Part 10. Yelled.

5.6K 621 81
                                    

Lisa memperhatikan Deva yang sibuk mengotak atik tab-nya seraya sesekali mendecak, tandanya ia melakukan kesalahan.

"Dev... mau susu anget?"tanya Lisa seraya mengusap pelan bahu Deva yang di sebelahnya.

"Boleh."ujar Deva tanpa melirik Lisa.

Lisa akhirnya bangkit, lalu menyiapkan susu coklat hangat dan menyerahkannya kepada Deva yang masih fokus.

"Makasih ya."ujar Deva seraya meneguk pelan susu hangat itu.

Lisa mengusap rambut Deva hingga membuat kening lelaki itu terlihat. Poni Deva yang terlihat panjang membuatnya terihat tidak fokus memainkan tabletnya.

"Rambutnya dipotong aja,Dev. Udah kepanjangan."ujar Lisa lembut.

"Males potong, susah diatur entar."

Lisa hanya diam. Ia sebenarnya ingin membiacarakan soal perkembangan terapinya yang tidak ada perkembangan. Dan ia ingat soal perkataan dokter itu.

"Nyonya Lisa, terapi Nyonya bisa dibilang sama sekali tidak ada perkembangan, dan kami sarankan Nyonya datang dengan suaminya supaya kami bisa tahu, ada kemungkinan masalahnya ada di suami Nyonya, bukan di Nyonya."ujar dokter itu.

Lisa menggigit pelan bibir bawahnya, tapi Deva terlihat sangat lelah. Lisa tidak tega jika harus 'menyinggung' Deva dengan menyuruhnya ke dokter terapi.

"Dev."ujar Lisa akhirnya.

"Hm?"sahut Deva seraya melirik sekilas lalu fokus ke tab nya lagi.

"Besok kamu temenin aku ke dokter terapi ya? Rose ada kerjaan, Jennie ke luar kota, ada acara nikahan. Jess, dia lagi ada projek besar jadi meeting terus."

Deva menghela nafasnya,"aku besok ada kerjaan,Lis. Gak bisa."

"Tapi dokter nyuruh aku terapi sama kamu."

"Loh? Kok dokternya ngatur amat?"

"Dev, terapi aku selama ini gak ada perkembangan, dan dokter khawatir masalahnya bukan di aku, tapi di kamu. Jadi kamu juga harus dateng."

Deva tiba tiba melempar tab nya asal ke sofa di sebelahnya lalu menatap Lisa tajam.

"Jadi kamu bilang aku yang gak subur?"ujar Deva dengan nada meninggi.

"Gak gitu,Dev.. tapi-"

"Gila ya, aku udah kerja mati matian, makanya aku gak bisa temenin kamu ke dokter terapi supaya aku bisa punya uang lebih banyak lagi buat sembuhin kamu yang mandul itu,Lisa! Tapi kamu kayaknya gak ngertiin aku, sampe sampe fitnah aku yang mandul supaya bisa nemenin kamu terapi."

Lisa membeku, tak berani menatap Deva yang terlihat benar benar emosi.

"Gak nyangka."desis Deva lalu bangkit mengambil tab nya lalu pergi begitu saja meninggalkan Lisa yang masih membeku.

BUAT SEMBUHIN KAMU YANG MANDUL ITU,LISA!

Kata kata itu masih terus terngiang di pikiran Lisa. Apakah Deva benar benar kecewa dan tidak bisa terima dengan penyakit Lisa saat ini?

Lisa mencoba menahan air matanya lalu akhirnya melupakan semua masalah ini dan melangkahkan kakinya memasuki kamar mereka. Deva terlihat sedang mendudukkan dirinya di pinggir ranjang dengan tatapan tajam menatap balkon kamar mereka.

"Dev."panggil Lisa lembut seraya duduk di sebelah Deva.

Lisa menyentuh pelan bahu Deva namun ditepis. Deva tidak menatapnya sama sekali.

"Maaf.."ujar Lisa pelan.

Deva masih diam. Lisa menatapnya takut.

"Aku gak bermaksud nyinggung kamu, tapi aku cuman nyampein amanat aja,Dev."

STAY (SEKUEL HURT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang