Flashback - 1

3.7K 557 35
                                    




📒









Jaemin sudah menunggu Haechan hampir satu jam lebih di depan etalase kaca besar toko perlengkapan bayi siang ini.


Dia mulai berkeringat dan mulutnya tidak berhenti menggerutu sedari tadi. Tak ayal beberapa kalimat sumpah serapah, sempat terlontar dari sana.


Semenit kemudian, seunit taksi kuning berhenti di seberang jalan. Segera setelah itu, ia disambut oleh wajah berseri Haechan; menyeringai sembari melambaikan tangan.


“Kau sengaja ingin menyiksaku atau apa??” Jaemin sibuk menggerutu sementara Haechan sibuk mengacak-acak isi pouch cokelatnya; mencari sesuatu.


“Aku benar-benar minta maaf, Nana. Tetapi jangan salahkan aku, salahkan Jeno. Dia yang membuatku tertahan di ruang rapat. Dia bersikeras bahwa aku harus bergabung untuk proyek berikutnya dengan Grup Kang.” Haechan menjawab dengan cepat selagi tangannya menyeka dahi Jaemin yang penuh dengan keringat dengan sapu tangannya.


Jaemin memutar bola matanya malas. “Jangan bertingkah seperti bos besar! Katakan itu pada yang mulia Lee Jeno!”


Haechan tertawa kecil melihat bibir Jaemin yang mengerucut. “Ayolah, kita harus bergegas. Aku hanya punya waktu satu jam sebelum kembali ke kantor.”


Begitu mereka memasuki toko, mereka disambut dengan angin dingin dari pendingin ruangan. Cukup sejuk untuk menghilangkan wajah kesal Jaemin. Dan itu juga berkat bantuan alunan back sound yang mengalunkan musik klasik.


“Siapa yang melahirkan?” tanya Jaemin, sementara Haechan sibuk memilih beberapa pasang kaus kaki bayi.


“Istrinya Tae-Eun.”


“Tae-Eun? Moon Tae-Eun? Teman sekelas sekolah menengah kita?”


“Eoh! Mana yang lebih bagus? Baby blue atau emerald green?" tanya Haechan sambil menunjukkan dua pasang kaus kaki mungil di hadapan Jaemin.


“Biru,” jawab Jaemin cepat, dan mendecak kesal karena ia tidak mendapatkan perhatian dari Haechan.


“Aigooo... oke, begini saja, kau bisa duduk di sana—Haechan menunjuk sofa putih di sudut toko—aku berjanji tidak akan lama.”


Jaemin mengangguk. “Jangan terlalu lama, janji??” gerutunya seraya berjalan menuju sofa.


Ketika Haechan melihat sahabatnya itu sudah duduk dengan tenang di sofa sambil memainkan sesuatu di ponselnya, ia akhirnya bisa menghela nafas lega, sekarang ia bisa melanjutkan mencari hadiah dengan tenang.

The Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang