Myeong Soo-ah? Apa aku terlalu jelek sehingga kau begitu membenciku? Apa aku terlalu hina dan tidak pantas untuk menjadi pendampingmu? Aku mencintaimu, Myeong Soo-ah. Dapatkah kau rasakan itu? Dapatkah sebentar saja kau melihat aku dan lupakan Wei Tang? Aku sakit Myeong Soo-ah. Kenapa kau begitu teganya padaku? Kenapa kau terus saja mengumbar kemesraan bersama Wei Tang di depan mataku? Aku sakit Myeong Soo-ah, sangat sakit. Hatiku dan juga tubuhku kini sudah tidak bisa menerima rasa sakit lagi. Berhentilah melihat Wei Tang dan mulai melihat keberadaanku. Aku mencintaimu, Myeong Soo-ah, Saranghaeyo, Myeong Soo-ah….
“Sedang apa kau disini?” tanya Minho seraya duduk di sebelahku.
Aku sedang berdoa di sebuah gereja. Aku meminta, memohon kepada Tuhan agar segala sakit yang belakangan ini menderaku dapat segera hilang.
“Berdoa,” ucapku dengan mata terpejam.
“Apa yang kau minta?” tanya Minho lagi.
“Kebahagiaan,” jawabku.
“Apa saat ini kau tidak bahagia?”
“Aku ingin lebih bahagia dari sekarang.”
“Apa kau ingin memiliki semua kebahagiaan di dunia ini?”
Aku membuka mata lalu menoleh menatap Minho.
“Hanya satu hal, cukup satu saja,” jawabku. “Aku tidak meminta berlebihan. Aku hanya ingin semua rasa sakit di dalam sini bisa hilang.” Aku menunjuk dadaku.
Minho terkekeh. “Jangan begitu, Jiyeon-ah. Tuhan memberi rasa sakit pada manusia karena Tuhan tahu bahwa manusia itu mampu mencoba rasa sakit itu.”
“Kau tidak mengerti apa-apa, Minho-ah,” ucapku dengan nada tersinggung. “Kau tidak pernah merasakan sakit yang sedang kurasa saat ini.”
“Kalau begitu lupakan, Myeong Soo,” ucap Minho tiba-tiba. “Kalau kau merasa Myeong Soo lah sumber dari semua rasa sakit yang belakangan ini kau rasakan, sebaiknya kau lupakan dia. Berhenti berharap bahwa suatu saat dia akan merubah sikapnya padamu.”
“Mworago?” tanyaku dengan dahi berkenyit. “Apa saat ini kau sedang menyuruhku untuk menyerah dengan keadaan?”
“Aku hanya tidak mau melihatmu terluka, Jiyeon-ah,” jawab Minho.
“M-mwo?”
“Aku tidak bisa melihatmu terluka,” ucap Minho. “Melihatmu terluka, itu sama artinya dengan melukaimu. Aku tidak ingin melukaimu, maka dari itu aku tidak ingin melihatmu terluka. Apalagi lukamu itu karena Myeong Soo. Demi Tuhan, namja keparat seperti dia tidak seharusnya menyakitimu begitu dalam seperti ini.”
“Keumanhe, kenapa sekarang kau jadi menjelek-jelekan dia? Bukankah dia sahabatmu?” tanyaku bingung.
“Aku tidak perduli, dia sahabatku atau bahkan kakak kandungku sendiri…jika dia terus-terusan menyebar luka pada yeoja yang kucintai, aku akan menentangnya habis-habisan!”
“M-mwo?” Aku tergagap saat mendengar ucapan Minho.
“Saranghaeyo, Jiyeon-ah…” Minho mengambil tanganku lalu mengecupnya dengan lembut. “Bisakah kau melupakan Myeong Soo dan mulai mencintaiku?”
**
Ponselku berbunyi. Sun-Ah-Eonnie menelpon! Aku segara menjawab teleponku.
“Ne, kita akan bertemu di cafe yang dulu kita sering kunjungi, See you later~” Kututup sambungan telepon sebelum pergi meninggalkan Minho.
“Kau mau kemana?” tanya Minho dengan nada kecewa. Sepertinya dia kecewa atas respon pada ucapannya tadi. Dia telah mengungkapkan isi hatinya padaku. Sejujurnya aku bingung mau menjawab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranghaeyo Jiyeon-ah (Reupload | Tamat)
RomanceReupload Status : Completed Ini kisah pengorbanan seorang yeoja dalam memerankan posisi sebagai seorang istri yang tidak mendapat tempat dihati suaminya. Ketika kata 'terlambat' sudah muncul, selamanya kita tidak akan bisa mengulang bahkan meminta s...