28 : Childish

103K 4.1K 228
                                    

6 bulan kemudian ...

Banyak hal yang sudah terjadi selama enam bulan ini, seperti Dedek Leon yang sudah besar, tambah gembul, tambah menggemaskan, Shion yang jarang kambuh, Reina yang sudah melahirkan, Tony dan Dira yang sudah menikah, bahkan Dira sudah mengandung dan usia kandungannya satu bulan, Arion dan Kenzo yang diam - diam jatuh hati kepada si kembar Clarinda dan Clarina, dan masih banyak lagi. Untung nggak ada kejadian pelakor. Eh.

Apakah banyak yang rindu dengan ke-childish-an Shion?

Sikap Shion yang itu memang jarang muncul akhir - akhir ini. Entah kerasukan apa dia sehingga bisa bersikap dewasa dalam waktu yang cukup lama. Sebenarnya, Shion tidak bisa mengendalikan sikap kekanakannya karena sikap itu datang secara spontan. Tidak menggunakan aba - aba. Jadi, Shion pun tak menyadari tentang perubahan sikapnya. Dan entah mengapa kali ini Shion seperti bisa mengendalikan sifatnya itu. Buktinya dia sudah lama tidak childish.

Sekarang Shion sedang bermain dengan Leon. Bermain permainan yang sederhana saja. Itupun sudah membuat Leon tertawa bahagia.

"Cilukba..."

Yup, tidak ada yang lebih menyenangkan bagi bayi selain bermain cilukba dengan orang tuanya. Tawa Leon pun terdengar melengking saat Shion mengatakan mantra itu.

"Siapa anak papa yang pintar?" tanya Shion.

Leon pun mengangkat kedua tangannya sekaan menjawab pertanyaan Shion. Selesai bermain cilukba yang lejen emejing itu, Shion pun menggendong Leon dan melemparkannya keatas, kemudian menangkapnya, begitu sampai berulang - ulang. Dan bukannya takut atau menangis, Leon malah tertawa semakin keras.

Anak dan ayah itu bermain tanpa memedulikan sang ibunda yang menatap horor kearah mereka.

'Nanti kalau Leon jatuh gimana?'

'Nanti kalau tangannya Shion licin terus Leon merosot gimana?'

'Nanti kalau Shion tiba - tiba childish gimana?'

'Kenapa Leon nggak takut, sih?'

'Kenapa Shion nggak main yang lain aja, sih?'

'Bacain dongeng atau main puzzle kek. Jangan main lempar - lemparan, aduhh..'

'Shion stop, please!!'

Ran semakin deg - deg serrr melihat Shion dan Leon. Ran lega sih, karena Shion tidak membuat Leon menangis lagi, tapi bukan seperti itu juga caranya.

"Nah, sekarang jagoan harus makan dulu. Nanti main lagi sama papa," kata Shion. Akhirnya Ran bisa bernapas lega. Hampir saja jantung Ran copot tadi.

Ran pun membuat bubur bayi untuk Leon. Sepertinya Ran harus membuat bubur untuk Leon dengan porsi yang lebih banyak dari biasanya agar Leon makannya lama dan Shion tidak bisa bermain seperti tadi lagi dengan Leon. Hhh..

Tentang pekerjaan Shion? Hoho, Shion tidak berani mengambil cuti terlalu lama lagi karena takut diamuk Ran. Dan juga selama enam bulan ini Shion tidak mengambil cuti sekalipun karena Jay tidak bisa menggantikannya. Terpaksa, Shion hanya libur di hari Minggu dan di tanggal merah.

Kebetulan sekali, setelah Leon selesai makan, orang tua Ran datang untuk membawa Leon ke rumah mereka. Dengan sangat senang hati Ran mengizinkannya. Lebih baik Leon bersama kakek dan neneknya daripada bersama papa kurang ajarnya. Setidaknya itu yang dipikirkan Ran.

"Hati - hati dijalan," kata Ran seraya melambaikan tangannya.

Greb

"Akhirnya hanya tinggal kita berdua," kata Shion yang memeluk Ran dari belakang. Oke, Ran mulai sedih karena membiarkan Leon pergi.

Tiba - tiba Ran tersadar.

'Gawat!! Ini tanggal childishnya Shion dan sekarang hanya ada aku dan dia di rumah. Bagaimana kalau Shion kambuh lagi?' batin Ran.

Ponsel Shion yang berbunyi menyadarkan mereka berdua. Ran bernapas lega, tetapi Shion sebaliknya. Dia pasti menaruh emosi kepada si penelpon.

"Shit!" umpat Shion pelan. Shion pun mengangkat teleponnya tanpa melihat siapa si penelpon.

"Ada apa oncom!!??" kata Shion emosi.

"Oh, jadi kamu mulai kurang ajar sama papa, ya? Orang tua nelpon bukannya salam malah ngegas."

WHAT THE ...

Shion gelagapan sendiri. Seharusnya ia tadi melihat dulu siapa yang menelpon.

"Eh, m-maaf, Pa. Shion nggak tahu kalau yang nelpon itu papa. Maaf, Pa, maaf. Assalamualaikum, Papa," kata Shion. Ran hanya mendengus geli sambil menahan tawanya.

Diseberang telepon, papa Shion hanya menghela napas. Ia tahu kalau anaknya sedang tidak ingin diganggu kebersamaannya dengan sang istri. Tapi biarlah. Toh, Shion dulu juga pernah mengganggu kebersamaan mama papanya. Eh.

"Wa'alaikumsalam, Yasudah, nggapapa. By the way, anyway, bus way, on the way, ada yang mau papa omongin sama kamu."

"Iya, papa tinggal ngomong aja sama Shion. Perihal apa, Pa?"

"Enggak terlalu penting, sih, tapi ... Yahh, papa cuma ingin tahu gimana perkembabgan perusahaan keluarga kita?" tanya papa Shion.

"Tumben papa tanya kayak gitu. Em, ya, baik - baik aja, sih, Pa. Para karyawan nggak ada yang berulah, kerja sama dengan perusahaan lain juga baik - baik aja," jawab Shion.

"Itu bagus. Papa cuma pengin tahu aja gimana perusahaan keluarga Gerald saat berada ditangan kamu," jelas Papa.

"Kenapa papa nggak berkunjung aja? Barangkali ada karyawan yang kangen sama papa."

"Jelas banyak dong yang kange sama papa. Papa ini kan pemimpin yang baik hati dan selalu peduli terhadap sesama. Saling membantu, murah senyum, semuanya senang saat papa jadi pemimpin dulu," kata beliau.

Oke, Shion mencium bau - bau kesombongan dan sindiran. Jelas sekali kalau Shion tersindir karena saat di kantor ia dikenal dengan pribadi yang dingin, cuek, irit bicara, mempunyai mata elang, kelihatan galak. Shion memang ramah senyum, peduli, senang membantu, dan menghormati karyawan yang lebih tua, tapi tetap saja auranya berbeda dengan sang papa.

Jika papanya memiliki aura yang ceria dan menghangatkan sekitar, maka Shion justru memiliki aura mengintimidasi, seperti ingin memutilasi orang dihadapannya. Jelas saja banyak karyawannya yang takut - takut. Hhhh, seandainya mereka tahu bagaimana sikapnya saat masa childish-nya datang.

"Iya, Pa, Shion tahu.." kata Shion malah.

"Hahaha, yasudah, papa mau nganterin mana belanja bulanan. Besok kapan - kapan papa datang berkunjung. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Telepon pun berakhir.

"Makanya, besok lagi kalau ada orang nelpon, seberapa kesalnya kamu, tetap ucapin salam dulu," kata Ran kepada Shion.

"Iya, iya, Shion kan nggak tahu tadi. Ya, maaf," jawab Shion. Ran hanya menggelengkan kepalanya saja.



.


.

Tbc

Hai, hai, kalia
Jaga kesehatan, ya

SEMANGAT!!!

My Childish Husband [SUDAH TERBIT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang