7. MENGHILANG

92 7 2
                                    

▪■■♤♧ Alam sudah mengatur semuanya. Tadinya aku merindukan dia, tapi takdirmu mendapatkan diriku, bukan dia♧♤■■▪

Kerumunan mahasiswa di dinding informasi menenggelamkan badan Putri. Di sana sudah tertulis informasi nama-nama kelompok KKN, lokasi dan nama pembimbing. Marko hanya memperhatikan dari kejauhan, Putri terombang-ambing dan tersenggol membuat badan imutnya terguncang di antara kerumunan itu.

Wajahnya sangat lesuh membuat Marko yakin jika dia sudah mengerjakan tugas-tugasnya. Tugas dari Prof. Darwin lumayan memusingkan kepala. Marko tahu karena E-mail Putri sering dibuka oleh Marko. Meskipun KKN bulan depan setelah ujian akhir semester, tapi pengumuman sudah terpampang agar mahasiswa lebih mempersiapkan diri.

Wajah kusut Putri mendongak penuh tanda tanya. Dia keluar dari kerumunan gerah itu, berlari seperti anak kecil menyekah pipinya, Marko yakin, pasti dia menangis.

Karena penasaran, Marko mendekati kerumunan itu. Mahasiswa yang lain jelas memberinya ruang sebagai penghargaan terhadap yang lebih tua. Ia selalu mendapat kemudahan yang Putri idam-idamkan.

Namanya seharusnya berdekatan dengan Putri seperti di daftar nama absen kelas. Mereka selalu satu kelompok dalam setiap tugas kelompok, tapi kali ini Putri hanya boleh ikut KKN tahun berikutnya, bersama angkatan yang lebih muda, bukan tahun ini. Marko bisa merasakan apa yang dialami Putri.

Ia meninggalkan tempat itu menuju kantin, tempatnya nongkrong selalu dengan Putri. Di sana Putri menatap laptop sambil menangis. Bukan karena sedang menonton film tapi dia meratapi namanya yang tidak muncul di daftar nama peserta KKN. Bukan hanya dia, tapi ada puluhan mahasiswa lainnya.

Marko mendekati lalu menepuk pelan bahunya namun ia hanya mematung. Air matanya membanjir tanpa garis wajah dan kedipan. Tatapan kosong itu lagi, menampakkan kesedihan mendalam seorang gadis muda yang menghadapi kegagalan kecil.

Atau mugkin kegagalan lainnya yang Marko tidak ketahui. Atau mungkin air mata Putri masih milik Reno, laki-laki brengsek yang pernah menampar pipinya sampai biru di pelipis. Yang pernah membuat Putri membanting ponsel setelah mendengar kabar tidak enak. Entahlah, hanya Putri yang tahu masalah itu. Marko hanya mendengar sedikit curhatnya.

"Nih, tisu. Dilap dulu air matanya! Jelek tau." Ia mencabutkan tisu makan di atas meja dan memberinya pada Putri.

Sroot... sreet...

Bunyi lendir yang memampetkan jalan napas Putri.

"Yaampun... joroknya jadi perempuan," cela Marko. Tisu bekasnya dikembalikan pada Marko. Tadinya Marko memang kasihan tapi untuk sekarang?

'Sumpah, aku jijik.' Batin Marko.

"Joroknya kamu, Putri!" Marko refleks melempar kembali tisu berlendir itu ke wajahnya sampai ia terpenjat menyekah air matanya.

"Ya ampun, Maaf kak. Aku tidak sadar," ucap Putri. Mungkin dia memang lupa. Putri si pelupa yang di otaknya hanya tersimpan memori tentang Reno.

"Gitu dong! Senyum sedikit biar manis," rayu Marko.

'Tidak ada manis-manisnya! Maaf, Put. Terpaksa aku bohong demi membuatmu tersenyum.'

"Gimana caranya kasih tahu mama kalau aku mengulang dua semester?" Marko paham betul risau hati Putri.

"Kasih tahu pelan-pelan! Pasti ngerti kok. Ya, gimana lagi? Kamu tidak boleh berbohong!"

Putri hanya mengangguk.

"Kok sakit ya, kak?" Putri membaringkan kepalanya di atas meja dalam tatapan kosong.

"Nyesal kan?"

Mencintai Hingga LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang