Part 4. Unusual feeling.

5.2K 566 132
                                    

Rose sesekali mengecek kukunya yang baru saja ia hias hias di salon. Rose melirik Lisa yang sesekali meremas celananya, Lisa terlihat gugup. Sedangkan Jennie sedang berbincang dengan therapist itu.

"Lis, lo gapapa?"tanya Rose

Lisa memaksakan senyumnya seraya mengangguk kaku.

"Deva mana? Kok dia gak nemenin?"tanya Rose

"Dia banyak kerjaan, gapapa. Kasian capek."

Rose menaikkan sebelah alisnya,"tapi kan ini jam makan siang. Masa dia gak bisa kesini? Setau gue Deva setiap makan siang tuh selalu makan di woodcafe sama Raka dan lain lain. Harusnya dia bisa dong nemenin?"

Lisa hanya tersenyum,"kasian lah,Ros. Biarin aja dia makan dulu."

"Tapi kan dia suami lo-"

"Udah lah Ros, jangan sensi terus sama dia."

Rose mendecakkan lidahnya lalu mengeluarkan ponselnya.

Raka.

"Halo?"

"Hai, kangen?"sapa Raka di seberang sana.

"Bacot. Sama Deva gak?"

Lisa membelalakkan matanya melihat Rose yang sedang menelfon Raka itu.

"Enggak, Deva gak makan siang bareng kita, beb. Kenapa?"

"Deva kemana?"

"Ih, kok kamu nanyain Deva sih? Nanyain aku ajaaaa..!"ujar Raka dengan nada sok manja di seberang sana.

Bip.

Rose langsung mematikan sambungan itu lalu menatap Lisa dengan alis menaik sebelah.

"Tuh, gak ada kan?"tanya Rose menantang.

"Mungkin dia lagi di jalan kesini."

"Oh ya?"

Rose kembali mengeluarkan ponselnya.

Deva.

Ia menyerahkan ponselnya ke Lisa untuk menelfon Deva. Nyambung.

"Halo?"sapa Lisa saat Deva mengangkat sambungan itu.

"Dev, dimana?"tanya Lisa gugup.

"Hai,Lis. Aku lagi makan nih sama mereka, biasa di woodcafe."

Deg.

Lisa membeku. Ia menatap Rose yang menatapnya bingung.

"Yaudah, kamu makan yang banyak, aku tutup."

Bip.

Lisa menyerahkan kembali ponsel Rose, pandangannya mendadak kosong.

"Lis? Gimana?"tanya Rose yang mulai bingung.

"Deva bohong. Dia bilang dia di woodcafe."ujar Lisa datar.

Rose hanya bisa menarik nafasnya panjang.

"Udah, pikirin itunya nanti dulu aja. Bentar lagi lo mulai terapi."ujar Rose seraya mengusap bahu Lisa.

Lisa masih membeku.

-

Deva terus mengikuti langkah Sana yang begitu cepat, seolah olah menghindarinya. Geram, Deva akhirnya menarik tangan Sana.

"Kenapa sih buru buru amat?"tanya Deva

Sana membalas tatapan Deva,"gak usah anterin."

"Loh? Kenapa?"

STAY (SEKUEL HURT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang