3. ALZHEIMER

182 14 14
                                    

▪■■☆ Tidak ada lebih menyakitkan selain penghianatan seorang sahabat merebut kekasihmu☆■▪▪
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Putri melompat dari bus, kemudian berlari menyusuri sepanjang lorong menuju rumahnya. Digonggong anjing atau hampir ditabrak sepeda, itu bukan masalah baginya.

Yang ia tahu, ia harus tiba di rumah secepat mungkin demi menyelamatkan harta tak ternilainya itu.

'Matilah aku kalau sampai mama membaca.'

Ketika ia tiba di rumah, ia tak perlu mengetuk pintu yang ia hapal tidak pernah terkunci sampai jam 8 malam. Ia masuk begitu saja, tanpa membuka sepatu, tanpa permisi, tas masih menggelantung di punggung.

Ia masuk ke kamar kemudian mengobrak-abrik rak buku yang ada. Di meja, di laci, di tempat tidur, lemari pakaian namun tidak ketemu juga.

Sibuk-sibuk Putri mencari, diam-diam Anita berdiri di belakangnya memperhatikan sambil menyatukan lipatan tangan di perut.

"Kalau masuk rumah itu, biasakan mengucap salam, Nak. Anak kuliahan macam apa ini? tidak tahu tata krama sama sekali." sindir Anita, "bukannya hari ini Putri sudah masuk kuliah? Habis-habiskan ongkos saja kesana kemari." Anita memarahi putrinya. Sebenarnya bukan marah, tapi hanya ocehan kecil.

'Memang begitu orangnya, tapi aku sudah biasa dari kecil dimarahi. bahkan jauh lebih kasar. Bu, aku tidak akan lama ada di sini. Niatku hanya mencari buku harianku sampai ketemu hari ini juga.' Putri berusaha menghibur diri.

"Bu, Ibu tidak lihat buku sampul pink yang ada gemboknya tertinggal disini?" Tanya Putri.

Tangannya tidak mau istirahat. Ia terus membolak balik buku-buku yang ada di rak. Terserah mau berantakan atau tidak, Putri tidak peduli. Itu buku adiknya, Santi. Lagipula, Santi sudah lulus SMA, orangnya juga ada di Makassar. Santi tidak akan melihatnya, kan? Palingan, Ibunya yang akan membereskannya nanti. Kalau Anita marah, Putri tidak peduli.

"Ibu tidak pernah lihat buku pink. Lagipula, sudah kebiasaanmu teledor seperti itu, Begitulah akibatnya."

Putri berusaha mengingat di mana terakhir ia menulis. Rasanya baru 2 hari yang lalu ia meninggalkan rumah ini, mengapa tidak bisa menemukan benda pusaka itu.

'Perasaan, terakhir kali aku meletakkan buku itu di atas meja, setelah menulis tentang perbuatan Reno yang berselingku dengan perempuat bermata cipit itu. Siapa namanya? Ling Ling? Ling Lung? Ah, tidak penting.'

Putri lebih suka berdiskusi dengan dirinya daripada mencari pendapat orang lain. Lain cerita kalau urusan kampus, ia harus minta pendapat Marko.

Tiba-tiba Putri teringak akan dompetnya yang ketinggalan di bus.

"Astagah, Bu." Ia memukul jidat, jantungnya serasa berhenti berdetak akibat kepanikannya.

"Kenapa?"

"Dompetku ketinggalan di bus. Bagaimana ini? Aku sebenarnya kesini cuma mau ambil bukuku. Tapi dimana?" Putri berkali-kali memukul jidat berjalan mondar-mandir dari kamar, ruang tamu bahkan hampir semua ruangan dalam rumahnya.

"Mana ibu tau. Teledor, pikun, pemalas, ya Tuhan... dosa apa hambah harus punya anak seperti ini." Anita berbalik antara tidak peduli dan kesal.

Mencintai Hingga LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang