Part 31

245 11 0
                                    

Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Angga membuntuti motor Devan. Berkali-kali ia berdecak kesal, rasa cemburunya semakin menguasai hatinya. Bagaimana tidak, Abila duduk di belakang Devan seraya melingkarkan lengan di pinggang cowok itu.

"Shit!" umpat Angga. "Kalo tau bakalan gini rasanya cemburu, gue nggak bakal ngejar-ngejar Angel buat minta maaf dan bikin cewek yang gue sayangi terluka."

Di dekat taman, Devan menginjak pedal rem, mengajak Abila untuk membeli es krim. Cewek itu menyetujui ide teman baiknya.

Tak lama kemudian, mereka duduk di kursi taman. Meski siang hari, tapi pepohonan di taman cukup membuat suasana sejuk dan teduh. Devan memberikan sebuah es krim vanilla pada Abila. Cewek itu tersenyum senang.

"Lo masih inget kalo gue suka es krim rasa vanilla?" ujarnya seraya menyibak poni ke samping.

Devan terkekeh. "Mana mungkin gue bisa lupa sama gadis kecil yang selalu ngabisin stok es krim vanilla di arisan nyokap gue?"

"Ish ... jangan bikin gue inget masa kecil gue yang gendut."

"Biar gendut tapi dulu lo tetep imut kok. Apalagi pipi lo chubby banget kayak bakpao. Gue juga masih inget, semua temen arisan nyokap gue pada rebutan pengen cubit pipi lo."

"Ya, dan gue juga ga bakal lupa kalo dulu lo suka banget nakut-nakutin gue pake ulet bulu. Terus gue nangis dan lo kena jewer nyokap." Abila tidak bisa menahan tawa.

"Meski begitu, kita tetep jadi temen baik. Dan nggak tau kenapa, seiring waktu berjalan akhirnya kita saling menjauh."

Cewek berambut panjang itu menunduk, memperhatikan es krimnya yang mulai mencair. "Masa kecil itu indah ya, Van? Meski sering nangis, tapi sebenernya kita sama sekali nggak punya beban apa pun. Beda banget saat usia kita semakin bertambah, jalan hidup terasa semakin rumit."

"Itu yang namanya hidup. Setiap masalah yang datang akan membuat kita semakin dewasa."

"Andai aja aku bisa kembali ke masa kecil."

"Minjem mesin waktu sama Doraemon aja."

"Apaan sih, Van. Nggak lucu tau!"

"Nggak lucu tapi lo ketawa!" seru Devan senang. Akhirnya, tawa Abila yang telah beberapa hari menghilang, kini telah kembali.

Ya, permasalahannya dengan Angga membuat cewek itu lebih sering terlihat murung. Kalau saja boleh memilih, Devan lebih suka dengan sikap Abila yang suka marah-marah, daripada harus melihat temannya terdiam dan tidak bersemangat.

"Bil!" panggil Devan. Cewek itu menoleh. Perlahan, ia mengusap ujung bibir Abila dengan ibu jari.

Tanpa dikomando, jantung Abila berdetak cepat. Mata cokelatnya menatap Devan penuh tanda tanya. Kenapa tiba-tiba cowok itu bersikap ... romantis?

"Bibir lo belepotan es krim," ucap Devan sembari tersenyum. "Lo nggak berubah ya dari dulu. Seperti yang dibilang nyokap lo, sedia tisu sebelum makan es krim."

Abila menghela napas kasar. Ternyata Devan bukan bersikap romantis, tetapi hanya sekedar ingin membantunya mengelap sisa es krim. Huft, hampir saja! Tunggu dulu! Tapi kenapa Abila merasakan perasaan aneh seperti ini?

Cewek itu menoleh. Devan sibuk menjilat es krim rasa strawberry-nya. Ternyata favorit cowok itu juga tidak berubah sejak kecil.

"Biasa aja ngliatinnya, tar lo naksir," ucap Devan tiba-tiba.

"Nggak mungkin lah! Gue kan sukanya sama ...." Abila tidak melanjutkan kalimatnya. Tidak! Ia tidak sedang ingin mengingat cowok brengsek itu.

"Angga!"

Love The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang