Chapter 19

46 6 1
                                    

"Maksud lo apa nyuruh Lova jauhin gue?" Dirga muncul dari balik tembok samping kelasnya. Ia sudah geram dengan perkataan Lian yang menusuk hatinya.

Lian yang sedang berhadapan dengan Lova, menengok ke sumber suara dibelakang tubuhnya.
"Gue gak suka liat Lo nyuruh-nyuruh dia, gue juga gak suka liat Lo ngedeketin Lova terus." Kata Lian menahan amarahnya.

"Lo suka sama Lova?" Ucap Dirga sakartis.

Bagi seorang cowok, mungkin mengungkapkan perasaannya kepada seorang perempuan yang dicintainya itu sangat mudah. Namun, berbeda dengan Lian. Lova itu berbeda dengan gadis lain. Ia ingin cara menyatakan perasaanya berkesan dihati Lova. Bukan hanya sembarang omongan dimulutnya saja.

"Bukan karena gue suka sama Lova." Jawab Lian masih berusaha menyembunyikan perasaannya.

"Cowok bukan?" Tantang Dirga.

Melihat perdebatan antara Lian dan Dirga, Lova berusaha untuk melerai keduanya.

"Kenapa sih kalian jadi kaya gini? Yan, gue minta maaf kalo sekarang jarang sama Lo dan malah lebih sering sama Dirga. Dan buat Lo Ga, gimana pun Lian itu sahabat pertama Lo kan? Kenapa Lo malah nyolot kaya tadi?" Ucap Lova.

"Gue gak suka ada orang lain yang ngelarang gue buat deket-deket sama orang yang gue suka." Memang Dirga jarang sekali bicara, tetapi sekalinya bicara ya begini. Bikin jantung Lova deg degan gak karuan.

Lian lebih memilih pergi dari hadapan Dirga. Telinganya terasa panas ketika mendengar Dirga mengutarakan isi hatinya. Lian benci ini semua. Mengapa ia sangat sulit hanya untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya kepada Lova.

"Lo ngomong apaan sih Ga." Kesal Lova.

"Gue ngomong apa yang pengen gue ucapkan. Terus salah gue dimana?"

"Perkataan Lo barusan bikin Lian tambah sebel sama Lo."

"Terus peduli gue apa?"

"Lo jadi sahabat kok gak tau diri banget sih? Lo gak inget siapa yang nolong Lo waktu dikeroyok rame-rame itu?"

"Gue gak nyuruh dia buat bantuin gue." Dirga masih membela dirinya sendiri. Menurutnya ia tidak salah, mengapa Lova malah terus membela Lian.

"Lo mungkin bisa mati kalo gak ditolongin Lian. Lian udah cerita sama gue waktu itu. Gue temenan sama Lian udah dari kecil Ga, kalo sampe Lian marah sama gue cuma gara-gara Lo. Gue gak akan mau temenan sama Lo lagi. Gue gak perduli sama turnamen Minggu depan. Lo ikut terserah gak ikut yaudah." Dirga mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut mungil Lova. Sungguh menusuk hatinya. Seumur hidup, baru kali ini ia merasakan hatinya seperti ditusuk oleh belati. Sakit.

Lova menuju kelasnya menyusul Lian. Disaat itu juga, Dirga merasa hatinya semakin sakit.

*****

"Gue mengundurkan diri dari team Lo." Dirga menemui Satya untuk mengungkapkan perihal turnamen Minggu depan yang tidak bisa ia lanjutkan.

"Loh kenapa? Kan Lova udah..." Belum sempat Satya mengucapkan kalimatnya, sudah terpotong dengan ucapan Dirga.

"Gue lagi berantem sama dia."

"Gini deh Ga, gue tau Lo suka sama Lova kan? Kalo gitu gue ajarin gimana caranya dapetin cewek yang Lo suka." Tawar Satya.

"Lo pikir gue sendiri gak bisa?"

"Bukan gitu maksud gue. Sorry ya, dari yang gue lihat cara Lo deketin dia itu terlalu agresif. Lova sama Lian itu deket banget Lo tau itu lah pasti. Dan kalo Lo deketin Lova terus menerus kaya gitu, Lian juga pasti cemburu. Lova gak mungkin dong langsung ngerasa nyaman sama lo, secara Lo itu orang baru di hidup dia. Sedangkan  Lian udah temennya  dari  kecil. Makanya Lo harus bikin Lova nyaman dulu tanpa ia memikirkan Lian antara kalian berdua." Satya memberikan ilmu pengetahuan tentang percintaan yang ia alami.

"Gue harus gimana?"

"Ikut dulu sama team gue, baru habis itu gue ajarin lagi. Oke?"

"Hmm."

Ada benarnya juga apa yang dibilang Satya, Dirga memang tergolong orang baru dikehidupan Lova. Mereka kenal saja karena Lova ingin mengembalikan dompet Dirga. Memang sejak awal Dirga tertarik dengan Lova. Ia bisa melihat Lova tidak seperti gadis kebanyakan yang melihat cowok ganteng dikit aja langsung melirik. Tetapi pada saat awal masuk itu ia belum mengenal Lova. Ia hanya sekedar mengenal nama dari nametagnya saja, selebihnya ia tidak tahu.

Dirga tidak ingin bersaing dengan sahabatnya sendiri. Tetapi untuk cinta yang ada dihatinya, masa iya Dirga harus merelakan Lova begitu saja? Bahkan ia berjuang saja belum.

Setelah melamun sedikit lama, akhirnya ia memutuskan untuk pulang kerumah dan melampiaskan rasa kesalnya pada game kesayangannya.

*****

Zeva dan Chika tidak langsung pulang kerumah saat pulang sekolah tadi, mereka lebih memilih ke caffe mentari sebentar untuk menyejukkan otak mereka yang terus berfikir keras karena banyak tugas yang diberikan oleh guru-guru mereka disekolah.

"Katanya kalo fullday bakalan gak ada tugas, lah ini malah semakin numpuk aja tugas gue." Kesal Chika.

"Gausah ngedumel terus deh Chik, cepet kerjain aja tuh tugas biar cepet selesai. Gue pesenin kopi dulu ya."

"Oke."

Ketika Zeva ingin memesan minuman, ia melihat dari pintu masuk datang seorang pelayan perempuan yang sangat familiar dimatanya. Zeva memicingkan matanya untuk mempertajam penglihatan. Benar saja, ia tidak salah lagi. Pelayan itu adalah Flora. Sahabatnya sendiri.

"Chik, Chik. Itu Flora." Ucap Zeva menyenggol lengan Chika yang masih berkutik dilaptopnya.

"Mana? Alhamdulillah dia mau ke caffe sama kita."

"Tapi dia pake baju pelayan, tuh liat deh. Sama kan kaya baju pelayan yang lain?"

"Oh iya bener juga. Apa jangan-jangan Flora itu?.."



















Follow my Instagram
👉anggunf_fiolita

WILL I BE WITH YOU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang