Chapter 17

19 8 4
                                    


Kemacetan yang lumayan menyita kesabaran membuat Flora terlambat datang ke caffe, ia memang mengendarai motor. Tetapi, biarpun sudah menyalip tetap saja ia terlambat. Dengan tergesa-gesa Flora segera memarkirkan motornya dan masuk kedalam caffe mentari.

"Kok telat Flor?" Tanya Dina salah satu pegawai caffe mentari juga.

"Iya, maaf banget ya. Tadi pulang sekolah harus ke rumah sakit dulu buat nganterin makanan ke ayah." Ucap Flora dengan nafas yang masih tidak teratur karena terburu-buru.

"Oh yaudah, anterin ini ke meja nomor 11 itu ya. Aku mau ngerjain kerjaan dapur." Kata Dina sambil menunjuk ke meja nomor 11.

Flora melihat dari kejauhan, dimeja nomor 11 ada Bimo dan Yudha yang sedang asyik bermain ponsel. Rupanya ini minuman pesanan mereka.

"Silahkan diminum." Ucap Flora dengan ramah.

Bimo yang sudah hafal dengan suara Flora langsung menghentikan aksinya bermain ponsel.

"Eh Flor tunggu." Cegah Bimo pada Flora.

"Iya kenapa?"

"Lo pulang kerja jam berapa?"

"Jam setengah 6." Jawab Flora.

"Entar malem, kalo gue main kerumah lo gimana?"

Flora berfikir sejenak.
"Gimana ya Bim, bukannya gue nolak. Cuma kalo malem gue itu nemenin bokap gue diruma sakit. Giliran sama nyokap gue." Flora tidak enak hati menolak Bimo yang ingin bermain kerumahnya.

"Oh gitu, yaudah gue boleh kan jengukin bokap lo?" Ucap Bimo.

"Emm, iya gapapa." Ucap Flora seraya tersenyum.

Bimo memang sebelumnya tidak pernah ada rasa terhadap Flora. Ia memang sudah tahu Flora sebelum mereka sekelas, satu sekolah bahkan mengenal geng dari Zeva. Jadi ia sudah tahu Flora dari kelas sepuluh. Dulu Flora memang dari keluarga yang berada. Namun Flora pernah bercerita kepadanya, semenjak ayahnya dibohongi oleh rekan bisnisnya. Semua harta yang dimiliki oleh keluarga Flora habis untuk membayar hutang. Ditambah lagi ayah Flora terkena serangan jantung dan harus dirawat di rumah sakit.

"Woy Bim!" Ucap Yudha mengagetkan Bimo.

"Hah!?" Kaget Bimo.

"Napa Lo? Eh btw, Lo tadi ngomong apa sama si tumbuhan?" Yudha menyeruput secangkir kopi americano nya.

"Flora Yud, bukan tumbuhan."

"Mulut mulut siapa?" Kata Yudha dengan nada yang tidak enak didengar.

"Lo".

"Yaudah terserah gue mau manggil dia apa."

"Lanjutin aja nge-game Lo."

"Itu saran yang terbaik".

Bimo terkadang beruntung mempunyai sahabat seperti Yudha, selain ia tidak ingin tau dengan urusan orang lain. Ia juga orang yang selalu ada buat Bimo. Yudha juga orang yang mudah dimanfaatkan contohnya seperti ini nih.

"Nanti bayarin minuman gue ya Yud."

"Oke siap."

Ada yang punya sahabat seperti Bimo?

*****

Hari pertandingan basket semakin dekat, sebagai ketua basket Satya sudah seharusnya mengatur siasat agar teamnya menang saat tanding nanti. Ia mendatangi meja Lova sambil membawakan Lova sekotak susu yang baru ia beli dikantin.

"Va, gue butuh bantuan Lo nih." Kata Satya dengan raut wajah serius.

Lova yang sedang menyalin catatan dibuku cetak sejarah pun akhirnya menatap Satya yang duduk dibangku Lian.

"Bantu apa?"

"Jadi gini...." Satya menceritakan mengapa Lova harus membantunya.

"Jadi Lo mau bantuin gue kan Va?" Ucap Satya setelah selesai menceritakan tujuannya.

Lova menengok kearah samping kirinya sebentar. Ia melihat Dirga masih sama seperti biasanya. Tertidur dengan pulasnya dengan bantalan tas.

"Kenapa gak Lo sendiri aja yang ngomong?"

"Gue udah pernah, dan respon dia cuma kaya gue yang kena Omelan semua mantan gue gara-gara mereka tau gue jalan sama cewek lain. Mukanya datar banget!" Cerocos Satya.

"Gue gak bisa jamin sih dia bakalan mau, tapi bakalan gue usahain." Ucap Lova yang membuat Satya berlega hati.

"Makasih ya Va, Lo baik banget deh. Nih susu buat Lo." Satya menyodorkan kotak susu yang ia pegang kepada Lova, sebelum Lova mengambil susu tersebut. Sebuah tangan dengan gerakan cepat mengambil susu yang Satya berikan kepada Lova.

Satya dan Lova melihat siapa gerangan yang lancang sekali mengambil minuman Lova tanpa izin.

"Dirga balikin susu gue." Kata Lova.

"Sorry Va, kalimat yang barusan Lo bilang bisa diperbaiki lagi gak? Kuping gue agak ngeganjel dengernya." Ucap Dirga seraya menusukan sedotan pada susu kotak yang dipegangnya, lalu meminum susu tersebut.

Lova berfikir sejenak, mencerna ucapan dari Dirga. Memangnya ia barusan bilang apa? Setelah ia mencernanya, akhirnya Lova mengerti juga. Sedikit geli juga ia mencerna kalimatnya sendiri.

"Maksud gue balikin susu kotak gue." Ucap Lova membenahi ucapannya tadi.

"Gue haus."

Satya yang masih berada disana akhirnya pamit untuk pergi ke kantin menyusul teman-temannya.

"Va, gue ke kantin ya. Inget yang tadi." Ucap Satya lalu melenggang pergi.

"Kenapa?" Tanya Dirga yang merasa aneh dengan sikap Satya.

"Lo ikut turnamen basket ya? Masuk ke teamnya Satya. Gimana?" Ucap Lova mulai menjalankan misi dari Satya.

"Gak." Jawab Dirga dingin.

"Tapi Ga."

"Gue bilang gak ya nggak."

"Gue temenin latihan gimana?" Lah? Kenapa ia malah mengucapkan kalimat itu sih? Gerutu Lova dalam hati.

"Gak."

"Kenapa gak mau?"

"Maunya ditemenin sampe pertandingannya juga." Ucap Dirga sambil mengangkat sebelas kiri alis tebalnya.

Lova terdiam, Dirga fikir hidup Lova hanya untuk menemaninya latihan basket dan nonton pertandingan apa?

"Oke deh gue temenin sampe lo tanding." Nah? Mengapa otak dan bibir berlawanan tujuan sih? Kesal sendiri Lova dengan dirinya.







Hallo,

Aku mau curcol dikit nih ehe. Tadinya aku bikin 1000 kata dalam satu part, tapi aku memutuskan untuk 800 kata aja disetiap partnya. Mulai dari part ini sampe part berikutnya. Aku sendiri kalo disuruh baca cerita yang partnya panjang banget agak males gitu. Jadinya aku bikin ceritanya juga gak banyak setiap partnya. Oke ini mungkin curcol yang gapenting. Tapi yaudahlah ya, baca terus cerita ku ya❤️ . Jangan lupa vomentnya juga💗








Follow my Instagram
👉anggunf_fiolita

WILL I BE WITH YOU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang