LTP-10

515 28 0
                                    

Saat pintu ruang UKS terbuka, Kira tak hentinya merasakan buncahan hebat di perutnya seperti ada kupu-kupu terbang riang ke sana ke mari. Degup jantungnya juga tidak beraturan ketika Krisna masih menggenggam jemarinya sejak Abila mengajak ke UKS bersama.

“Kira, lo mau bersihin luka siapa? Ini tanggungjawab kita, lo ingat kan kalau Bu Wendy Cuma ngasih izin maksimal dua jam?” Abila berkata saat Angga dipaksa duduk olehnya. Kira langsung membuang tangan Krisna yang menggenggam di tangannya, membuat cowok itu tersenyum lebar.

“I—iya.”

Abila mengernyitkan dahi sambil menunggu cewek itu menjawab pertanyaannya. “Aku bersihin—”

“Lo aja yang bersihin luka gue, Bil. Jangan berlebihan gini ah!” ucap Angga dengan mata yang melihat Krisna sebentar. Cowok itu tampak berdiri dengan kokoh di ambang pintu sambil memasukan kedua tangan ke saku celana sekolah. “Kayak cerita anak ABG labil aja,” tukas Angga sembari membuang muka tepat saat Krisna menatapnya sekejap.

“Eh! Lo emang labil! Childish, dan susah diatur! Jadi lo diam aja. Gak usah banyak bacot, oke?” Abila berkata membuat Angga kicep, seolah tidak ingin mendengar celotehan Abila yang jelas tidak akan berhenti.

Kira melihat kotak P3K berada di atas nakas brankar UKS, lalu mengambilnya, tanpa permisi ia langsung menyuruh Krisna duduk di satu bangku lainnya dengan instruksi matanya. Ia paham kalau ucapan Angga tadi menggambarkan bahwa cowok itu tidak ingin ia yang membersihkan lukanya. Tadinya, Kira ingin meminta maaf saja kepada Angga, sebab dengan terus menerus ia mendiamkan Angga, itu sama artinya dengan menambah musuh. Namun, ia tak kunjung mendapat ruang untuk meminta maaf kepada Angga, cowok itu yang kini malah seperti membencinya.

“Aku bersihin luka Krisna dulu ya, Bil.” Kira mulai membersihkan luka di sudut bibir Krisna dengan air yang ada di satu wadah. Seperti telah tertebak, Krisna meringis. Mungkin merasakan nyeri pada luka yang tidak dikatakan biasa saja.

“Sakit?” Kira berkata tidak kalah meringisnya. Ia yakin kalau luka Krisna dibiarkan begitu saja, bukan hanya terasa bertambah sakit, tapi juga akan bertambah lebar.

Krisna mengangguk. Dalam hati, ia merasakan sangat senang ketika bisa memandang Kira hanya dalam beberapa senti. Krisna mengukir senyum yang membuat Kira bingung. “Kamu... kenapa senyam-senyum?”

Pertanyaan Kira berhasil membuat Krisna terkekeh, bukan hanya terkesan lucu. Alunan suara Kira entah sejak kapan menjadi candu baginya. “Sakit,” ucap Krisna sembari berlagak kesakitan, padahal masih bisa ia tahan tanpa ber-acting kesakitan seperti ini.

“Eh—eh. Maaf, ya. Ini aku udah pelan-pelan kok.”

“Iya.” Krisna menjawab sambil menyugar rambutnya.

“MAKANYA! KALAU NGGAK MAU SAKIT, JANGAN BERLAGAK SOK JAGOAN!” Kira dan Krisna dikejutkan dengan suara Abila naik beberapa oktaf.

“Kamu kenapa, Bil?” Kira bertanya, melirik sekejap ke arah Abila dan tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Angga. Dengan spontan, Kira langsung kembali fokus dengan Krisna.

“Ini nih! Sok jagoan, udah untung diobatin, malah ngehindar terus.” Abila berkata dengan kesal. Mulutnya tak henti-henti marah kepada Angga.

“Jangan kasar-kasar gitu dong, Bil. Lo gak kasian apa sama gue?”

“Makanya, tahan sebentar! Jangan buat gue punya niat memperlebar luka lo, ya!”

Angga berdecak. “Iya-iya!”

Abila bukan tipe cewek lembut seperti kebanyakan cewek lainnya. Ia mempunyai watak keras seperti ibunya. Jadi tidak heran lagi kalau ia akan berlaku sesuai dengan apa yang ia rasakan. Di samping itu, Abila turut tak tega terhadap apa yang telah terjadi pada Angga. Ia sangat yakin, jika penyebab Angga dan Krisna beradu jotos seperti ini ialah karena Kira. Angga yang selalu memanfaatkan Kira saat Angel selalu mengikut ke mana Angga pergi—cewek yang ia ketahui sangat menyukai Angga. Kemudian, Krisna yang turut tak suka melihat Angga berlaku seenaknya saja. Abila tersenyum miring, seolah merasakan bagaimana mirisnya menjadi mereka bertiga. Bukannya apa-apa, tapi sejak hadirnya Kira di kehidupan mereka, kedua cowok itu seperti berubah, tidak seperti diri mereka yang dulu. Abila jelas tahu, apalagi Angga yang akhir-akhir ini semakin terlihat rapi layaknya cowok tulen atau cowok good boy yang biasa hadir di dalam cerita-cerita fiksi.

Love The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang