Untitled - 2

9.3K 1K 66
                                    




📖









“Nana-ya, apa kau tidak kedinginan?” tanya seorang pemuda berkulit tan dengan membawa sebuah selimut dari dalam kamar.


Jaemin menggeleng cepat, tersenyum manis. “Aku tidak kedinginan, Haechanie. Kau cerewet sekali seperti Eomma.”


Selimut yang dipegang Haechan, ia lemparkan dengan gemas pada pemuda manis yang masih asik menggambar di coffee table ruang tamunya itu.


“Jika kau sampai kedinginan dan terkena flu, Jeno akan mengomel tanpa henti selama satu minggu,” gerutu Haechan sembari duduk bersila di sebelah Jaemin.


“Sebelum Jeno mengomel, aku akan mamarahinya terlebih dahulu. Kau tenang saja,” ujar Jaemin sambil terkekeh melihat sahabatnya yang merengut.


“Hhh... terserah apa katamu.” Haechan menjeda, melirik jam dinding, “Apa kau tidak lapar, Nana-ya?” tanyanya seraya menyesap cokelat panas buatan Jaemin.


Jaemin menggeleng. Ia meletakkan pensil gambarnya dan melemparkan tatapannya keluar jendela. “Haechanie...”


“Hm?”


Sebuah helaan nafas panjang keluar dari bibir mungil Jaemin.


“Ada apa ?” tanya Haechan, atensi teralih dari layar ponsel pada sahabatnya.


“Ah, tidak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”


Haechan merapikan kertas-kertas gambar yang berhamburan dan menumpuknya rapi di sudut meja. “Katakan saja. Apa yang sedang kau pikirkan?”


Pandangan Jaemin masih belum terlepas dari luar jendela. Ia memandangi langit senja yang berwarna kelabu; tertutup awan tebal; berisikan rintik hujan sedari tadi siang.


“Kau demam?” Haechan menempelkan punggung tangannya di kening Jaemin dengan raut cemas. “Tolong katakan kau tidak demam. Lee Jeno sungguh akan mengomel dan pastinya akan langsung melarikan diri dari pekerjaannya sekarang juga. Anak manis jangan sakit ya...”


Jaemin terkekeh geli saat Haechan merapatkan selimut yang dipakainya sambil sesekali menggelitik pinggangnya.
“Hahaha! hentikan...”


“Kau sedang memikirkan apa? Apa kau sedang merindukan Jeno? Bukankah tadi dia sudah meneleponmu?”


Jaemin mendecak sebal. “Kau sungguh sangat cerewet sekali.”


“Eyyy! Lee Jaemin! Kau tidak boleh balas mengomel dan mengatakan kalau aku cerewet. Hanya Lucas ge saja yang boleh bilang begitu.” Haechan mengerucutkan bibirnya sambil mencubit kedua pipi Jaemin yang bersemu pink karena ditempa hawa dingin.


“Cepat katakan, kau sedang memikirkan apa. Demi Tuhan, aku akan mati penasaran jika kau terus-terusan menggodaku seperti ini.”


Jaemin melirik sebentar pada jam dinding bulat yang bertengger atas kabinet televisi. Ia mengedipkan matanya dua kali kemudian menatap kembali keluar jendela. Sungguh— sudah habis kesabaran Haechan menghadapi sahabat sedari kecilnya satu ini.


“Apa—”


“Aku hanya penasaran, kenapa setiap jam tertentu, aku selalu merindukan seseorang?”


The Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang