LTP-22

273 17 3
                                    

Kalau boleh memilih, Kira ingin melompati satu babak kehidupan tanpa harus melewati hari terburuk selama menginjakkan kaki di WIHS, hari yang sangat ingin ia hindari dan telah mengantarkan dirinya pada berbagai masalah pelik yang bahkan ia sendiri tak tahu bagaimana harus menanggapinya.

Hari kemarin.

Tapi sayang, rupanya kali ini waktu tak ingin berkompromi untuk sekedar memberi sedikit keringanan.

Berbagai masalah mulai dari kecelakaan Devan yang menyebabkan Angga dan Abila bertengkar hingga membuat Angga sakit, keributan di kantin yang mengubah sikap Abila secara total, serta teka-teki kehidupan sosok Krisna yang bahkan belum mampu ia jawab. Semua itu jelas sangat menganggu pikiran Kira.

Sejak pagi tadi, meski Krisna masih melakukan agenda rutin menjemput Kira setiap berangkat sekolah, tapi perjalanan mereka menuju sekolah terasa lebih menegangkan meski sebenarnya mereka memang jarang terlibat percakapan panjang. Namun, raut wajah Krisna yang tak seperti kemarin seakan menjelaskan semuanya.

Sejak pertama kali motor Krisna memasuki jalan raya dan berbaur dengan kendaraan lain, wajah ramah Krisna yang ditampilkan ketika berhadapan dengan papa Kira berubah seketika. Terlihat masam dengan alis berkerut seakan cowok itu sedang memikirkan banyak hal.

Perlu diingatkan lagi, Krisna membawa motor, bukan lagi mobil seperti kemarin. Hal itu jelas tidak luput dari perhatian Kira.

Ketika pada akhirnya mereka sampai di sekolah lebih pagi dari biasanya, Krisna bahkan masih tutup mulut seakan enggan untuk sekedar memberi penjelasan. Krisna diam, dan Kira akhirnya memilih bungkam. Membiarkan semuanya menggantung tanpa kejelasan.

“Kantin?”

Kira menoleh dan melempar senyum tipis ke arah Abila, akhirnya setelah kejadian kemarin Abila buka suara meski hanya satu kata yang keluar dari bibirnya.

Tak ingin menghilangkan kesempatan untuk menemani dan sedikit menjadi orang yang berguna buat Abila, Kira mengangguk cepat dengan senyum yang semakin lebar, sejenak lupa akan masalahnya dengan Krisna.

“Yuk, sebelum kantin rame!” Kira menggamit tangan Abila dan berjalan melewati bangku trio kampret yang sekarang sudah berpisah tempat duduk, serta mengacuhkan Krisna yang berdiri di sebelah meja Angga.

“Mau pesen apa, Bil?” tanya Kira begitu memasuki area kantin. “Biar aku yang ikut antre.”

“Seperti biasa aja deh, bakso daging tanpa bawang.”

Kira mengacungkan dua jempol pertanda setuju. “Kamu pilih tempat duduknya, yah!”

Setelah mendapat anggukan pelan dari Abila, Kira segera melesat pergi ke gerobak Pak Joko. Namun, saat Kira berhasil masuk barisan untuk ikut antre bersama yang lain, ia tersentak kaget ketika seseorang menyentuh pundaknya.

“Devan?” tanya Kira spontan melihat seseorang yang sudah berdiri di sebelahnya entah muncul dari mana.

Devan mengangguk seraya melempar senyum tipis. “Biar gue aja yang pesen, lo temenin Abila gih.”

Kira mengerjap cepat, tapi tak urung mengangguk juga. “Makasih. Aku ke sana dulu,” ujarnya lalu berbalik, tapi detik selanjutnya Kira kembali menoleh. “Abila pesen bakso daging tanpa bawang.”

Devan mengangguk dan kembali melempar senyum yang kali ini lebih lebar dari sebelumnya. “Bakso daging tanpa bawang dan minimnya es teh tanpa gula.”

Kira menunduk malu, dan tanpa sepatah kata pun melesat pergi meninggalkan Devan. Kira sebenarnya lupa untuk bertanya minuman yang ingin dipesan Abila jika saja Devan tidak mengungkitnya. Kira tidak pernah tahu kalau hubungan Abila dan Devan ternyata sedekat itu untuk sekedar tahu kebiasaan masing-masing.

Love The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang