[ DISCONTINUED ]
Wonwoo, a desperate man who is good at making ramyeon with all of his past and sins.
One day, light come to his life but he doesn't know whether he should let it go or try to let it flow.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Yoora?"
"Ya?"
"Wajahmu pucat sekali."
Yoora menyentuh pipinya lantaran Jooyoung─teman satu jurusan memperhatikannya dengan lamat. Halte tengah sepi karena hari sudah mulai gelap, kelas yang penuh membuat Yoora harus berakhir dengan pulang terlambat. Namun, meskipun begitu dia juga tak ingin pulang cepat lantaran ingin menemani Jooyoung sebentar untuk saling berbicara.
Yoora merasa baik-baik saja sejak pagi tadi, tak merasa sakit atau lainnya. Meskipun dia sempat mengalami kendala untuk bangun pagi, selebihnya Yoora tak terganggu oleh apapun yang membuat tubuhnya lemah. Tubuhnya sudah terbiasa untuk begadang, entah karena mengerjakan tugas yang menyita jam istirahatnya maupun menonton film atau drama yang bayangan kelanjutannya terus muncul di kepala.
"Kau begadang, ya? Presentase kemarin masih akan dibahas minggu depan. Jangan terlalu memaksakan diri."
Jooyung membulatkan matanya, sedangkan bibirnya terus bergerak menyerukan apa yang ada di dalam benaknya. Hal itu membuat Yoora berasumsi dengan pemikirannya sendiri─menebak sekiranya hal apa yang membuatnya bisa terlihat buruk hingga Jooyoung memberikan opini mengenai kondisi Yoora saat ini. Kantung mata Yoora memang lebih kentara, mencerminkan bahwa tubuhnya mulai protes, apalagi lipstik yang memudar juga menambah kesan kelelahan yang tercetak jelas di wajahnya.
Padahal tidak. Bukan begadang yang menjadi alasan mengapa wajah Yoora berubah pucat.
Ada satu hal yang membuat Yoora terus terjaga hingga menjelang subuh. Sesuatu yang sepele namun menarik minatnya. Sesuatu yang sangat klise tapi begitu misterius.
Sesuatu yang cukup indah meskipun menyimpan tanda tanya.
"Jooyoung," bukannya memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan, Yoora justru ingin bertanya mengenai suatu hal. "Ngomong-ngomong, kau tahu penjual ramyeon yang ada di simpangan dekat dengan rumah Haneul?" tanyanya, lantas membenarkan letak tas punggungnya yang mulai membuat pundak pegal sejak beberapa menit lalu.
Rasa penasaran Yoora begitu meluap-luap di dalam dirinya, menimbulkan antusias yang kian membuncah. Padahal sebelum masa kuliah, ketika Yoora masih tinggal di Anyang bersama orang tuanya, dia begitu banyak menjumpai berbagai jenis pedagang dengan reaksi yang berbeda-beda dan bersikap biasa saja mengenai hal itu. Tak ada rasa ingin tahu lebih setelah membeli atau apapun itu.
Jooyoung mengerutkan dahinya, ia nampak mengingat siapa saja penjual ramyeon yang pernah ia temui sebelumnya. Meskipun pertanyaan Yoora terdengar aneh─karena dia jarang sekali tanya mengenai pedagang makanan, tapi Jooyoung berpikir keras untuk menemukan seberkas memorinya.
Jooyoung berdecak, "Kau membicarakan pria penjual ramyeon yang selalu memakai topi putih itukah?"
Yoora pun mengangguk antusias, meskipun ia tidak tahu Jooyoung tengah membicarakan pria kemarin atau bukan. Yang Yoora tahu pria itu memang menggunakan topi putih sebagai pelindung kepalanya dari hujan, berbeda lagi jika di hari lain pria itu justru menggunakan topi dengan warna yang berbeda.