💍Damian's Love | Part 3

7K 379 7
                                    

Budayakan vote dan komen ketika membaca cerita

-----

"Menyadari kamu berada di sampingku sudah menjadi suatu kebiasaan"

-----

"Daddy."

Sania mengetuk pintu kayu di depan. Memeriksa apakah tindakannya memangganggu atau tidak. Damian yang sedang membaca laporan mengalihkan perhatian pada pintu ruang kerja yang memang tidak tertutup dari awal. Sania berdiri disana, sudah lengkap dengan gaun tidurnya. Damian melirik jam di dinding. Hampir tengah malam.

"Ada apa, sayang?"

Tangan kanan Damian melambai, mengijinkan Sania memasuki ruangan.

"Kemarilah."

"Aku tidak bisa tidur, daddy."

Damian mengernyit tidak suka. Seharusnya Sania sudah tidur sejak tadi. Sejak malam berhujan, keduanya beberapa kali tidur bersama terutama ketika Sania mengalami gangguan tidur. Malam ini Damian memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan hingga dia tidak keluar dari ruang kerja sejak selesai makan malam.

Berkas yang semula menarik langsung terasa membosankan begitu aroma harum memasuki indra penciuman Damian. Sania selalu memiliki aroma yang harum, percampuran antara mawar dan bedak bayi yang selalu berhasil menggoda Damian di dalam sana.

"Daddy minta maaf Sania, ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan malam ini."

Tatapan Damian melembut, memperhatikan gadisnya yang berdiri di tengah ruangan dengan gaun tidur yang menggantung lembut di tubuhnya. Dalam hati Damian bersyukur ada meja yang memisahkan mereka.

"Tunggulah sebentar, kamu bisa berbaring di sofa itu, sebentar lagi daddy selesai."

Setelah mengangguk, Sania beranjak ke sofa panjang di sisi lain ruangan yang memang terasa empuk untuk diduduki. Ukurannya yang cukup panjang sebenarnya menggoda Sania untuk berbaring di atasnya apalagi dengan bantal besar yang memang sengaja diletakkan di sana oleh Damian untuk berbaring bila lelah bekerja.

Damian kembali fokus pada pekerjaannya, berusaha secepat mungkin menyelesaikan sebelum Sania terjaga semakin larut. Dari balik bulu mata, Damian memperhatikan Sania yang mencari posisi nyaman di atas sofa, gadis itu rupanya menemukan bacaan yang menarik minatnya. Dalam hitungan menit, keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Keheningan yang terasa setelah beberapa menit membuat Damian mengangkat kepala. Keputusan salah karena Damian kembali dibuat terpesona dengan apa yang matanya tangkap.

Tubuh indah itu terbaring di atas sofa dengan sebuah buku di pangkuan. Damian merapikan berkasnya, berjalan mendekat berusaha tidak menimbulkan suara. Damian mengambil waktu sebanyak mungkin untuk mengamati wajah tenang Sania. Gadis itu semakin cantik saat tidur, nafas Sania teratur menandakan tidurnya sudah nyenyak.

Dengan perlahan Damian meletakkan tangan kiri di belakang kepala Sania dan tangan kanan di belakang lutut gadis itu. Sekali gerakan tubuh itu sudah berpindah dalam pelukan posesif Damian. Pria itu melangkah perlahan, menuju kamar dengan menjaga Sania tetap nyenyak dalam tidurnya.

Seolah mengerti, tubuh itu bergerak, merapatkan diri dalam kungkungan lengan Damian. Sudut bibir Damian tertarik ke atas saat dirasakan, dalam tidurnya, Sania menggesekkan hidungnya ke tubuh hangat Damian.

------

Perlahan setelah meletakkan Sania di atas tempat tidur di kamarnya. Damian bangkit, mengganti pakaiannya dengan celana katun dan bertelanjang dada. Setelah memastikan pintu terkunci, Damian menaiki ranjang, berusaha sepelan mungkin agar tidak membangunkan Sania.

Direngkuhnya tubuh Sania yang masih terlelap. Tidak tahu sejak kapan, mendekap Sania dalam tidur merupakan hal yang sangat disenangi Damian. Pria itu menyurukkan kepala pada rambut lebat dalam pelukan dan menghirup aroma Sania yang tidak pernah membuatnya bosan.

