Untitled - 8

4.6K 676 33
                                    




📖









“Ah, Jeno-ya!” seru Yuta dengan tangan melambai heboh pada Jeno yang baru memasuki kedai mie kepunyaan Taeyong.


Dengan langkah lebar, si Pemuda Lee itu menghampiri sang kakak ipar yang kini tengah menikmati segelas teh hangat.


“Maaf aku terlambat. Meeting-nya berjalan lebih lambat dari yang aku perkirakan,” tutur Jeno sembari melepas mantelnya.


Yuta tersenyum simpul. “Aku juga baru sampai. Tadi Taeyong sempat menemaniku sebentar sebelum kembali ke pantries.”


Jeno mengangguk; mengiyakan. Kemudian ja mengalihkan pandangannya ke sekeliling kedai yang baru dibuka sekitar satu bulan yang lalu; penataan kursi dan meja sungguh sangat menarik perhatiannya, dan interior ruangan yang terkesan homey membuat pelanggan akan merasa betah dan nyaman untuk berlama-lama.


“Apa Taeyong Hyung bekerja sendirian?” tanya Jeno memecah kecanggungan di antara keduanya.


“Ya, Ten mana bisa memasak? Yang ada malah Taeyong yang tambah kerepotan karenanya.” Yuta terkekeh seraya menyesap teh hangatnya yang masih mengepulkan sedikit uap panas.


“Ada apa Hyung memanggilku ke sini?” tanya Jeno yang langsung membuat Yuta sedikit terkejut.


Souzou doori! Lee Jeno. Selalu melupakan basa-basi,” goda Yuta sambil mengerling pada Jeno yang terseyum simpul.


“Apa yang terjadi kemarin lusa?” lanjut Yuta.


Jeno terdiam sejenak, mencoba mencari alasan yang sekiranya tepat agar kakak iparnya ini tidak berpikiran aneh-aneh kepadanya.


“Umm...” Jeno melemparkan pandangannya kesegala arah kecuali pada Yuta.


“Katakanlah, aku tidak akan berpikir macam-macam ... atau terpancing emosi.”


Dengan sebuah tarikan nafas panjang, Jeno menjelaskan yang terjadi kemarin lusa; tentang Jaemin yang kembali menyakiti dirinya sendiri di rumah.


“Kupikir dia sudah tidak apa-apa,” gumam Yuta lirih, mendekap kedua tangannya di dada.


Jeno menghela nafas panjang. “Maafkan aku, Hyung. Aku yang tidak becus menjaganya.”


Yuta menggeleng, mengulurkan tangannya dan mengusap kepala Jeno dengan lembut. “Kau sudah berusaha dengan baik, Jeno-ya. Aku sungguh berterima kasih padamu.”

The Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang