Part 33

226 14 0
                                    

Angel melingkarkan kedua lengan di pinggang Elang. Sepanjang perjalanan, mereka saling berdiam diri. Tidak ada lagi Elang yang ceria dan selalu membuat Angel tertawa. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Beberapa hari ini, Elang sudah memikirkan keputusannya. Hanya ada dua pilihan. Ikut ayahnya ke London dan berusaha melupakan Angel, atau tetap tinggal di Jakarta dan bertahan pada cinta yang tidak terbalas. Bukan hal mudah untuk mengambil keputusan itu.

Cinta bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Terlebih jika dia justru mencintai teman dekat kita sendiri. Percaya atau tidak, cinta segitiga semacam itu perlahan bisa menghancurkan persahabatan. Meski untuk saat ini antara Elang dan Angga sudah tidak ada masalah lagi. Namun, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti persahabatan mereka perlahan menjadi renggang.

Elang menghela napas berat, merasakan hangatnya pelukan Angel. Ini untuk pertama kalinya cewek itu merengkuh pinggang saat berdua di atas motor. Pertama dan mungkin juga untuk terakhir kali.

"Apa lo nggak bisa ngerubah keputusan lo?" tanya Angel di antara deru kendaraan bermotor yang berlalu lalang di jalan raya. Akhirnya ia membuka suara.

Sejenak Elang terdiam. Ia bisa saja merubahnya, tetapi ia tidak ingin melakukan itu. Cukup sudah rasa cemburu yang berkali-kali datang di hatinya. "Nggak bisa, bokap udah nyari sekolah buat gue."

"Gue bakal ngerasa kehilangan."

"Masih ada Angga. Tenang aja, nanti gue bakal bilang ke dia buat jagain lo."

"Lo sama Angga itu beda, Lang!"

"Beda apanya? Sama-sama cowok kok." Elang memaksakan diri untuk tertawa.

"Angga nggak bisa bikin gue ketawa kayak lo pas ngehibur gue."

"Tapi lo cinta sama dia!"

Angel terdiam. Selama ini ia tidak pernah memikirkan perasaan Elang. Lihatlah, cowok itu sudah berbuat banyak untuknya. Lalu balasan apa yang sudah ia berikan? Seharusnya ia sedikit saja untuk belajar peduli pada Elang.

Angel tahu rasanya cinta bertepuk sebelah tangan. Sekarang ia sadar, bukan hal mudah bagi Elang untuk mendampinginya. Cowok itu selalu ada saat Angel butuh tempat bersandar. Ah, mendadak ia merasa bersalah. Patah hati membuat Elang memutuskan untuk pergi.

Tepat di depan pintu gerbang rumah mewah milik keluarga Angel, Elang menghentikan motornya. Angel turun dengan hati-hati. Cewek itu melepas helm dan memberikannya pada Elang.

"Mampir dulu, yuk!" ajak Angel.

Elang menggeleng seraya tersenyum. "Sorry, Bebs. Gue buru-buru, bokap udah nunggu di rumah. Tenang aja, besok kita masih bisa ketemu kok. Bye!"

Angel membalas lambaian tangan Elang. Motor keluaran terbaru itu melaju kencang, meninggalkan segumpal debu di depan gerbang. Cewek itu menghela napas berat. Diawasinya tubuh Elang sampai menghilang di kelokan jalan.

Ia menyentuh dadanya. Seperti ada beban berat yang menghimpit tubuhnya hingga terasa sesak. Angel mulai sadar bahwa ia takut kehilangan sahabat yang menyayanginya dengan tulus. Bodoh lo Angel! Kenapa lo justru nyia-nyiain cowok sebaik Elang dan ngejar cinta Angga yang nggak pasti?

Bukankah lebih baik dicintai daripada mencintai? Angel dicintai oleh Elang, seharusnya itu cukup membuat cewek itu bahagia. Elang yang selalu tulus memberikan pundaknya sebagai tempat bersandar, dan berceloteh ringan membuat Angel tertawa.

Angel justru mencintai Angga, seseorang yang jelas-jelas mencintai cewek lain. Percuma mengharapkan cintanya dibalas oleh cowok itu. Angga justru selalu saja mengabaikan keberadaan Angel. Jadi, apa sekarang cinta ini patut dipertahankan?

Love The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang