Budayakan vote dan komen ketika membaca cerita
-----
"Aku tahu aku terlihat tidak masuk akal. Aku hanya cemburu.."
-----
Suara gaduh di depan pintu menarik perhatian Sania yang tengah mengancingkan baju hangat. Sania melangkah menuju pintu sambil berusaha memasukan kancing terakhir ke lubang.
"Lama banget!"
Seorang gadis berdiri di depan Sania dengan wajah yang memerah menahan sesuatu.
"Minggir!"
Gadis itu mendorong bahu Sania agar memberikan jalan untuk masuk ke dalam kamar mandi. Saat ini, Sania sudah berada di kediaman warga setempat. Setelah rentetan penyambutan dan serah terima murid serta pembagian rumah singgah, mereka diijinkan meninggalkan balai desa dan beristirahat di rumah yang sudah di tentukan.
Satu kelompok terdiri dari tiga sampai empat orang. Sania satu tempat tinggal dengan dua gadis lain. Gadis yang barusan masuk ke kamar mandi adalah Dara. Kelompok ini sempat menjadi perbincangan siswa lain. Pasalnya hampir semua murid di sekolah tahu bahwa Dara dan Sania tidak pernah akur.
Sebenarnya Sania berpikir hanya Dara disini yang memiliki masalah dengannya karena Sania tidak pernah mengambil pusing dengan sikap tidak bersahabat yang selalu ditunjukkan gadis itu padanya. Sania tahu kalau Dara menaruh hati pada Vino dan tanggapan yang diperoleh dari pemuda itu tidak sesuai harapan Dara.
Selain Dara, ada Marisa yang satu kelompok dengan Sania. Beruntung gadis itu berdiri di garis netral sehingga Sania tidak perlu terjebak dalam drama tidak penting karena permusuhan tidak bermutu ini.
Menepuk bahu yang tadi di tabrak Dara, Sania tersenyum saat melihat Marisa mendekat sudah bersih dan berganti baju dengan pakaian yang lebih hangat. Marisa adalah anak baru di sekolahnya. Gadis itu cantik, hanya saja cenderung penyendiri karena lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan. Walau begitu Marisa adalah orang yang mudah untuk diajak berteman.
"Kebiasaan."
Marisa tersenyum saat melihat Sania masih sibuk menepuk-nepuk bahunya seolah ada debu yang memang harus disingkirkan disana. Sania bukan anak yang akan memulai suatu pertengkaran. Dia akan bersikap baik bila diperlakukan baik.
Hanya satu orang yang mungkin tidak bisa dia benci. Sania tidak akan mampu membenci ayahnya. Mengingat Damian membuat gadis itu didera rasa bersalah sekaligus rindu.
"Sania."
Suara berat membuat kepala Sania menoleh, menemukan Vino berdiri di sampingnya.
"Ngapain kamu berdiri di depan pintu kamar mandi?"
Seolah sadar, Sania mengedarkan pandangan. Tidak menyadari bahwa Marisa sudah tidak berada di depannya.
"Marisa kemana?"
"Kamu melamun? Lagi?"
Vino memandang gadis di sebelahnya dengan lembut, menemukan betapa memukaunya gadis itu malam ini walaupun hanya di balut dengan celana panjang dan jaket rajut sederhana.
"Marisa baru saja pergi keluar. Kita disuruh berkumpul lagi di balai desa. Ada arahan tambahan untuk besok pagi."
"Ayo kesana." Sania tanpa sadar menarik lengan Vino untuk mengikutinya keluar rumah. Membiarkan pemuda itu terseok-seok mengikuti karena termangu memandangi tangan putih yang menarik lengannya.
-----
Damian tengah berusaha berkonsentrasi dengan laporan di depannya saat interkom di depannya berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damian's Love
RomanceBudayakan follow sebelum membaca. Cerita kolaborasi, cerita awal oleh akun @pussy_berry a.k.a @fana_merah_jambu a.k.a @eleutheria_mo (doi suka ganti-ganti nama akun) yang akan diselesaikan di akun ini. Cerita ini tidak plagiat, mencuri, meniru, meni...