Damian terkekeh saat Sania menggumam dengan mata terpejam, sepertinya terganggu dengan apa yang dilakukan Damian barusan. Masih dengan posisi yang sama, Damian mulai mejamkan mata, badannya sudah meminta jatah untuk istirahat.

"Selamat malam, princess."

------

"Ayolah..bagaimana, dadddy?"

Damian memijit pangkal hidungnya. Tidak mengerti siapa yang membuat Sania bertanya hal ini padanya. Terkadang Damian bisa sangat kewalahan menghadapi kepolosan gadisnya.

"Tidak, Sania."

"Kenapa?" Sania masih merengek di tempatnya. "Memangnya daddy tidak pernah melakukannya?"

Mengerang di tempatnya, Damian tidak tahu lagi harus berkata apa. Sore ini sepulang sekolah Sania masih berlaku seperti biasa. Hanya saja tiba-tiba dia bertanya tentang bagaimana rasanya berpacaran. Memang di usianya yang  menginjak dewasa muda, gadis itu masih belum pernah berpacaran. Sania masih terlalu polos dalam interaksi intim antara pria dan wanita di usianya.

Sebenarnya bukan masalah pacaran yang membuat Damian kewalahan. Tetapi pertanyaan selanjutnya yang membuat Damian tidak tahu harus bertingkah seperti apa. Jangan lupa, Damian selalu berurusan dengan wanita dewasa. Dan merasakan kepolosan Sania membuat Damian ingin mengajari gadis itu. Secara langsung. 

"Bagaimana caranya, berciuman, daddy?"

Damian menghembuskan nafas lelah. Kepalanya sudah bersandar di punggung sofa, mengajari anak gadis lebih sulit dari pada mengurus perjanjian kontrak dengan perusahaan lain. Mata Damian terpejam saat langkah Sania terdengar mendekat. Gadis itu memandang penuh rasa ingin tahu dengan mata bulat polosnya.

"Kemarilah, sayang."

Menepuk sisi kosong sofa di sebelahnya, Damian menegakkan tubuh, menunggu Sania duduk di sebelah. Pandangan Damian tidak beralih dari sosok ramping di depannya, hari ini Sania mengenakan kaus tanpa lengan dengan celana pendek setengah paha. Rambut sebahu itu dibiarkan tergerai dengan poni menutupi dahi sebatas alis. Dengan mata bulat yang selalu memukau, Sania nampak seperti boneka cantik yang hanya bisa menjadi pajangan di etalase sebuah toko terkenal.

Damian menahan diri saat matanya mendapati bibir merah yang tengah cemberut menunggu jawaban. Tangan kanan Damian terangkat, membingkai sisi kiri wajah cantik yang sibuk merajuk padanya.

"Memangnya kenapa, Sania?"

Damian bertanya hati-hati, tidak ingin salah mengambil tindakan. Terpujilah pengendalian dirinya karena saat ini siapapun tahu seberapa besar Damian sangat ingin membungkam bibir merah itu karena dengan tidak sopannya menanyakan pertanyaan tersulit untuknya.

"Ya..aku..penasaran." Mengetahui ayahnya memperhatikan dengan intens membuat Sania meragu. "Aku-kan sudah besar, tapi sama sekali belum pernah tahu."

Benar-benar menggemaskan.

"Tapi..kalau daddy tidak mau memberi tahu—" Kalimat Sania terhenti saat kecupan singkat terasa di bibirnya. Mulutnya terbuka karena terkejut.

Damian tersenyum menggoda, sudut bibirnya berkedut melihat wajah cantik di depannya mulai memerah. Kepala Damian kembali mendekat, memangkas jarak hingga nafas keduanya beradu, Sania berdebar di tempatnya. Aroma mint menggelitik penciuman Sania, bisa dirasakan hangat nafas Damian di depannya. Bahkan hidung keduanya sudah bersentuhan. Sania memejamkan mata sebelum benda lunak kembali menempel di bibirnya.

"Mari kita belajar."

Bisik Damian sebelum melumat bibir manis di depannya.

------

Vote dan komen

P.s. baca cerita yang lain terbit setiap senin, rabu, jumat, minggu. Tiggalkan jejak dengan vote dan komen

P.s.s. minggu depan DL update hari senin dan selasa

Damian's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang