. Jay tersenyum mendengar perkataan Reina.
"Baguslah." Tony berbalik dan hendak pergi. Tetapi, perkataan Jay menghentikannya.
"Apa kita bisa kembali seperti dulu?"
Tony membalikkan badannya menatap Jay dan Reina lagi. Jujur, Tony juga rindu dengan sahabatnya. Dia rindu saat - saat dimana dia dan Jay begadang untuk bermain game, rindu saat mengurus kegiatan OSIS dulu. Tony rindu saat dia bersahabat baik dengan Jay.
"Kenapa? Lo nggak ingat perkataan gue dulu? Gue minta lo agar jauhin Ran, kan? Kayaknya kita nggak akan kembali seperti dulu lagi," kata Tony yang berbanding terbalik dengan perasaannya.
"Gue mohon ... gue yakin Ran bakal maafin gue sama Reina," ucap Jay memohon.
Tony menunduk sejenak.
"Kenapa kalian nggak minta maaf langsung aja sama Ran. Mumpung kalian masih disini." Tanpa menunggu jawaban dari Jay, Tony bergegas pergi. Namun, baru beberapa langkah, Tony berhenti lagi.
Tanpa menengok kebelakang, Tony berkata, "Gue harap Ran menjawab iya." Tony pun melanjutkan jalannya.
Jay yang paham maksud Tony pun tersenyum. Itu artinya Tony juga berharap agar mereka bisa bersama lagi. Jay pun berjalan mengikuti Tony.
Reina yang sedari tadi memasang muka datarnya diam - diam tersenyum. Reina tersenyum kecil. Entah kenapa membayangkan dia bisa berbaikan dengan Ran lagi membuat ia senang.
.
.
"Kenapa kalian kesini?" tanya Shion ketus.
Jay pun menjelaskan tujuannya.
Ran tersenyum simpul.
"Nggak!!" Shion menolak mentah - mentah.
Ran menatap Shion, "Shi--"
"Aku bilang enggak ya enggak!!" bentak Shion. Ran hanya diam, tidak berani berkata - kata lagi.
"Lo jangan kayak gini," ucap Tony. "Berdamai itu indah, Bro," lanjutnya.
"Shion gue mohon," ucap Jay memohon.
"Shion, gue harap lo bisa maafin gue dan Jay," kata Reina.
"Keluar," lirih Shion.
"Apa? Tapi, kenapa?" tanya Jay.
"Aku bilang keluar!" kata Shion dingin.
Reina dan Jay hanya bisa menuruti kemauan Shion. Mereka keluar tanpa hasil apapun.
Tbc
Gaje
Gaje
GajeEntah apa yang aku tulis, aku pun nggak tau :)
Pendek? Bodo amat lah.
Idenya lagi main petak umpet :')
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childish Husband [SUDAH TERBIT] ✔
Romance[SUDAH TERBIT] Lulus kuliah adalah hal paling melegakan yang Ran rasakan setelah empat tahun berjuang mati-matian. Ran meyadari bahwa ini belum seberapa. Ia masih harus mencari pekerjaan secepatnya di usianya yang menginjak 22 tahun. Semuanya baik-b...