"Gue denger dari Suga katanya Jiyeon sama Luna mau double date ya?" tanya Hongbin ketika Seungho tiba-tiba berkunjung ke studio fotonya.
"Ehm." Seungho hanya berdehem sambil mengamati beberapa lembar foto yang tadinya berceceran di meja kerja Hongbin.
"Lo gak apa-apa?" Seungho mengangkat wajahnya untuk menatap Hongbin.
"Hah, emang gue kenapa?"
"Lo mau ngebiarin Jiyeon sama direkturnya itu?"
"Kenapa gue mesti keberatan?" Seungho balik bertanya membuat Hongbin memutar bola matanya.
"Gak usah pura-pura bego. Kita semua juga udah tau kalau lo udah suka sama Jiyeon dari dulu." Seungho tak menjawab. Ia tahu kalau selama ini teman-temannya sadar akan perasaannya pada Jiyeon, tapi ia tak mungkin mengakuinya.
"Kenapa lo gak nyoba nembak dia aja sih." Seungho masih tak menjawab. Sudah berapa ratus kali ia mendengar kalimat serupa. Dulu Suga juga pernah menanyakan hal yang sama.
Ingatan Seungho kembali pada saat ia dan Jiyeon baru duduk di bangku kelas satu SMA.
Waktu itu Jiyeon dengan amat cerianya mengatakan kalau ia menyukai seniornya yang bernama Choi Minho. Seorang kapten basket sekaligus idola seluruh siswa perempuan di sekolahnya.
Seungho tak ambil pusing. Ia hanya menanggapi curhatan gadis itu seadanya. Sampai dimana Jiyeon tiba-tiba membuat perjanjian dengannya.
Perjanjian yang sebenarnya tidak pernah mau Seungho sepakati.
"Nah kita udah janji ya. Pokoknya kita gak boleh naksir satu sama lain terus kita bakalan sahabatan selamanya. Gue gak mau kehilangan sahabat kaya lo Seungho. Lo itu cowok terbaik yang pernah gue kenal. Pokoknya kalau Seungho suka sama seseorang, lo harus nyerita sama gue. Lo gak boleh main rahasia-rahasian."
Seungho masih ingat betul kata-kata yang diucapkan Jiyeon waktu itu. Kata-kata yang sangat menohok karena Jiyeon tidak tahu kalau Seungho sudah menyimpan rasa padanya dan berniat untuk mengungkapkannya dalam waktu dekat.
Tapi kata-kata itu membuat Seungho mengurungkan niatnya. Ia belum berani mengambil resiko untuk menyatakan perasaannya yang kemungkinan besar akan membuatnya kehilangan Jiyeon sebagai sahabatnya.
Lebih baik ia memendan perasaan selamanya dari pada harus kehilangan Jiyeon.
"Seungho woy!" Hongbin berteriak memecah lamunan Seungho.
"Kenapa?"
"Lo diajak ngomong malah ngelamun, gimana sih!" Hongbin merenggut kesal.
"Gue sama Jiyeon itu temenan Bin udah gitu aja," kata Seungho akhirnya.
Perjanjiannya dengan Jiyeon waktu itu memang perjanjian konyol yang dibuat mereka ketika SMA, tapi sebagai lelaki sejati Seungho ingin menghargainya. Ia tidak mau membuat Jiyeon terbebani karena perasaannya.
Walau sebenarnya dari awal Seungho sudah mengingkarinya karena rasa sukanya pada wanita itu.
"Basi lo." Hongbin mencibir pelan. "Kalau lo gak bertindak sekarang lo bakal kehilangan Jiyeon selamanya. Emang lo mau seumur hidup cuma jadi temen dia doang?"
"Gue gak apa-apa Bin, udah gak usah dibahas lagi."
"Lo jadi cowok terlalu naif!" Hongbin jadi kesal sendiri. Ia tidak tahu menahu soal perjanjian Seungho dengan Jiyeon.
***
Jiae masih kesal pada Suga akibat pertengkaran mereka kemarin. Karena itulah seharian ini ia terus mengabaikan Suga.
Tak satupun dari pesan Suga yang dibalasnya. Ia juga menolak ketika Suga mengajaknya makan malam.
"Lo lagi berantem sama Suga?" tanya Dasom saat melihat Jiae yang masih setia memasang wajah masam sejak wanita itu datang ke butiknya.
"Tau dah!"
"Kalau lo mau curhat gue siap dengerin. Kali aja gue bisa bantu." Jiae menatap Dasom lama. Menimbang-nimbang apa ia harus menceritakan masalahnya pada Dasom atau tidak.
Wanita itu kemudian mengembuskan napas kasar. "Iya kemarin gue berantem sama Suga." Setelah itu mengalirlah semua cerita tentang kejadian kemarin. Dimulai Luna yang menceritakan makan malamnya, lalu ide untuk menjodohkan Jiyeon dan Myungsoo sampai pertengkarannya dengan Suga.
Dasom mendengarkannya dengan baik. Ia sempat terkejut dengan fakta bahwa Jonghyun dan Myungsoo itu bersaudara.
"Lo kalau jadi gue sebel gak sih Som?" tanya Jiae diakhir ceritanya. Emosinya meningkat dua kali lipat.
"Iya sih gue juga pasti kesel. Lagian bener kata lo, kalau Seungho emang suka sama Jiyeon kenapa dia gak nembak dari dulu coba."
"Nah kan. Gak tau tuh si Suga ngotot banget. Sebel gue jadinya."
"Biasa sih cowok emang kaya gitu." Jiae melipat kedua tangannya sambil mengangguk setuju.
"Eh tapi itu Jiyeon beneran mau double date sama Luna. Emang si Pak Myungsoonya itu udah setuju?" tanya Dasom dengan raut penasaran.
"Gak tau sih. Luna belum ngasih kabar lagi."
"Semoga berhasil ya. Gue seneng kalau Jiyeon bisa sama Myungsoo."
"Iya semoga aja. Gue juga bakal seneng." Fix kita tim Myunyeon," kata Jiae.
"Myungyeon?"
"Myungsoo Jiyeon." Jiae nyengir lebar sebelum keduanya tergelak dalam tawa.
-Ooo-
Sori kemarin gak ngepost
Aku ketiduran hehe ✌
KAMU SEDANG MEMBACA
Suitcase [END]
أدب الهواة[1993 Line stories] Lo adalah hero buat gue, tapi gue gak bisa jadi heroin buat lo. ©2018