Untitled - 9

4.1K 641 25
                                    




📖









Jeno menatap nanar pada sebuah gundukan tanah yang masih basah di hadapannya. Di sebelahnya, Renjun memegangi payung hitam besar sembari sesekali menghembuskan nafas berat.


Tak jauh dari tempatnya berdiri, Haechan yang masih terisak keras dengan Lucas yang memeluk kedua bahunya, berusaha menopangnya agar tidak terjatuh. Sedangkan di sisi lainnya, Yuta dan Winwin hanya terdiam mematung.


Suasana upacara pemakaman semakin bertambah syahdu ketika hujan turun semakin deras. Membasahi setiap tangkai bunga azalea yang bertebaran di atas gundukan tanah yang menjadi tempat beristirahat terakhir orang yang mereka sayangi saat ini.


Ketika semua orang sudah mulai melangkahkan kakinya berjalan pulang, namun tidak dengan ketiga pasang anak manusia yang tampaknya masih enggan beranjak dari sana.


Winwin mengusap bahu Yuta dengan lembut seraya mengangguk kecil. Yuta balas mengangguk dan berjalan menghampiri Haechan yang masih saja terisak.


“Aku pulang dulu,” pamitnya sembari menepuk bahu Lucas.


Lalu ia beralih pada Jeno dan Renjun. Ditatapnya kedua wajah kedua lelaki yang sudah dianggap adiknya sendiri itu dengan sendu. “Aku titip Haechan. Kalian harus saling menguatkan. Maaf, aku harus pulang duluan. Yangyang tidak ada yang menjaga di rumah.”


Jeno mengangguk tanpa menoleh pada Yuta yang sedang memegangi lengan kirinya dengan erat. Sementara Renjun ikut mengangguk sembari mencoba mengukir sebuah senyuman yang terasa sangat kaku di wajahnya.


Sepeninggal Yuta, keempatnya memutuskan untuk berpamitan yang terakhir kalinya pada orang yang mereka sayangi yang sedang tertidur pulas di dalam sana.


Sekali lagi, Lucas harus menahan tubuh Haechan yang tampaknya sudah tidak sanggup berdiri saat keempatnya melangkah meninggalkan tempat pemakaman itu menuju parkiran mobil.


Keempatnya berpisah; dengan Haechan yang bersama dengan Lucas, setelah saling mencoba tersenyum menguatkan satu sama lain seperti pesan Yuta.


Dengan tatapan kosong, Jeno masuk ke dalam mobilnya. Duduk di kursi pengemudi kemudian menatap hampa pada hujan yang masih turun dengan deras. Dilihatnya mobil Renjun dan Lucas sudah berjalan mendahuluinya untuk pulang. Sedangkan ia masih terdiam di dalam mobilnya dengan kesunyian yang mengepung seolah perlahan mencekik lehernya.


Jeno melirik jam di dashboard​; 16:07.


Ia kemudian menyalakan mesin mobilnya dan mengemudi dengan perlahan, meninggalkan kompleks pemakaman yang semakin terlihat mencekam.


Mengucapkan perpisahan memang bukan keahliannya sedari dulu. Masih jelas di dalam kenangannya tentang bagaimana ia menangisi Fudo, anjing jenis Doberman yang sudah ia pelihara sejak kecil. Bagaimana rasanya ketika Fudo menghembuskan nafas terakhir di usia senja di dalam pelukannya. Saat itu ia memerlukan hampir tiga bulan untuk melewati masa berdukanya.


Lalu, bagaimana ia akan melewati ini?


Apa dia bisa?


Apa dia harus bisa?


Kenapa dia harus bisa?


Kapan dia akan terbiasa?


Dan, siapa yang akan membuatnya terbiasa?









The Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang