Part 30

220 17 1
                                    

Pagi hari, kantin SMA Halim Wijaya tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa siswa yang sedang sarapan ataupun sekedar minum segelas teh hangat. Suara denting sendok beradu dengan mangkok dan piring mendominasi tempat itu.

Di meja paling ujung, Abila dan Kira duduk saling berhadapan. Aroma khas bubur kacang hijau menguar dari mangkok di depan mereka.

"Serius lo diikutin mobil Jeep item?" tanya Abila antusias. Ditatapnya wajah Kira penuh selidik. "Atau mungkin itu tamu tetangga lo kali."

"Buat apa aku bohong, nggak ada untungnya. Aneh kan kalo mobil itu mbuntutin dari gerbang sekolah sampai rumah." Kira menggosok telapak tangan gelisah.

"Iya juga sih. Gue rasa itu nggak cuma sekedar kebetulan."

"Aku mau cerita, tapi janji ya jangan bilang sama siapa-siapa."

Abila mengangguk sembari menyuapkan sesendok bubur ke mulutnya. Pembicaraan pagi ini terdengar menarik. Setelah kemarin teman sebangkunya itu terlihat menutup diri, syukurlah kali ini gadis itu bisa kembali terbuka.

"Sebenernya aku curiga, ada sesuatu yang aneh sama kematian Krisna." Kira memulai ceritanya. "Aku nyoba ngerangkai cerita Pak Bayu dan Bu Aya."

"Ya ampun, Ra! Lo ngobrol sama Pak Bayu lagi? Dia ngegosip apaan, hah?"

"Pak Bayu curiga kalau kematian Krisna adalah peristiwa pembunuhan, mengingat pria-pria bersetelan hitam yang sering jemput cowok itu."

Hampir saja tersedak bubur, Abila meraih gelas dan meneguk isinya. Matanya membelalak lebar, tidak percaya. "Sumpah, jangan sampai hoaks ini nyebar seantero sekolah! Lo masih percaya sama Pak Bayu kalau bokapnya Krisna itu mafia?"

"Tenang dulu, Bil! Aku belum kelar ngomong. Jadi gini, aku nyoba buat nyambungin cerita Bu Aya. Krisna itu cowok yang selalu penuh perhitungan dalam bertindak."

"Iya, kalo itu gue tau. Terus apa hubungannya?"

"Nggak masuk akal kalo kecelakaan tunggal ini penyebabnya Krisna tiba-tiba nabrak jembatan sampai motornya rusak parah, sementara cowok itu sendiri terlempar ke sungai."

"Yang namanya musibah, sehati-hati apa pun, manusia nggak bakal bisa ngehindar."

"Aku ngerti, Bil. Tapi tetep aja aku ngerasa ada yang janggal dengan peristiwa ini."

"Nggak usah berlagak detektif. Gue tau lo sedih dan belum bisa nerima ini semua. Tapi, apa pun kesimpulan yang lo bikin, itu nggak bakal bikin Krisna hidup lagi."

Kira menghela napas panjang. Percuma menceritakan kecurigaannya pada Abila, cewek itu tidak akan percaya. Barangkali Kira yang terlalu berpikir macam-macam. Ah, semua ini gara-gara Pak Bayu.

"Dimakan tuh, keburu dingin buburnya. Bentar lagi bel masuk juga bunyi." Abila melirik jam tangan warna pink di tangan kirinya, jarum panjangnya sudah berada di angka sepuluh.

"Aku ... curiga kalo mobil Jeep item itu sama dengan orang yang ngebunuh Krisna."

Abila tergelak. "Jangan halu deh. Mulai sekarang buang jauh-jauh pikiran kalo peristiwa itu pembunuhan. Dan mobil item yang ngikutin lo itu, cuma kebetulan searah sama rumah lo."

"Tapi ... aku takut, Bil!"

"Gini aja. Kalo nanti mobil itu masih ngikutin lo juga, mending lo langsung telepon polisi."

"Nggak bisa semudah itu juga. Kalo nanti mobil itu keburu pergi, ntar aku dikira bikin laporan palsu."

"Ya ampun, jadi serba salah, 'kan? Lo udah cerita sama bokap?"

"Belum sempet. Kemarin papa pulang dari kantor larut malem. Tadi pagi keburu lupa."

"Oke, gue rasa kalo udah menyangkut kriminalitas, itu urusan orang dewasa. Gue nggak tau apa-apa. Tapi menurut gue nih ya, lo cuma halu gara-gara galau mikirin Krisna."

Love The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang