LTP-21

265 16 1
                                    

Angga menatap jengah pada seorang cewek yang kini berjalan mendekat, terlalu malas menghadapi sikap cewek itu yang sebagian besar hanya membuat ia sakit kepala.

“Ngapain lo ke sini?”

Angel tidak menjawab dan malah menarik kursi kosong untuk diduduki, lalu memegang tubuh Angga seakan memeriksa sesuatu. “Aku denger kemarin kamu sakit? Aku khawatir banget tau pas denger itu tadi pagi,” ujar Angel sambil membolak-balikkan telapak tangan Angga.

“Apaan sih lo?!” Angga yang merasa risih dengan perlakuan itu menghempas tangan Angel kasar hingga pegangannya terlepas.
Dari sudut matanya, Angga masih menangkap keberadaan Abila yang membeku di tempat membuat dirinya mau tidak mau harus bisa menjaga sikap.

“Aku khawatir, Ga! Lo ngerti kata khawatir ‘kan?” tanya Angel tak peduli dan kali ini memegang bahu Angga untuk memeriksa wajah cowok itu.

“Lepasin gak?!!” desis Angga tajam yang tentu saja diabaikan oleh Angel.

“Kenapa gak ngasih kabar sih kalau sakit? Aku kan bisa rawat kamu, Mama Kania pasti gak ada di rumah.” Mengabaikan ancaman Angga, Angel sibuk sendiri tak menghiraukan berpasang-pasang mata yang sudah menjadikan dirinya sebagai objek tontonan.

“Kamu baik-baik aja ternyata,” gumam Angel dengan senyum puas begitu mengetahui kalau Angga baik-baik saja. “Sekarang udah gak sakit lagi ‘kan?” lanjutnya memastikan sambil menyentuh pipi Angga yang langsung ditepis oleh cowok itu.

“Lo jangan macem-macem, yah!”

Angel memiringkan kepala menatap Angga. “Bagian mananya yang kamu anggep gue macem-macem, Ga? Wajar dong klo aku khawatir sama cowok sendiri.”

“Gue. Bukan. Cowok. Lo!” desis Angga dengan memberi penekanan pada setiap katanya.

“Gak papa buat sekarang, but soon to be,”  balas Angel yakin. “Ya udah deh aku ke kelas dulu.” Angel bangkit, detik selanjutnya ia mendelik dan melemparkan tatapan judes begitu menyadari berpasang-pasang mata yang kini menjadi dirinya bahan tontonan.

“Ngapain lo liat-liat? Gak pernah liat cewek cantik?!” teriak Angel dengan wajah angkuh. Sontak semua siswa perempuan menunduk takut.

“Busyet! PD banget!” celetuk Elang yang langsung mendapat tatapan tajam dari Angel. Namun, emang dasarnya Elang yang rada gesrek, dipelototin sedemikian rupa hanya ditanggapi dengan cengiran lebar tanpa dosa khas Elang.

“Cewek cantik gak boleh melotot, entar kecantikannya ngelupas kayak terkena sinar ultraviolet,”  balas Elang ngasal.

Angel tak menjawab dan hanya mendengus tak suka.
Ketika Angel berbalik hendak pergi, tak sengaja matanya menangkap keberadaan seseorang di samping Angga. “Heh, Culun! Udah berapa kali gue ingetin supaya lo ngejauh dari Angga? Kuping lo budek atau ancaman gue yang kurang mempan?!”

Kira mengkeret mendengar rentetan kalimat panjang sarat ancaman yang diucapkan Angel, benaknya kembali memutar kejadian ketika Angel mengancam dirinya di kamar mandi beberapa waktu yang lalu.

“A-ku gak bareng Angga.”

“Halah, bulshit! Dasar cewek murahan, paling lo cum—”

“Angel, cukup!” ujar Angga tegas memotong perkatann Angel yang mulai kurang ajar. “Sekali aja lo coba gak bersikap semaunya, bisa gak?!” tanya Angga tajam.

Angel menoleh dan tersenyum tipis. “Kamu juga bisa gak sekali aja ngertiin aku?” balas Angel dengan senyum sinis. “Kalau kamu gak gini aku juga gak bakal begini, Ga!”

“Gel, gue yakin lo lebih ngerti dari gue.”

Hening. Angel tak langsung menjawab.

Semua orang masih sibuk menikmati tontonan gratis mengabaikan bel masuk yang berbunyi nyaring.
Hampir semua siswa WIHS tahu kalau Angel mengejar Angga, sedang Angga sendiri menganggap kehadiran Angel hanya bayangan belaka. Tapi dari semua itu tak ada satu pun yang tahu apa sebenarnya terjadi di antara mereka, dan kali ini mereka berdua malah menyajikan tontonan secara live untuk konsumsi publik.

Love The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang