05

2.9K 251 3
                                    


Sudah berjalan 2 hari pernikahan ku, aku kembali untuk bekerja begitu juga dengan taehyung, kami sibuk dengan dunia kami masing-masing.

"Nanti jangan sampai kecapekan, jaga tubuhmu agar tetap fit, jangan sampai lupa minum obat yang sudah aku berikan kemarin. Jangan sampai terlambat! Apa kamu mengerti?!" Menaikan dasi merah maroon yang melingkar sempurna di ceruk lehernya, mengusap kedua sisi bahunya  'Perfect'  pujian untuk diriku sendiri.

Pria Kim itu hanya menarik sudut bibirnya, netranya sedari tadi tidak berpaling dariku. Entahlah, apa yang sedang ia pikirkan saat ini.

"Iya, nyonya Kim" mencubit pipi cubby ku gemas, aku hanya meringis kesakitan "Baiklah, aku berangkat dulu. Nanti siang aku akan menyusul mu, kita akan makan siang bersama" mengusap pucuk kepalaku lembut, lalu melangkah pergi, belum sempat aku membuka suara. Taehyung sudah berbalik badan, menatap ke arahku.

"A-a-a... tidak ada penolakan, aku tetap akan menyusul mu nanti" melanjutkan langkahnya.

"Aish, dasar pria itu" gerutu ku, lalu ku hentakan kaki ku kasar menuju kamar mandi.

.
.
.

Wanita berambut hitam nan panjang  itu masih saja berkomat-kamit, mulutnya tidak berhenti sedari tadi, menghujani ku dengan berbagai pertanyaan. Aku menghentikan aktivitas membaca ku, ku pijat sekilas kening ku yang sedikit pusing akibat wanita itu, kesal diriku dengan wanita yang satu ini, aku seperti tahanan saja yang sedang di interogasi.

"Bagaimana malam pertamanya?"

"Apa kamu sudah bermain dengannya"

"Apakah pria kim itu sangat romantis?"

"Dia bermain lembut atau bermain dengan secara kasar?"

Itulah beberapa pertanyaan yang dia ajukan, sungguh apa yang sedang dia pikirkan saat ini? Kenapa bisa muncul pertanyaan seperti itu?

"Tzuyu" diam sejenak, lalu menatapnya tajam. "Bisakah kamu tidak mengganggu ku? Aku sedang bekerja" jelas ku, lalu manik ku fokus lagi ke map laporan.

"Baiklah, unnie— tapi kamu berhutang cerita padaku" melenggangkan langkahnya dari ruangan ku, masih dapat kudengar suara tawanya yang pecah, dasar hoobae tidak tahu diri. Ku remas kertas yang aku pegang, sedari tadi aku menahan umpatan yang rasanya ingin aku keluarkan.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 13.42, namun sang empu belum juga menampakan dirinya, ku dudukan diriku di sekitar bangku yang ada di depan rumah sakit, mungkin dia sedikit terlambat.

Sudah beberapa menit, dia belum datang juga, apa dia begitu sibuk? Jam makan siang juga sudah usai. Menghela nafasku kasar, aku dengan berat hati kembali untuk bekerja.

Hari ini jadwal ku tidak terlalu padat, jadi aku memutuskan untuk beristirahat dikamar pasien, duduk diam di ranjang sembari memikirkan berbagai pikiran yang sedang menumpuk di kepalaku.

"Apa aku mencintai pria itu?"

"Tapi, apa dia juga mencintai ku?"

"Apa pertanyaan malam itu sungguhan?"

"Arghh, sial! Ingat nay, ini hanya pernikahan palsu"

Ini sangat mengganggu ku, aku kira berpura-pura menjadi istrinya adalah hal yang mudah, menjalankan peran lalu selesai. Tapi dugaan ku ternyata salah, ini sangat sulit, sepertinya aku sudah menaruh hati padanya.

.
.
.

Menatap langit kamar kosong, mencoba menetralkan pikiran ku, membenamkan kepala ku di bantal empuk ini.

'Cklek'

Suara terbukanya pintu membuat aku terkejut, lalu menatap ke arah pintu tersebut, dapat kulihat pria ber-setelan jas hitam itu berdiri tegap. Menghampiri ku, lalu menarik tangan kananku digenggamnya erat, dia mengelus punggung tangan ku lembut.

"Maaf, aku tadi tidak mengabari mu" titahnya, suaranya dapat kudengar seperti khawatir. Akupun menyunggingkan bibir ku, ku tatap wajah siluet itu.

"Tidak apa-apa, kamu pasti sibuk sekali" jelas ku, mencoba membuatnya tenang.

"Tapi, aku merasa  bersalah nay, aku sudah berjanji tadi" keluhnya, menunduk tak berani menatapku.

Menghela nafasku, menaikan dagu nya agar sejajar dengan wajahku, setiap sisi wajahnya ku amati satu-persatu, cukup sempurna.

"Kenapa kamu merasa bersalah? Jangan begitu, kita kan teman. Jadi biasa saja" teman? Iya teman, hanya sebatas teman atau lebih tepatnya dokter dengan pasien. Aku berani mengucapkan kata-kata itu, agar aku tidak bermimpi untuk mendapatkan pria Kim ini.

Dia menatap ku dengan tatapan yang tak dapat aku artikan, manik nya perlahan mengeluarkan buliran air yang mulai membasahi pipinya, reflek aku mengusap air matanya.

"Kamu kenapa, tae?" Tanyaku khawatir, apa perkataan ku salah? Apa aku menyakitinya? Tidak, tentu saja tidak. Perkataan ku itu fakta, tidak ada yang salah, mungkin dia sedang memikirkan hal lain.

Dia menggeleng, sebelum menyingkirkan tangan ku "Aku tidak apa-apa, ini sudah larut, sebaiknya kita pulang"

Aku heran dengannya, tumben dia pergi mendahului ku, biasanya dia menunggu ku. Ada apa dengan pria itu?

.
.

Aku dibuat heran kembali, pasalnya dia tidak membukakan pintu mobil. Ah, biarkan saja, toh aku masih punya kedua tangan untuk dipergunakan, jangan manja nayeon.

Didalam mobil suasana sangat hening, taehyung sedari tadi fokus dikemudinya, sedangkan aku hanya menatap sekitar jalanan yang masih ramai.

"Tae.." panggilku memecah keheningan ini.

"Ada apa?" Mengersap saliva nya dalam sebelum menoleh ke arahku, menatap ku dengan iris mata hitam tebal.

"Apa obat mu sudah kamu minum tadi?"

"Sudah, dokter" kembali fokus ke kemudinya, dingin yang aku rasakan. Apa perkataan ku salah tadi? Aku masih saja berpikir seperti itu.

.
.
.

Usai membersihkan diri, aku merebahkan tubuhku di kasur, meregangkan otot-ototku lalu mencari posisi yang nyaman. Dapat kulihat dari sana, pria itu masih berotak-atik dengan layar pipih itu, sesekali memeriksa kertas yang aku rasa penuh dengan kalimat yang membosankan.

"Masih banyak pekerjaan mu?" Tanyaku padanya, dia hanya mengangguk tanpa menatapku sama sekali.

"Lanjutkan besok saja, ini sudah larut" tanyaku kembali.

Kedua kalinya ia menjawab hanya dengan anggukan, aku kesal, dia tak menanggapi ku sama sekali. Menghela nafas kasar, menahan kalimat umpatan mencoba untuk mengontrol mulut ini agar tidak keterlaluan.

Merengkuh tubuh ku dengan tiba-tiba, dapat ku cium aroma parfum Terre d'Hermès.

Mengusap rambutku lembut, tangan kekar itu kini melingkar sempurna di bagian punggungku.

"Maaf membuat mu kesal, sekarang tidurlah, ini sudah larut" gumam nya dengan suara serak khas miliknya, membuat indera Pendengaran ku tenang. Sedang aku hanya mengangguk lalu membalas pelukan darinya.

Hening, kami berdua larut dalam pelukan ini, hingga tertidur saling menyelami dunia mimpi masing-masing.

.
.
.

Pagi ini mood ku sedang tidak baik, entahlah ada saja yang membuatku seperti ini, pikiran ku selalu melayang diotak ku, menghantui ku dengan berbagai pertanyaan.

Sampai kapan aku akan seperti ini? Aku ingin menjalani hidup dengan normal, seperti dulu, aku sangat menyesal menerima pernikahan palsu ini, jika tahu seperti ini aku sudah akan menolaknya.

Sekarang aku terjebak dalam labirin stigma mu, yang mencoba untuk menahan agar tidak jauh dari mu. Menahan ku dalam belenggu hatimu, ini sungguh menyiksa, tapi mengapa begitu indah yang aku rasakan? Ku mohon rasa ini hancurkan.



My Fake Husband[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang