Untitled - 12

3.4K 556 12
                                    


📖









Dan terjadi lagi.


Jaemin terbangun di tengah malam dengan nafas yang memburu dan keringat membanjiri sekujur tubuhnya.


Ia bermimpi buruk lagi. Mimpi yang sama dan selalu terulang. Mimpi yang seolah terasa sangat nyata. Teriakan-teriakan itu, bunyi benturan keras itu, dan lirihan penuh kesakitan yang menyebut namanya. Semuanya sama.


Ia melirik jam di atas bedside table, masih pukul dua pagi. Kemudian ia berpaling, menatap seseorang yang sedang tertidur pulas memunggunginya. Nafasnya terhela nyaman setelahnya.


Sejenak terdiam, lalu dengan hati-hati ia turun dari dari ranjang dan beranjak keluar kamar.


Kini Jaemin terduduk di kursi meja makan dengan segelas teh earl grey dengan uap panas masih mengepul di permukaannya.


Ia menatap nanar pada dinding dapur dengan pikiran kosong sampai sepasang lengan melingkari tubuhnya dari belakang dan sebuah kecupan mendarat di puncak kepalanya—itu Jeno.


“Kenapa terbangun?” tanya Jeno sambil mengecupi sisi wajah Jaemin.


“Eung... tidak ada apa-apa.” Jaemin memutar tubuhnya, memeluk pinggang Jeno dan membenamkan kepalanya di perut Suaminya itu.


Jeno menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan. “Apa kau bermimpi buruk lagi?”


Jaemin mengangguk pelan.


“Ayo kembali tidur,” ajak Jeno sambil mengurai dekapannya pada Jaemin.


Jaemin mengangguk. Kemudian ia meletakkan mugnya ke dalam bak cucian piring seraya bergegas menghampiri Jeno, yang sudah menunggunya di depan pintu kamar.


Keduanya kini sudah saling berbagi kehangatan di sisi ranjang dekat jendela. Jeno memposisikan tubuhnya bersandar nyaman pada headboard sementara Jaemin duduk membelakanginya; bersandar di dada bidangnya.


“Jeno-ya...”


“Hm?”


Jaemin menengadahkan kepalanya, menatap Jeno dengan penuh tanda tanya.


“Ada apa, Deary?”


“Siapa itu Mark?”









📖









The Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang