6. PROF DARWIN

88 8 1
                                    

●●■♡ Aku membenci pembangkang tapi mengapa aku menyukai orang keras kepala seperti dia♢■▪▪

Marko mendengar ada suara sepatu menghantam lantai seperti orang sedang berlari.

"Kak Marko, liat Putri nggak?" tanya Liza. Ia menindih meja sambil menekan perut. Ia hampir kehabisan napas karena kecapean berlari entah darimana datangnya.

"Gawat kak, Putri abis berantem mulut sama Prof. Darwin." Liza terus menekan perutnya yang nyeri akibat berlari.

"Hah? Kok bisa?" Marko terbelalak.

"Benar kak, Prof Darwin tidak mau kasih tugas remedial ke kami kalau Putri tidak mau ikut, Kak."

"Kok bisa? Gimana ceritanya." Marko menyeruput kopi dari gelasnya.

Liza mengambil posisi duduk sambil mengatur napasnya.

"Minum dulu Liz!" Marko menawarkan teh kotak yang tadinya buat Putri, tapi belum sempat diminum. Marko memperbaiki tutupan gelas kopinya dan mengibas tangan mengusir lalat.

"Jadi, kami ada empat orang yang nilainya error di kelasnya pak Prof." Liza mengatur napas, sesekali meneguk teh kotak.

"Prof. Darwin!"

"Iya, maksudku, Prof. Darwin, Kak. Aduh... perutku sakit sekali," keluh Liza.

"Terus?" Marko menekan ujung rokok yang masih panjang ke dalam asbak kaca di samping gelas kopinya.

"Pak Prof. Darwin tidak mau kasih ujian susulan kalau masih ada yang tidak ikut di antara empat rang ini (memainkan pipet teh kotak)." Liza menopang dagu dalam tatapan kosong.

"Termasuk si kepala 'batako' itu?" cela Marko.

"Benar, Kak! Padahal pak Prof sudah baik hati mau kasih kita ujian susulan. Nilai C juga tidak apa-apa, yang penting jangan error." Jawab Liza lirih.

"Prof. Darwin!" Marko membetulkan.

"Maksudku pak Prof. Darwin."

***
Liza mendengar pertengkaran Prof. Darwin dengan Putri di parkiran. Sepertinya Putri nekat menemui beliau bukan di ruangannya tapi Putri menunggu di dekat mobil Prof Darwin terparkir.

"Bapak ini bagaimana? kan saya tidak pernah bolos di kelas Bapak. Kok bisa nilai saya error seenaknya?"

"Anda sendiri yang bilang ada empat alpa tercatat di absen kelas saya. Kenapa salahkan saya?" Debat Prof. Darwin.

"Saya tidak salahkan Bapak, tapi kenapa nama saya dikatakan bolos sampai lebih dari tiga kali?" Putri menatap Prof. Darwin, Dosen Psikometri yang berkepala putih ditutupi peci itu.

"Kenapa anda tidak menghargai kebijakan saya?" Prof. Darwin sudah terpancing, "Saya sudah bilang ke teman anda yang lain, untuk mengumpulkan tugas yang soalnya saya kirim lewat E-mail masing-masing, setelah melakukan konfirmasi ke E-mai saya." Dosen berkepala putih 100% uban itu terpaksa meladeni Putri si badan mungil itu.

"Saya berhak protes dong, Pak. Masa saya cuma terlambat tapi dikatakan alpa. Kebijakan macam apa itu?"

"Absennya tidak bisa dirubah lagi. Anda sudah tahu itu." Dosen berpakaian gamis itu mengernyit, menyempitkan tanda hitam di jidatnya.

"Bukan berarti saya harus mengerjakan tugas lagi hanya untuk mendapat hak ikut ujian akhir semester. Saya yakin, bukan cuma saya yang sering terlambat." Putri menyelipkan Punamarko di ingatannya, yang sering dimakhlumi apabila terlambat.

Mencintai Hingga LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang