Deva melepas sepatunya lalu meletakannya di rak sepatu. Ia menutup pintu rumahnya seraya meregangkan lehernya yang terasa berat usai bekerja seharian.
"Lisa?"panggil Deva. Ia mengerutkan dahinya heran saat merasa rumahnya terasa sangat sepi.
Deva meletakkan plastik sandwich itu di meja ruang tamu lalu menjatuhkan tubuhnya begitu saja di sofa ruang tamunya. Menghela nafasnya.
Ia menggelengkan kepalanya kuat. Kenapa wajah gadis itu terus terbayang di benaknya? Tidak. Tidak boleh.
Deva menoleh saat melihat Lisa yang berjalan kearahnya. Menggunakan kaos besar dan celana pendeknya, rambut Lisa di gulung keatas. Lisa tersenyum tipis menatap Deva yang tersenyum ke arahnya.
"Sayang, ini aku beliin sandwich nya."ujar Deva seraya membuka plastik itu dan menyerahkannya ke Lisa.
"Dev."ujar Lisa lesu.
"Hm?"tanya Deva dan mengubah posisi duduknya menghadap Lisa.
Deva mengerutkan dahinya saat Lisa meletakkan sandwich itu kembali ke meja lalu menundukkan wajahnya.
"Kenapa,Lis?"tanya Deva bingung.
Lisa menatap Deva sendu,"aku positif."
Deva membeku. Pandangannya kosong. Lisa hanya bisa menundukkan wajahnya melihat ekspresi suaminya yang benar benar kosong.
Deva tiba tiba berdiri, melangkahkan kakinya dan pergi.
Lisa menundukkan wajahnya. Air matanya menetes dengan deras. Ia menangis sejadi jadinya melihat suaminya yang pergi. Lisa tahu, ia tidak pantas memberikan semua ini. Deva tidak pantas mendapatkan semua ini.
Disisi lain,
Deva melajukan mobilnya dengan sangat kencang, matanya memerah, air matanya menetes begitu saja. Ia mencoba mencerna ucapan Lisa tadi. Itu tandanya Deva tidak akan pernah bisa melihat sosok anak yang selama ini ia impikan? Anak dari Lisa? Gadis yang ia cintai?
Deva menghentikan mobilnya di depan woodcafe lalu memasuki cafe itu dengan wajahnya yang lesu.
Ia mendudukkan dirinya begitu aja di sofa tempat andalannya. Ia meremas kuat tangannya. Ini satu satunya tempat yang bisa membuatnya tenang.
Tidak, ia tidak mengharapkan sosok Sana. Ia hanya butuh waktu untuk menenangkan pikirannya.
Tapi takdir berkata lain,
Deva mendongak saat mendengar suara cangkir ditaruh di hadapannya. Ia menatap sosok gadis di hadapannya. Gadis yang menatapnya seraya tersenyum tipis.
"Gantian aku yang beliin kamu minuman."ujar Sana lembut.
GREP!
Deva refleks berdiri dan memeluk erat Sana. Sana membeku dan membelalak saat Deva tiba tiba memeluknya dengan erat. Tubuh Deva terasa berguncang memeluknya.
Deva perlahan runtuh, ia mendudukkan tubuhnya kembali seraya terus memeluk Sana yang ikut terduduk di kursi di hadapannya.
Sejenak, Deva menikmati dengan merengkuh tubuh mungil di rengkuhannya saat ini. Sesuai bayangannya, tubuh ini sangat nyaman untuk dipeluk dan dihirum aromanya. Aroma Sana sangat khas.
"K-kenapa?"tanya Sana gugup saat nafas Deva perlahan memburu dan terasa di lehernya.
Deva melepaskan pelukannya lalu menatap Sana sendu. Ia menikmati wajah di hadapannya ini, wajah gadis yang begitu tenang namun terlihat sangat manis dan membuatnya ketagihan untuk terus menatapnya.
"Sana,"panggil Deva lesu.
Sana membalas tatapan Deva dengan tatapan bingung.
"K-kamu Deva kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY (SEKUEL HURT)
RomanceKelanjutan kisah cinta Deva dan Lisa yang akhirnya memutuskan untuk menikah rupanya membuat kisah mereka menjadi lebih rumit dengan masalah. Hingga pada akhirnya mereka menyerah. Tidak, hanya Deva yang menyerah dan memilih untuk pergi kepada sosok b...