twenty three

16 2 0
                                    

"Bab yang hari ini akan dibahas adalah puisi" terang perempuan sepuh, di kursi gurunya.

Sang guru beranjak ke papan tulis. Dan menuliskan bab yang diterangkannya. Dan mulai menjelaskan dengan nada datar dan suara khas orang sepuh.

Bisa dilihat murid-murid sudah nampak tak fokus dengan pelajaran, ada yang menelungkupkan kepala, bermain, betcanda,dan ada juga yang sempat-sempatnya yang bermain balok-balok UNO.

Siapa lagi kalau bukan Berly dan Nia. Agak gila memang. Tapi kenekatannya berhasil mengusir rasa mengantuk dan bosan.

Sang guru mengambil ancang-ancang menoleh ke sang murid, keduanya langsung ke posisi menatap memerhatikan.

"Masih ada satu jam!buat dua puisi dengan tema yang sudah saya terangkan. Silahkan pilih dua. Dikumpulkan maksimal jam ekstra. Setelah itu nilai dikurangi lima!" perintah sang guru tak terbantahkan. Tapi muridnya merasa perintah itu sepele.

Kelas berubah menjadi suasana tidak formal. Para murid langsung mengeluarkan suara-suaranya.

Salsa langsung berlari,melewati tengah kelas ke kelompok yang bersebrangan dengan kelompoknya.

"Ber, bikinin puisi dong! Duh pake tema apaan coba" Salsa menyodorkan buku dan pulpen di meja Berly.

Berly yang memejamkan matanya, berfikir. Harus membuka mata dan mulutnya.

"Lo buat kek puisi atas keadaan lo sekarang. Cinta tanpa kepastian" ekspresi Berly, menurut Salsa terlalu mengesalkan!

"Nasib, nasib. Saat cinta ini mulai tumbuh, kau, kau ah apalah itu" Berly mencontohkan juga menjaili temannya itu.

"Serius woy!gue gak bisa ini" salsa mencebik. Sedikit berteriak.

"Sans lo, gue juga belum dapet ide" sembur Berly kesal.

Salsa mendecak, lalu mencebikkan bibirnya kembali. Ia sama sekali tak pandai dalam berkata-kata, tapi ia sering bilang ke teman-temannya jomblo bijak. Cih, salsa mah emang labil.

"Oiya" Bely tiba-tiba bersuara setelah teringat sesuatu. Ia merogoh tasnya, dan mengeluarkan buku gambar A4nya.

Disalah satu lembarnya. Ia sobek. Terlihat foto dari pundak ke kaki, dengan tangan yang bertautan. Milik seorang sepasang kekasih. Sudah berwarna. Uniknya di pojok bawah kiri terdapat tanda petik

"Menghentikan perasaan yang terus bergejolak adalah salah satu hal tersusah, juga dengan mengungkapkan perasaan yang ada dihatiku, itu sulit. Jangan suruh aku menghentikan dengan mengungkapkannya. Aku akan berhenti bernafas karena itu"

"Gila lo, buat apa coba? Tapi gambarnya bagus si" salsa menatap karya temannya itu. Menelusuri tiap garis dan warna.

" yauda gue bawa. Mayan kuotes lo." Salsa terkekeh lalu menggulung kertasnya.

Bel istirahat menyauti kemudian. Dan guru itu langsung keluar tanpa mengucap salam. Mungkin sedang kesal.

"Sal,sal ikut gue ke kelas XI IPA-3 dongg" rengek Berly. Salsa melototkan matanya.

"Ah, biasanya si David mah keluyuran. Yakin deh lo bisa percaya gue. Sama safyra deh" bujuk Berly sambil mengambil lembaran formulir yang ingin Berly berikan ke salah satu kakak kelas.

"Saf lo bisa anter gak? Ke XI IPA-3" Safyra yang ditanya hanya menganggukkan kepala.

Berly menatap Salsa dengan senyuman.

Bagaimana? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang