Budayakan vote dan komen ketika membaca cerita
-----
"Begitu dekat, tapi tidak bisa diraih. Sangat membuat frustasi."
-----Damian mendesah lelah. Sudah dua hari ini Sania menghindar. Gadisnya tidak ingin bicara. Bahkan sudah dua malam Sania naik ke kamar tanpa menunggunya pulang. Sania memang bukan orang yang meledak-ledak bila marah. Namun diamnya kali ini lebih menyulitkan bagi Damian. Gadisnya marah karena dirinya.
Berkas di tangan dilemparkan begitu saja di atas meja. Damian tidak bisa berkonsentrasi bila situasi ini masih berlanjut. Semua orang bahkan tahu harus memberikan ruang bagi pria ini jika tidak ingin kena imbas. Kemarin, seorang office boy harus kehilangan pekerjaannya karena Damian tidak suka cangkir yang digunakan untuk menyeduh kopi. Padahal sehari-harinya, kopi yang diseduh menggunakan cangkir yang sama. Merasa tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya. Damian memutuskan bangkit, tidak lupa membawa jas kerjanya dan berlalu dari ruangan. Langkahnya terhenti saat membuka pintu.
Seorang wanita dengan gaun berwarna pastel dengan belahan dada rendah berdiri di hadapannya. Damian mengerutkan kening. Ekspresi tidak suka nampak jelas di wajah tampan berbanding terbalik dengan senyum sensual di depannya.
"Hai, sayang."
Wanita berambut merah itu berjalan memasuki ruangan. Mengabaikan ekspresi tidak suka pria di depan pintu. Seolah hal biasa, wanita itu menempatkan pantat sintalnya di sofa yang tersedia.
"Tidak menyambutku, eh?"
"Sekarang apa yang kau inginkan, Tanti?"
Damian mendesis, menahan diri untuk tidak menyeret wanita itu keluar dari ruangannya.
"Selalu pertanyaan seperti itu."
Tanti memutar matanya, menatap bosan pada Damian. Senyum miring tercetak di bibir kala melihat sorot Damian yang menggelap.
Tanti selalu tahu cara menakhlukkan Damian.
Damian menutup pintu di belakangnya. Membatalkan niat semula. Setelah mengunci pintu, dengan langkah tenang berjalan mendekati sofa. Tatapan tajam tetap mengunci sosok menggoda di depanya. Di tempatnya, Tanti tersenyum dalam hati melihat sorot penuh kuasa yang di tebarkan Damian.
Wanita itu berdiri, ikut memangkas jarak di antara keduanya. Tangan kanan Tanti terangkat, menyentuh dada bidang yang masih terbalut kemeja putih. Senyumnya menggoda mengamati kemana arah pandangan pria di depannya.
"Wanna play, daddy?"
Suara serak Tanti terdengar saat ujung sepatu keduanya sudah bersentuhan.
-----
Sania mendesah, sekali lagi memperhatikan jam di ruang tamu. Sudah tengah malam dan ayahnya belum pulang. Dirinya cemas, tentu saja. Walaupun dua hari ini dia selalu berada di kamar setiap Damian pulang ke rumah. Sania selalu memperhatikan ayahnya. Dia tahu, ayahnya kesulitan karena aksi diam yang dilakukannya. Namun Sania butuh waktu untuk berpikir. Memikirkan nasibnya bila orang tuanya benar-benar berpisah.
Suara mobil mengalihkan lamunan Sania. Setengah berlari menghampiri pintu depan. Sania tidak sabar bertemu dengan pria yang dua hari ini dihindarinya. Pintu terbuka bersamaan dengan munculnya sosok yang sudah ditunggu sedari tadi melegakan perasaan Sania saat itu juga.
"Daddy."
Sania berujar lirih saat Damian nyaris berlalu tanpa memperhatikannya. Pria itu tampak berantakan malam ini. Jas kerja di jinjing di tangan kanan. Kemeja yang keluar ujungnya dengan lengan di gulung sebatas siku dan dasi yang sudah tidak ada di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian's Love
RomantikBudayakan follow sebelum membaca. Cerita kolaborasi, cerita awal oleh akun @pussy_berry a.k.a @fana_merah_jambu a.k.a @eleutheria_mo (doi suka ganti-ganti nama akun) yang akan diselesaikan di akun ini. Cerita ini tidak plagiat, mencuri, meniru, meni...