Malam itu Jiyeon menghabiskan waktu bersama Myungsoo sambil menikmati pemandangan kota Jakarta yang tampak hidup dengan kilauan berbagai warna.
Mereka menyempatkan diri ditengah-tengah kesibukannya menyiapkan pernikahan juga pekerjaan menumpuk di kantor.
Beruntung berkat teman-teman Jiyeon persiapan pernikahannya terasa lebih mudah. Sama seperti IU dulu, mereka pun membantu Jiyeon dengan senang hati.
"Lusa kamu udah mulai cuti kan?" tanya Myungsoo setelah menyesap moccacino pesanannya.
"Iya, bakal kangen deh aku sama anak-anak kantor," keluh Jiyeon yang disambut kekehan pelan dari Myungsoo.
Sebenarnya Myungsoo sudah pernah meminta Jiyeon untuk berhenti berkerja saat mereka nanti resmi menikah, tapi Jiyeon menolak.
Katanya ia tidak mau menjadi nyonya Kim kalau hanya duduk diam saja di rumah. Jiyeon itu mudah bosan.
"Kamu tau kan kalau Hwayoung udah ngundurin diri?" tanya Myungsoo membuat wanita di depannya mengangguk.
"Kenapa? Kamu kangen sama Hwayoung?" tuduhnya dengan mata yang menyipit curiga.
"Astaga nggak lah, bukan itu yang mau aku omongin."
"Terus?" Jiyeon masih menatapnya curiga. Sekarang ia sudah leluasa berbicara dengan Myungsoo tidak secanggung dulu, walau saat di kantor sekat antara dirinya dengan Myungsoo tetap ada.
Jelas saja karena Myungsoo tetaplah atasan Jiyeon.
"Karena kamu keras kepala pengen tetep kerja, aku mau nawarin sesuatu sama kamu. Itupun kalau kamu mau."
"Nawarin apa?"
"Ngegantiin posisi Hwayoung. Emang sih udah ada penggantinya, tapi itu gampanglah biar nanti aku urus. Aku maunya kamu yang jadi sekretaris aku." Mata Jiyeon langsung berbinar.
"Seriusan?"
"Iya kalau kamu mau?" Kepala Jiyeon sontak mengangguk dengan antusias.
"Mau lah, mana mungkin aku nolak. Dari dulu aku pengen nyobain jadi sekretaris di kantor-kantor gede terus punya CEO ganteng terus pacaran sama dia kaya di novel-novel," ujar Jiyeon tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
"Kebanyakan baca novel kamu."
"Ih biarin dong, tapi sayangnya CEO yang didepanku ini yang juga sebentar lagi jadi suamiku bukan CEO dingin, playboy yang bisa naklukin cewek dalam sekali tatap."
"Emangnya kamu mau punya cowok kaya gitu?"
"Mau dong. Bisa naklukin bad boy itu suatu kebanggan tersendiri tau."
Myungsoo menurunkan badannya dan menatap Jiyeon tepat di bola matanya.
"Apa aku harus berubah jadi cowok kaya gitu biar kamu suka sama aku?"
Sekilas Jiyeon seolah tenggelam ke dalam sorot mata teduh milik Myungsoo.
Ia begitu menyukai kedua mata itu.
"Nggak usah." Kepalanya menggeleng pelan. "CEO yang ada di depanku ini juga nggak kalah keren dari CEO yang ada di novel-novel, malah lebih keren kayanya, soalnya nyata bukan imajinasi penulis doang. Udah gitu baik lagi, sering senyum yang bikin anak perawan jejeritan. Kamu nggak usah berubahpun aku udah suka sama kamu, soalnya sekarang tipe cowokku berubah dari bad boy jadi good boy."
Myungsoo tertawa geli mendengar penuturan Jiyeon dengan wajah polosnya.
"Kamu itu lucu ya?"
"Aku emang lucu dari dulu, gemesin lagi." Jiyeon tersenyum lebar saat Myungsoo mencubit pipinya.
"Besok aku urusin semuanya biar nanti abis kamu balik dari cuti kamu bisa langsung jadi sekretaris aku, tapi selama cuti kamu harus belajar gimananya jadi sekretaris dan apa aja tugasnya."
"Siap pak bos!" jawab Jiyeon sambil memberikan pose hormat pada Myungsoo.
"Bilangin sama temen-temen kamu, makasih udah bantuin kita. Aku juga mau minta maaf sama kamu karena gak bisa bantu banyak. Aku harus nyelesain semua kerjaanku biar nanti bisa liburan sama kamu." Suara Myungsoo terdengar lembut membuat Jiyeon semakin jatuh cinta kepadanya.
"Iya nanti aku sampein. Oh iya, aku suka pantai loh terus aku juga pengen nyobain main ski, pengen naik kapal pesiar sambil makan malam romantis."
"Ini kamu lagi ngode apa gimana?"
"Nggak, aku gak suka ngode. Ini aku lagi ngasih tau kamu kali aja bisa dijadiin referensi buat bulan madu."
Myungsoo lagi-lagi tertawa. Meski belum lama mengenal Jiyeon, tapi ia bisa merasakan kenyamanan saat bersamanya.
Jiyeon itu berbeda.
Dia spesial.
"Oh iya satu lagi!" seru Jiyeon heboh. "Aku pengen naik motor keliling Jakarta kaya Dilan sama Milea."
"Kaya anak SMA aja, lagian kan Dilan Milea motoran di Bandung bukan Jakarta."
"Ya nggak apa-apa, kita kan adanya di Jakarta. Anggep aja Dilan Milea versi Jakarta."
"Kamu emang gak malu motoran kaya gitu?"
"Nggak lah aku malah seneng. Dulu aku pernah motoran keliling Jakarta sama Kak Minho tapi abis itu aku masuk angin terus diomelin sama Seungho." Jiyeon mengingat-ingat kembali kepingan memori saat ia masih berada di SMA dulu.
"Minho siapa? Mantan kamu?" Myungsoo menatap Jiyeon penasaran. Jiyeon memang sering menceritakan teman-teman SMAnya seperti Luna, IU, Seungho dan yang lainnya. Tapi baru kali ini Myungsoo mendengar nama Minho keluar dari mulutnya.
"Iya. Dia itu kakak kelas aku, cowok paling populer di sekolah. Banyak yang naksir sama kak Minho. Aku dulu sama Hwayoung juga pernah berantem gara-gara ngerebutin dia." Menyadari Myungsoo hanya diam saja, Jiyeon buru-buru menambahkan. "Tapi dia udah jadi mantan kok, semenjak dia lulus aku gak pernah kontekan lagi."
"Iya aku tau kok."
"Kamu gak cemburu?" tanya Jiyeon dengan mimik lucu.
"Nggaklah, aku ini bukan anak SMA lagi Jiyeon. Gak mungkin aku cemburu cuma karena hal-hal sepele kaya gini. Lagian aku tau kalau kamu cinta mati sama aku." Myungsoo berucap bangga membuat pipi Jiyeon bersemu.
"Ih pede banget."
Myungsoo tertawa. Ia merasa beruntung bisa mendapatkan wanita seperti Jiyeon.
-Ooo-
Nih yg kemarin pada minta momen Myungyeon udah aku bikinin ya walau gk terlalu manis kaya senyumnya Myungsoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suitcase [END]
Fanfiction[1993 Line stories] Lo adalah hero buat gue, tapi gue gak bisa jadi heroin buat lo. ©2018