CHAPTER 21 [ Kopi Hitam ]

9 1 0
                                    

"Aku pernah salah, jadi tolong beri aku kesempatan kedua untuk menebusnya."
-Surya-

"Silakan, Pak."

Wanita paruh baya berbaju kuning menyodorkan dua gelas kopi hitam ke meja Surya dan Mang Asep.

"Terima kasih, Bu." Mang Asep berucap seraya menarik satu gelas kopi untuk disesapnya.

"Monggo, Pak."

Meminta izin untuk mendahului menyesap kopi hitam itu.

"Ya, mang. Silakan."
Surya hanya diam merenung.

"Sebelumnya maaf ini, Pak. Bukan bermaksud ikut campur atau menggurui, saran saya bapak tenangkan hati bapak dulu. Berdoa sama Allah semoga operasi Neng Kinal dilancarkan," Mang Asep menurunkan gelas kopinya lalu meletakkannya di atas lepek.

"Saya takut, Sep. Takut kehilangan Kinal lagi. Saya benci saat-saat seperti ini ketika nyawa anak saya menjadi taruhannya. Seolah masa lalu itu kembali menghantui saya lagi."

Suara Surya bergetar, ada nada khawatir di sana. Untuk kesekian kalinya ia merasa batinnya remuk. Ia tak ingin masa lalu yang pahit kembali menghantuinya.

"Kuncinya hanya berdoa memohon kepada Allah, Pak. Kita sebagai manusia sudah berusaha semaksimal mungkin, tinggal kita menyerahkan sisanya kepada Allah. Karena hanya Dia-lah yang berhak memutuskan akhirnya."

"Kamu benar, Sep." menurunkan pandangannya lalu menatap sopir pribadinya teduh seraya menarik ujung bibirnya mencoba mengukir senyum ketika suasana hatinya tengah kacau balau.

Surya menyesap kopi hitam di gelasnya sedikit. "Pahit! Seperti hidup saya!" menatap gelas kopinya kemudian menurunkannya lagi dan meletakkan nya di atas lepek.

Asep hanya menatap bosnya prihatin. Untuk kedua kalinya ia melihat wajah Surya begitu muram. Selama dua puluh tahun ia bekerja dengan Surya, ia tak pernah melihat Surya begitu sedih dan pasrah selain hari ini dan kecelakaan tujuh tahun silam.

💐💐💐


"Bu, kami mau pamit pulang." Ucap Mbak Ratna berpamitan pada Nathalie. "Iya, mbak. Sekalian bawa pulang baju kotornya ya. Terus bajunya Kinal yang itu dicuci dulu kalau bisa, baru dibuang."

Menunjuk baju berlumuran darah yang dibungkus kantong keresek hitam.

"Baik, Bu."
"Mbak Ratna ngga usah beres-beres rumah, saya sudah panggil layanan untuk bersih-bersih. Mbak cukup masak aja nanti makanannya sebagian dibawa ke sini sebagian lagi ditinggal aja buat pak satpam."

"Baik, Bu. Kalau begitu kami permisi."
"Mang Asep hati-hati bawa mobilnya ya!"
"Siap, Bu."

Mba Ratna menutup pintu kamar rawat itu kembali. Sementara Mang Asep sudah berjalan mendahuluinya.
Tiba-tiba Mang Asep berhenti mendadak, membuat Mbak Ratna yang berjalan di belakangnya pun menabraknya karena ia tak melihat jalanan di depannya. Tangannya sibuk meneliti barang-barang di tas takut ada yang tertinggal.

"Kenapa sih, Mang Asep ini. Pakai segala berhenti tiba-tiba!" omel Mbak Ratna kesal.
"Ngga apa-apa. Ratna, kamu tunggu di mobil sebentar ya, ini kuncinya. Saya mau ke belakang sebentar, ngga lama." ujarnya menitipkan kunci mobil pada Mbak Ratna.

"Ya sudah sana, jangan lama-lama ya, Mang!" ucap Mbak Ratna mengingatkan. "Iya-iya! Udah sana kamu ke mobil dulu!"
"Iya, ngga sabar tenan kamu ini, Mang."

Melihat perempuan itu sudah berjalan menjauh dan hilang di tikungan lorong ruang rawat inap, Mang Asep berjalan cepat menuju meja informasi menghampiri seorang laki-laki bertubuh tegap dengan rambut cepak yang sudah dipenuhi uban.

The Treason love "Ketika Cinta Tak Selamanya Tulus"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang