31.

1.2K 89 8
                                    

Hii aku kembali..

Jangan lupa Votmen!

.

.

.

.

.

Aku menaruh cangkir tehku yang sudah kosong di atas meja nakas sebelum aku memutuskan untuk tiduran dengan tengkurap di atas tempat tidur. Sudah hampir satu jam aku berkeliaran kembali ke bawah untuk membuat teh setelah bertemu Suho. Harus diakui, ia membuatku takut. Dia jelas tidak percaya pertemananku dengan Baekhyun dan hal itu menyakiti hatiku. Dan menyinggung perasaanku. Aku sendiri tidak melihat risikonya bagi Baekhyun dan kebanyakan orang yang bertindak seolah-olah dia seorang setan brengsek yang menggoda malaikat setiap kali ia bersamaku. Mereka menatapku dengan khawatir dan terpesona yang terlihat di mata mereka. Aku tidak senang menerima olok-olok tentang hubungan kami. Dan itulah yang sekarang aku rasakan, aku bisa mengatakan tidak sedikitpun aku menyukai hal itu. Aku pasti akan bersikap lebih tegar terhadap orang-orang yang bermaksud menyalahkan Baekhyun mengenai hubungan kami karena hal itu nantinya akan muncul.

Sambil mendesah, aku membanting menutup bukuku lalu menggeliat dari tempat tidurku. Aku butuh mandi. Setelah seharian pindah rumah, mengepak dan membongkar barang-barangku, aku merasa kotor. Mandi air panas begitu menjanjikan untuk mengurangi stres dari tubuhku dan aku tidak bisa menolak ide menyenangkan seperti itu.

Aku berjalan ke kamar mandi, menyambar handuk dari lemari khusus tempat aku menyimpan handukku di dalamnya sebelum memulai mandi. Aku melepaskan semua pakaianku dan melangkah di bawah kehangatan lantai yang terbuat dari kerikil, sambil menghela napas dalam-dalam aku memejamkan mata. Aku mengambil waktuku untuk membersihkan seluruh tubuhku selama mandi, sepertinya aku tidak bisa berhenti memikirkan Baekhyun.

Aku tinggal dengan seorang pria dimana aku baru saja bertemu dengannya sebulan lalu. Dan aku harus mengakui ada perasaan yang tertinggal di sudut-sudut hatiku untuknya. Mereka semakin tumbuh dan meskipun aku tahu hal ini, aku tidak tahu mereka akan tumbuh menjadi apa. Itu adalah misteri bagiku—dan hal itulah yang membuatku takut. Perasaan seperti itu berbahaya. Merasakan sesuatu pada orang lain ketika mereka merasakan hal yang berbeda untukmu bahkan lebih. Aku tidak ingin jatuh cinta pada Baekhyun seperti yang dipercayai Jisoo kalau aku merasakan hal itu. Aku ingin persahabatan kami terus berlanjut dan aku pasti tidak ingin merusak hubungan kami.

Baekhyun membutuhkan seorang teman. Dia tidak membutuhkan wanita lain yang ingin mengubahnya, tapi persahabatan kami begitu membingungkan. Ketika ia memelukku, sangat mudah untuk menutup mata dan berpikir lebih pada dirinya daripada hanya sekedar persahabatan. Ketika bibirnya menelusuri di atas kulitku, rasanya sulit untuk mengabaikan denyutan kobaran api yang mengkonsumsi tubuhku. Aku tidak tahu bagaimana memisahkan pikiran romantis dari orang-orang mengenai persahabatan aneh kami. Baekhyun membutuhkan kasih sayang. Itu sangat jelas.

Dia menyentuhku dan membelaiku yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang teman, tapi itu dasar dari persahabatan kami. Aku sudah menerima itu dari awal dan aku tidak bisa mendorong pergi kasih sayangnya itu sekarang. Dia tidak akan mengerti. Aku harus menemukan cara untuk mengkategorikan perasaanku dengan tepat untuk menyehatkan persahabatan kami.

Aku meyelesaikan mandiku, membilas busa dari tubuhku. Aku melangkah dari bilik kaca tempat shower dan ke kamar mandi. Aku mengambil sikat gigiku dari tempatnya dan menuangkan pasta gigi. Kehangatan setelah mandi menenangkan tubuhku dan teh juga benar-benar berhasil menenangkan pikiranku. Aku lelah dan aku butuh tidur tapi aku sangat ragu apakah aku bisa tidur sampai Baekhyun pulang. Dan ketidakmampuanku tidur tanpa dia disini tak ada hubungannya dengan film bodoh yang aku tonton gara-gara dipaksa olehnya. Aku hanya ingin tahu dia baik-baik saja.

Aku mengetatkan handukku di sekeliling tubuhku sebelum aku berjalan menuju kamarku. Aku memadukan celana boxer cewek warna hitam dan tank top hitam. Aku mengancingkan sweater kardigan paling bawah dan melingkarkan jariku pada pegangan cangkirku. Aku tidak ingin meninggalkan gelas di kamarku dan sekarang waktu yang sangat tepat untuk membawa cangkir ke lantai bawah.

Aku menyalakan lampu dapur dan berjalan melintasi ruangan menuju bak cuci piring Aku sedang menjatuhkan teh celupku ke tempat sampah ketika aku mendengar pintu depan terbuka. Jantungku berdetak keras di dadaku ketika aku menunggu. Apakah itu Suho atau Baekhyun?

Baekhyun berbelok dan langsung berhenti saat melihatku. Matanya waspada dan rambut eboni di atas kepalanya berantakan. Sejumput rambut jatuh ke dahinya, hitam mencolok terhadap kulit kecoklatan wajahnya. Rahangnya gemeretak dan aku tahu dia mengepalkan giginya.

"Kau sudah kembali." Aku menarik napas.

"Yeah," dia mengangguk, melangkah lagi ke arahku. Gerakannya lambat—hampir seperti berhati-hati. "Kau masih terjaga."

Aku mengangguk. "Aku habis minum teh dan aku baru saja membawa kembali cangkir turun."

"Rambutmu basah." katanya, melangkah keluar dari bayangan gelap dan menuju cahaya.

Jantungku berhenti. Ada luka mencolok di bibir bawahnya di sisi sebelah kanan. Dia tampak kasar. Pandanganku pindah ke bagian tubuhnya yang lain dan aku melihat buku-buku jarinya mengepal ada bekas luka. Jari-jarinya merah dan aku tidak tahu apakah itu darahnya atau darah orang lain.

"Apa yang terjadi padamu?" Aku tersentak, tanganku langsung mengangkat untuk menyentuh wajahnya. Dia mengernyit menjauh dariku dan aku menjatuhkan tanganku. "Baekhyun, apa yang terjadi?"

"Tidak ada apa-apa, Angel."

"Ini bukan tidak apa-apa." Aku menggelengkan kepalaku. "Apakah kau berkelahi?"

Dia tertawa, tapi itu tidak sampai ke matanya. "Ini bukan seperti yang kau pikirkan."

"Kalau begitu apa yang kupikirkan?"

"Karena aku memukul untuk menakut-nakuti seseorang." Dia menyeringai.

Aku melipat tanganku. "Atau karena seseorang memukul untuk menakut-nakutimu."

Dia pura-pura membuat ekspresi terluka. "Katakan kau lebih percaya padaku daripada hal itu?"

"Jadi kau menyerang seseorang?" Aku memuntahkan kata-kata itu. Jantungku terasa seolah-olah berada di tenggorokan. Aku ingin berteriak kepadanya untuk kebodohannya itu. Perkelahian itu kejam dan tidak masuk akal. Tidak ada alasan untuk itu.

"Aku tidak menyerang siapapun." Dia menghela napas, matanya terluka. "Aku hanya membuang kotoran dengan seorang teman. Kami bermain-main dan karena sesuatu hal menjadi sedikit terlalu jauh."

Aku merasa mataku melompat keluar dari kepalaku dan aku tahu aku tampak konyol. "Jika aku akan memiliki anak, aku tidak ingin anak laki-laki." Aku menggelengkan kepalaku. "Kalian semua sangat bodoh."

Baekhyun tertawa. "Jangan membodohi diri sendiri, Angel." Matanya berubah serius. "Kau tahu kau mencintaiku."

Aku menatap dingin ke arahnya saat aku menahan diri ingin menampar dia langsung ke wajahnya. Aku punya firasat ia telah minum beberapa gelas bir. "Pergilah mandi. Kau bau."

Setelah mengatakan hal itu, aku berjalan menjauhinya. Hatiku terasa berat saat aku berjalan ke kamarku dan menutup pintu di belakangku. Aku setengah berharap Baekhyun mengikuti aku, tapi ternyata tidak. Syukurlah. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya, tapi aku kecewa. Aku hanya bisa berharap dia mengatakan yang sebenarnya tentang bagaimana ia membuang-buang waktunya dengan seorang teman. Jika ia terlibat dalam perkelahian—aku tidak tahu apa yang akan kulakukan. Aku berdoa hal ini bukan menampilkan warna aslinya Baekhyun—karena aku sudah terlalu dalam untuk berpaling darinya.

.

.

.

.

.

Tbc


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Enraptured (Baekhyun><Irene) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang