LTP-9

516 27 0
                                    

Angga menatap Kira dengan satu alis terangkat. Dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada Kira kemarin, apalagi Kira mengatakan penyebab ia menangis juga karena dirinya. Cowok itu lantas mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana, tapi yang ada respon Kira tidak sesuai dugaan, Kira malah membuang pandangan dengan wajah yang masih merengut.

Sumpah, ini awkward banget! Batin Angga.

“Buat kelompok yang sudah lengkap, segera berdiskusi. Kalian harus menyusun bangku seperti lingkaran untuk mempermudah kerja samanya,” perintah Bu Wendy.

“Baik, Bu,” ucap murid serentak sebelum mereka melakukan apa yang Bu Wendy perintahkan.

Semua kelompok sudah menyatu dalam lingkaran meja masing-masing yang sudah disusun. Begitu pula dengan kelompok Kira dan tiga orang lainnya. Tugas yang Bu Wendy berikan ialah tentang membedah puisi klasik. Jadi mau tidak mau, satu atau dua orang dalam satu kelompok harus ke perpustakaan untuk mencari kumpulan puisi-puisi lama yang cukup banyak terlebih dahulu, lalu dua lainnya memahami betul contoh bagaimana cara membedah puisi klasik dengan cermat.

“Siapa yang mau ke perpus?” tanya Abila yang sedari tadi merasa aneh dengan teman sekelompoknya yang sama-sama diam. Tidak biasanya ia merasakan kecanggungan yang amat kental seperti ini.

“Gue.”

“Aku!” Kira membesarkan matanya, tidak menyangka ia serentak berbicara dengan Angga. Begitu pula dengan Angga yang tersentak sebelum ia menetralkan ekspresinya kembali.

“Oh, yaudah. Berarti gue sama Krisna di kelas.” Abila menggeser buku LKS miliknya, hendak ia pahami betul-betul bagaimana sajian contoh yang ada. Namun, keduanya saling diam dan tak bergerak, yang ada mereka malah saling pandang. Beberapa meter dari Abila duduk, Krisna sudah menduga alasan Kira menumpahkan air matanya kemarin adalah karena Angga. Sebab kilatan mata yang Kira beri kepada Angga serupa kilatan amarah yang sangat kentara.

Tanpa disangka, beberapa detik setelahnya Krisna membuat anggota kelompoknya terkejut bukan main. Pasalnya, ia yang pendiam—malah terkesan tak peduli dengan sekitar, seketika berdiri dari duduknya sembari memegang tangan Kira.

“Eh, mau ke mana lo?” tanya Angga dengan kernyitan di dahi.

“Perpus.”

“Gak! Gak ada yang namanya cowok sama cewek berduaan,” kata Angga sebelum ia melepaskan jemari Krisna yang memegang pergelangan Kira. “Lepas! Gak semestinya lo pegang tangan anak orang.”

Kira mengangkat alis sebelah. Melihat reaksi Angga sangat berlebihan membuatnya semakin berpikir bahwa Angga selain tidak peka, cowok itu juga over protective. Menciptakan rasa tidak suka secara tiba-tiba.

“Sejak kapan lo seberani itu, hah?!” Angga berkata sembari menatap nyalang Krisna. “Biar aman, cowok sama cowok, dan cewek sama cewek!”

“Yaudah!” sanggah Krisna. Suaranya meninggi memunculkan tolehan dari murid-murid yang duduk di sekitarnya. Bukan apa-apa, hanya saja mendengar Krisna berkata dengan nada tinggi itu adalah hal yang cukup langka.

Abila sudah mulai mengira-ngira, hal apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka bertiga. Ada satu asumsi yang kini tersimpan di kepalanya.

“Udah, udah! Kalian cowok. Jangan banyak omong kayak cewek,” seru Abila sepelan mungkin, ia tidak ingin kelompoknya akan dicoreng karena tidak ada kekompakan sama sekali.

“Oke, berarti lo sama gue ke perpus,” gumam Angga begitu ia beranjak dari duduknya. Cowok itu menatap Abila sebentar. “Tunggu gue ya Bil, kalau nanti gue nggak balik-balik lagi dalam waktu lima belas menit, berarti ada apa-apa.” Angga tertawa seketika, entah apa yang lucu, tapi Kira mempunyai feeling tidak enak untuk itu.

“Iya-iya! Yaudah cepet sono pergi.” Abila memutar bola mata, ia segera mendekat ke arah Kira.

Krisna telah pergi lebih dulu. Kemudian, Angga menyusul tak beberapa lama kemudian, membuat tatapan cewek-cewek di kelas tertuju pada mereka yang memang memiliki wajah super-duper tampan maksimal.

“Ish! Kalian beruntung banget bisa sekelompok dengan mereka ... ”

“Angga ganteng banget, Ya Tuhan... badboy-nya dapet, bikin makin klepek-klepek dah gue.”

“Iya. Gue juga mau sekelompok sama Krisna, pengin denger suaranya, hehehe...”

Seruan itu tiba-tiba didapatkan Kira dan Abila ketika mereka saling mendekat untuk berdiskusi. Abila yang mendengar itu hanya bisa melempar senyum yang terkesan agak dipaksakan. Sedangkan Kira berusaha tidak menanggapi, ia tidak ingin berhubungan lagi dengan yang namanya Angga.

Love The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang