Hari ini Dirga tidak membawa motor ke sekolah, karena motornya sedang dibengkel dan belum bisa ia naiki. Dirga memilih untuk berangkat sekolah dan pulang sekolah menaiki bus saja.
Ia menunggu bus di halte dekat dengan sekolahnya. Saat ia sedang menunggu bus, tampak dari kejauhan datang segerombolan orang yang tidak ia kenal mendekat kearahnya.
"Jadi Lo yang namanya Dirga?" Ucap salah satu pria berambut gondrong.
"Iya ada apa?" Jawab Dirga santai.
"Gara gara Lo adik gue nangis dan jadi korban tabrak lari. Brengsek Lo!"
"Lo salah orang bang".
"Alah banyak bacot Lo". Pria berambut gondrong itu menginstruksikan kepada teman-temannya untuk menyerang Dirga. Dirga tidak mungkin melawan gerombolan pria itu didekat sekolahnya. Apalagi ia masih mengenakan seragam sekolah. Ia putuskan untuk berlari menuju tempat yang sepi dan jauh dari area sekolah.
"Kenapa Lo lari hah? Lo takut?" Pria berambut gondrong itu berkata dengan nada yang mengejek.
"Bacot! Pukul nih kalo bisa". Tantang Dirga.
Gerombolan pria tadi menyerang Dirga secara bersamaan. Dirga membalas setiap pukulan yang lawannya berikan. Cukup sulit memang melawan semua pria ini dengan mengandalkan kekuatannya.
Karena serangan yang bertubi-tubi Dirga terkena pukulan dari salah satu pria tersebut. Ia ambruk di tanah dengan darah segar mengalir disudut bibirnya. Ia ingin bangkit dan membalas pukulan tersebut, tetapi tenaganya lemah untuk kembali berdiri.
Melihat Dirga yang tidak berdaya, pria itu ingin menginjak perut Dirga, tetapi aksinya gagal karena pukulan seseorang dibelakangnya.
"Beraninya keroyokan Lo bang, sama anak SMA lagi. Cemen Lo!" Ucap Lian membuat pria itu naik pitam.
Merasa tertantang pria itu mulai menunjukkan aksinya pada Lian. Bukan hanya cerdas dalam pelajaran Lian juga cerdas dalam bela diri. Sewaktu SMP ia ikut kegiatan taekwondo disekolahnya. Melihat Lian yang menghajar pria itu sendirian Dirga bangkit dan ikut memukul pria-pria tersebut.
"Kita cabut aja". Ucap pria berambut gondrong. Ia sudah babak belur akibat ulah Lian dan Dirga.
Lian mengambil tasnya yang terjatuh dan menghampiri Dirga.
"Lo gak apa apa kan?"Dirga menggelengkan kepalanya.
"Kok Lo bisa ada disini?" Tanya Dirga."Gue tadi liat Lo dihalte lari kesini dikejar sama orang tadi. Gue penasaran aja yaudah deh gue ikutin". Lian menjelaskan bagaimana ia bisa ada disini dengan nafas yang masih terengah-engah.
"Thanks". Ucap Dirga.
"Gue Lian. Kayanya kita sekelas". Lian memperkenalkan diri dan melipat kelima jarinya membentuk sebuah kepalan yang berisyaratkan 'tos'.
"Hm. Gue Dirga". Jawab Dirga sambil menerima tos dari Lian.
"Gimana kalo kita temenan? Gue belum punya temen sekelas kecuali Lova".
"Hm".
"Tapi Lo jangan iri kalo temenan sama gue, soalnya gue itu ganteng jadi banyak cewek-cewek yang naksir sama gue dan Lo gak boleh iri". Ucap Lian dengan nada bercanda dan percaya dirinya.
*****
Zeva sedang berada disebuah caffe di pusat perbelanjaan. Bersama Chika ia memesan capuccino kesukaannya.
"Kenapa Flora gak mau diajak ke caffe Chik?" Tanya Zeva.
"Katanya dia mau nganterin nyokapnya arisan. Soalnya nyokap dia belum bisa naik mobil".
"Ooh".
"Gimana sama Satya Zev?" Ucap Chika sambil menyeruput secangkir kopi americano nya.
"Apanya yang gimana?"
"Kayanya dia suka sama Lo deh. Buktinya kemarin dia jadiin Lo sekertaris."
"Satya bukan tipe gue Chik". Bagi Zeva cowok yang pantas menjadi kekasihnya adalah yang sederajat dengannya. Ia populer, berarti sang kekasihnya pun harus sepopuler seperti dirinya.
"Padahal Satya itu ganteng loh Zev, ketua basket lagi. Kurang apa coba?" Chika jadi membayangkan dirinya bisa disukai oleh seorang Satya.
"Kalo mau buat Lo aja deh". Zeva tidak sengaja melihat Dirga turun dari bus. Ia perhatikan cowok itu secara seksama. Terlihat ada luka disudut bibirnya.
Chika mengikuti arah pandang Zeva. Ia menatap intens ke Zeva dan kembali lagi pada Dirga berulang-ulang.
"Lo suka sama Dirga? Cowok yang gak bisa ngomong itu?" Perkataan Chika mendapat tatapan bertanya dari Zeva.
"Maksud lo dia bisu?"
"Buktinya dia gak pernah ngomong sama sekali".
"Tapi kalo dilihat-lihat dia ganteng juga".
*****
Lova mencoba bertanya pada salah satu satpam di perumahan untuk menanyakan rumah Dirga.
"Permisi pak, mau nanya bapak tau rumah anak ini di nomer kompleks berapa?" Lova menunjukkan kartu pelajar milik Dirga pada satpam."Maaf dek saya tidak tahu". Jawab satpam itu.
Sudah sekian kalinya Lova bertanya kepada semua orang yang ia temui dimana rumah Dirga berada. Tetapi, tidak satu pun yang tau dimana rumah Dirga berada.
Ia berjalan menyusuri jalanan di kompleks perumahan Dirga. Sudah cukup jauh ia melangkah namun tetap saja nihil. Ia tidak menemukan rumah dari sang pemilik dompet berwarna cokelat yang ia temukan.
Ia berjalan lagi menuju kembali ketempat asal ia datang. Perasaanya ada seorang yang mengikutinya dari belakang. Lova semakin melangkah kan kakinya dengan cepat dan bersembunyi dibalik pohon rindang. Langkah kaki semakin terdengar ditelinga Lova. Ia bersiap-siap untuk memukul orang yang telah mengikutinya secara diam-diam. Tanpa aba-aba Lova langsung memukul orang yang ia kira penjahat.
"Hyaaaa! Lo pasti orang jahat kan. Rasain nih pukulan gue!" Lova melontarkan pukulan kerasnya kepada orang yang ia kira penjahat.
"Woy! Berhenti mukulin gue!" Gertak Dirga.
Lova menatap mata tajam milik Dirga dan ia melihat ada darah segar mengalir di sudut bibir serta pelipisnya.
"Ya ampun. Maaf. Gue kira Lo penculik atau orang jahat gitu." Lova menyesali perbuatannya karena ia telah membuat orang yang tidak bersalah jadi babak belur karenanya."Emm.. gue obatin luka Lo ya". Lova mendudukkan Dirga dibangku dekat dengan tempat ia bersembunyi tadi.
Pertama Lova membersihkan darah di sudut bibir dan pelipis Dirga, lalu ia olesi dengan obat merah dan terakhir ia tempelkan plester pada kedua luka Dirga.
"Sorry ya, gue nggak sengaja bikin Lo babak belur kaya gini". Ucap Lova dengan rasa bersalahnya.
Tidak ada respon dari Dirga. Dirga hanya fokus pada rasa perih dikedua lukanya.
"Jangan dipegangin gitu. Nanti malah nggak sembuh sembuh". Lova menyingkirkan tangan Dirga yang masih mengusap-usap luka di pelipisnya.
"Perih". Aduh Dirga.
Tanpa Dirga suruh. Lova meniup luka di pelipis Dirga dengan telaten. Yang dilakukan Dirga hanya diam dan memperhatikan gadis didepannya itu meniup lukanya. Padahal luka itu bukan perbuatan dari Lova, melainkan karena ia diserang oleh gerombolan pria tadi. Tetapi ia biarkan saja Lova mengobati lukanya. Toh, memang Lova juga sudah bersalah memukulinya tanpa sebab.
Ditatap oleh Dirga seperti itu membuat jantung Lova berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia menghentikan aktivitas meniup luka Dirga dan menetralkan detak jantungnya.
"Jangan liatin gue kaya gitu". Ujar Lova.
"Kenapa?" Tanya Dirga dengan suara khasnya.
"Jantung gue deg-deg an". Jawabnya jujur.
"Ya wajar".
"Kok bisa gitu?" Kali ini Lova yang bertanya.
"Karena yang liatin Lo cowok ganteng".
Follow my Instagram
👉anggunf_fiolita

KAMU SEDANG MEMBACA
WILL I BE WITH YOU?
Genç KurguSedinginnya orang dingin, dia pasti punya hati, punya cinta dan punya rasa. Akankah hati yang beku dapat mencair ketika dihangatkan? Ada kisah diantara Dirga,Lova dan Lian yang akan membuat kalian penasaran dan mungkin senyum-senyum sendiri. Penasa...