CHAPTER 1 [PULANG]

85 8 0
                                    

"Kamu yang memberiku harapan dan kamu pula yang memupuskan harapan itu."

— Kinalia Surya Atmaja —

Tiga tahun kemudian...

Suasana kota yang hiruk pikuk membuat Kinal gerah, bahkan sebetulnya ia tak mau untuk kembali lagi ke kota ini.

Namun keadaan memaksanya untuk kembali ke kota dimana dia dilahirkan dan dibesarkan.

Sebuah Fortuner putih berhenti di pintu penjemputan. Seorang laki-laki berkaus putih dengan balutan jas biru dongker yang kancingnya dibiarkan terbuka, membukakan bagasi kemudian memasukkan koper yang dibawa gadis berambut hitam panjang itu.

Kini laki-laki itu duduk dibalik kemudi sementara gadis berambut hitam itu duduk di sampingnya seraya memakai sabuk pengaman.

Mesin mobil pun dinyalakan, pelan-pelan mobil itu merayap keluar area bandara menyisakan kepulan asap tipis. "Apa kabar?" tanya laki-laki itu agak canggung membuka percakapan di perjalanan.

"Baik. Abang?" balik bertanya hanya untuk bersikap sopan.

Keduanya merasa bahwa obrolan ini sebenarnya sangat tidak penting. Namun untuk menutupi kecanggungan yang terjadi di dalam mobil, keduanya saling melempar kalimat menanyakan kabar.

"Alhamdulillah aku sehat," nadanya terdengar begitu dingin. Masing-masing dari mereka masih memegang teguh ego dan gengsi untuk saling berbicara bahkan hanya sekadar bertanya kabar.

Seiring berjalannya mobil itu, tak ada percakapan lain lagi selain menanyakan kabar masing-masing. Mungkin itu obrolah terakhir sebelum menempuh perjalanan satu jam menuju tempat tujuan.

Hingga pada akhirnya salah seorang diantaranya mengalah, berusaha menyingkirkan sifat gengsinya. Membuat percakapan tadi tidak lagi menjadi percakapan terakhir selama perjalanan mereka.

"Oh ya, gimana kabar kakek di sana, kapan kakek pulang? Abang kangen, udah lama banget kayaknya ngga pernah ketemu lagi sejak pemakaman nenek," terang cowok yang menyebut dirinya dengan sebutan 'Abang'.

"Beliau baik. Mungkin sesekali Abang harus menemuinya, meski jarak memisahkan kalian cukup jauh. Beliau akan pulang lusa, masih ada beberapa keperluan yang harus diurus disana. Gimana kabar Jakarta setelah lima tahun aku pergi?" menanggapi pertanyaan laki-laki itu dengan nada sedikit menyindir.

"Tak jauh berbeda seperti lima tahun lalu kamu meninggalkannya." Kedua tangannya masih memegang kemudi, sambil sesekali menancap gas dan menginjak rem.

Di antara percakapan itu tak sekalipun mereka menyinggung pasal kedua orang tua mereka. Hingga mobil itu berhenti di garasi sebuah rumah di kompleks perumahan elit dengan seorang satpam yang berdiri di samping mobil membukakan pintu penumpang.

"Silahkan neng," kata satpam itu mempersilahkan, "Terima kasih!"

Setelah membukakan pintu, dia membuka bagasi dan menurunkan dua buah koper dari dalam mobil kemudian membawanya masuk ke dalam rumah.

"Hai sayang, apa kabar? Akhirnya kamu pulang juga?" sapa seorang wanita separuh baya yang datang dari dalam rumah menyambutnya dengan ciuman pipi kanan dan kiri.

"Baik," masih berusaha sopan namun dengan wajah super datar.

"Gimana kabar kakek di sana, baikkan?"

"Iya, baik. Beliau juga titip salam untuk Anda," wanita itu menghela nafas. Bahunya mengendur, tatapannya mengarah ke sudut lain seolah masih tak percaya.

"Hemm, sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini sama mama, Nal?" wanita bergaun hitam selutut itupun kemudian menatap si gadis serius, seolah ia tak ingin sikap gadis itu bersikap dingin lagi kepadanya, ia memegang pundak gadis itu lembut.

The Treason love "Ketika Cinta Tak Selamanya Tulus"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang