11. NAIF DAN PEMAKHLUMAN

68 10 1
                                    

▪■■♡ Ajari aku bertahan melawan baper ini♡■■▪
_________________________________________________________

Udara dingin menyapu wajah, menusuk kulit dan menembus tulang.

Dingin!

'Dimana aku?' Batin Putri.

Pemandangan pertama yang nampak di pagi buta yang sangat asing Putri. Klakson kendaraan bersahut-sahutan menjelaskan padanya bahwa ia ada di pinggir jalan. Putri berusaha mengingat apa yang sedang terjadi.

Pipinya berat, terasa ada sesuatu yang hangat menempel. Ia ingin meraih sesuatu yang memberatkan pipinya itu, namun tangannya terkungkung.

'Astagah, ada tangan menekan pipiku. Apakah ini Reno? Aku dalam pelukan Reno?'

Putri memutar kepalanya ke samping, tiba-tiba hidungnya menghirup aroma parfum yang sangat ia kenal. Ia menyadari kalau wajahnya menyentuh perut seseorang. Semakin ia sadar kalau kepalanya ada di atas paha.

'Oh, tidak! Aku harap ini hanya mimpi.'

Ia mulai menduga kalau sekarang dirinya berada dalam dekapan tangan Marko yang mengekang tangannya.

'Apa-apaan ini?'

Putri terbangun dengan kaget, tak sadar ia berteriak dalam dekapan pria 32 tahun itu, "Aaaaaarrkh!!! Ini tidak mungkin."

'Aku menghabiskan malam bersama suami orang ini?'

"Hmmm" Marko mendehem santai melepas tangannya. Anggap saja dia sudah memeluk Putri semalaman. Putri pun semakin sadar kalau ini bukan mimpi, dan sebenarnya ia berharap ini hanyalah mimpi.

"Kamu sudah bangun?" Ucap Marko santai.

Bukannya panik, kaget atau apapun namanya. Ia malah enteng merapatkan punggung tangannya di kening Putri.
Refleks Putri menepis tangannya yang tak merasa berdosa itu.

Canggung.

Setelah kejadian pagi tadi, Putri tidak bisa konsentrasi mengikuti perkuliahan hari ini. Apalagi pembawa materinya adalah Pak Wahap. Biasanya ia mengantuk, tapi kali ini ia justru ingin mengantuk dan sialnya rasa itu tidak bisa hadir.

Ia ingin sekali melupakan kejadian bodoh itu.

'Ini semua kesalahanku, aku yang memutuskan untuk ikut dengan laki-laki itu.'

Ekor matanya melirik Marko yang tumben sekali duduk di sampingnya kali ini. Andai saja ada yang mau bertukar tempat dengannya, mungkin sudah ia lakukan. Tapi jangankan bertukar tempat, bicara saja ia tidak ada niat.

Saatnya pulang. Rencananya sudah mantap untuk pulang paling belakangan. Kalau biasanya Putri keluar ruangan lebih dulu daripada yang lain, kali ini gilirannya untuk keluar paling lambat. Anggap saja ia sudah tobat pura-pura ke toilet setelah absen lalu pura-pura lupa jalan kembali ke ruangan.

Putri tiba-tiba teringat apa kata Miranda. "Jadi kamu baper, gitu,?"

Tidak, Putri tidak mau mengingatnya lagi. Omongan Miranda itu lebih seram dari semua cerita horror yang pernah ia saksikan.

Seluruh teman kelas keluar berbondong-bondong saling dorong tak sabaran ingin pulang. Putri jadi gemes, harusnya ia ada dalam rombongan itu. Sekarang ia masih duduk tak berani melirik ke samping karena dirinya yakin di sana ada Marko.

'Bisakah kau keluar sekarang Marko? Aku hanya berani mengusirmu dalam hati.' Gumamnya dalam hati.

"Lapar?" Satu kata keluar dari mulut Marko mampu mengguncang darah membuat napas gadis berbadan mungil itu tak beraturan. Ia merasa belum pernah merasakan hal seperti ini.

Mencintai Hingga LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang