Flashback - 2

3.1K 515 18
                                    




📒









Di seunit studio apartement di pinggiran kota Seoul, terlihat sepasang muda dan mudi tengah duduk terdiam, tanpa ada yang memulai untuk berbicara sejak satu jam yang lalu.


Sang pemuda dengan wajah lesu dan kusut itu menggeser posisi duduknya, mendekat kepada seorang gadis yang tengah menahan isak tangisnya yang hampir pecah.


“Maafkan aku...” mohon pemuda itu dengan lirih, hampir tidak terdengar.


Gadis itu menggeleng cepat. “Tidak! Jangan meminta maaf lalu kau meninggalkan ku begitu saja. Aku tidak mau! Ini tidak adil!”


Helaan nafas berat keluar dari bibir sang pemuda yang kini nampak semakin kusut.


“Aku tidak bisa,” lirih pemuda itu seraya meraih kedua tangan gadis yang kini mulai terisak di sebelahnya.


“Kau harus bisa, kau harus melakukannya, bukan untukku,” ujar gadis itu di sela isak tangisnya.


“Aku tidak bisa memilih, sungguh. Apa yang harus aku lakukan?” Pemuda itu semakin frustasi dengan apa yang sedang keduanya bicarakan saat ini.


Gadis itu menatap kedua mata pemuda yang kini bersimpuh di hadapannya dengan sendu. “Y-yang harus kau lakukan hanya bertanggung jawab, M-Mark.”


















Sementara itu, di kediaman keluarga Na sedang ramai merayakan ulang tahun sang kepala keluarga sore ini.


Beberapa sahabat turut diundang untuk sekedar berbincang dan makan malam bersama di halaman belakang rumah.


Jaemin sendiri kini sibuk membantu Ayahnya memotong sayuran dan menyiapkan daging untuk acara barbeque nanti.


“Jaemin-chan!! Jeno datang!” seru Yuta dari ruang tengah.


Jaemin meletakkan pisau dapur seraya mencuci tangannya kemudian menghampiri Jeno yang sudah duduk manis di ruang tengah bersama Taeyong dan Ten.


“Mana Injunnie?” tanya Jaemin sembari menebarkan tatapannya ke sekeliling.


“Astaga! Aku di sini, kau malah bertanya di mana orang sinis itu!” protes Jeno.


Jaemin terkekeh sebentar, lalu ia menghampiri Jeno dan memeluk sahabatnya itu dengan erat. “Kau cemburuan sekali, Lee,” godanya jahil.


Jeno menyunggingkan senyumnya. “Jika itu bisa membuatmu kembali tersenyum, kenapa tidak?”


Jaemin memukul lengan Jeno dengan gemas lalu ia mengerling pada Taeyong dan Ten yang sedari tadi cekikikan melihat tingkah Jeno yang sok manja. “Aku sudah tidak apa-apa. Lihat, aku masih tampan dan menarik,” ucap Jaemin seraya memamerkan deretan giginya yang putih.


Jeno hanya tersenyum simpul menimpali kalimat Jaemin barusan. Ia sangat mengerti kalau sahabatnya itu masih mencoba menutupi rasa sakit hatinya sendirian.


“Apa Hyung juga akan datang?” tanya Jeno yang kini mengekori Jaemin ke dapur.


Jaemin menghentikan langkahnya sejenak, bahunya menggedik pelan. “Mu-mungkin. Yuta-Nii bilang kalau dia mengundangnya datang. Yuta-nii tidak tahu apa-apa soal masalahku dengannya.”


The Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang