Dulu aku menganggap seorang Park Jiyeon hanyalah pengganggu yang mampu membuat hidupku kacau balau. Ada Park Jiyeon artinya kesialan tersendiri bagiku. Kini, seiring berjalannya waktu, sepertinya Tuhan mulai memberikan karmanya padaku. Sedetikpun aku tidak mampu menghilangkan bayangan Jiyeon dalam benakku. Aku ingin mengusir wajah Jiyeon di dalam ingatanku, aku ingin hidup tenang tanpa dibayang-bayangi oleh perasaan bersalah karena sudah terlalu lama aku menyia-nyiakan yeoja itu.
Melihat Minho begitu memperhatikan Jiyeon, membuat perasaanku sakit. Aku tidak pernah merasa secemburu ini jika yeoja yang kusuka di dekati oleh namja lain. Bahkan dengan Wei Tang. Aku merasa biasa saja jika Wei Tang mulai mendekati namja lain. Tetapi kenapa aku tidak bisa membiarkan Jiyeon di dekati oleh namja lain?
Rasa ingin memiliki Jiyeon begitu besar. Aku merasa bahwa hanya aku yang berhak memiliki yeoja itu. Aku sudah menjadi suami sah dari Park Jiyeon. Aku berhak atas Jiyeon sepenuhnya. Dan Minho? Demi Tuhan aku ingin menghajar Minho jika namja itu tidak juga melepaskan pelukannya pada Jiyeon.
Kini aku sudah berjalan menghampiri Jiyeon dan Minho. Suara tangisan terdengar dimana-mana. Rumah keluarga Park sedang dilanda awan hitam.
Aku sudah bersiap-siap menarik baju Minho dan menghajarnya, tetapi apa ini? Kuurungkan niatku saat kulihat Jiyeon memeluk pinggang Minho. Jiyeon meletakkan kepalanya di atas dada bidang Minho. Aku terbakar rasa cemburu.
Kakiku perlahan mundur. Dengan rasa sakit yang begitu mendalam, aku berusaha pergi dari tempat ini.
**
"YAAAAAA!!!!!!!!! MYEONG SOO-AH! PABBO NAMJA! KENAPA KAU INI? KENAPA KAU JADI BEGITU LEMAH KARENA SEORANG YEOJA? INGAT, MYEONG SOO-AH! PARK JIYEON ADALAH YEOJA YANG DENGAN LANCANGNYA MASUK KE DALAM KEHIDUPANMU! MENOLAK ATAS PERJODOHAN ITU ADALAH HAL YANG BAGUS! LALU KENAPA KEADAAN JADI BERUBAH SEPERTI INI? KENAPA KAU JADI BEGITU PERDULI PADA YEOJA PENGGANGGU ITU? KENAPA KAU JADI SEPERTI INI MYEONG SOO-AH? WAE? WAE IRAEEE?!"
Malam ini begitu dingin. Aku berteriak di tepi danau seperti orang gila. Mataku perih akibat angin dingin yang melewati kelopak mataku. Kini aku merasa seperti seorang pecundang besar. Aku tidak dapat memiliki Jiyeon dan membiarkan Minho memiliki dirinya.
"Jiyeon-ah....kenapa kau membuatku jadi seperti ini? Kenapa kau membuat hatiku jadi berantakan seperti ini, Jiyeon-ah?"
Aku tersengal-sengal. Mataku nyaris tertutup. Angin dingin ini membuatku sedikit mengantuk. Aku lelah. Aku sedih. Aku merana atas perasaan cinta ini....
**
Hari sudah pagi, dengan sisa kekuatan yang kupunya, aku mencoba bangkit dari tempat tidur. Selesai mandi dan berpakaian aku keluar kamar dan pandanganku tiba-tiba saja tertuju pada pintu kamar Jiyeon. Apakah tadi malam Jiyeon pulang? Tidak mungkin. Jiyeon tidak mungkin pulang disaat dirinya sedang berduka atas kepergian Appanya. Eomma dan Halmoni yang sudah tahu berita ini tadi pagi, segera pergi ke rumah keluarga Park.
Aku mencoba menyusul Eomma dan Halmoni, tetapi apa yang kudapati saat aku keluar rumah. Wei Tang sedang bertengger di depan rumah dengan wajah marah.
"Kau?" tanyaku seadanya.
"Kau bilang apa? Kau hanya menyapaku seperti itu? Apa Myeong Soo biasa melakukan hal itu pada Wei Tang, heh?" tanya Wei Tang dengan mata melotot. "Demi Tuhan, apa yang membuatmu jadi berubah seperti ini?"
"Mianhae, Wei Tang-ah..."
"Demi Tuhan, apa yang membuatmu jadi berubah seperti ini?!" ulang Wei Tang dengan nada tinggi.
"Aku mencintai Park Jiyeon," jawabku lancar tanpa hambatan.
"A-apa?" Bola mata Wei Tang nyaris keluar dari rongganya. "Are you crazy?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranghaeyo Jiyeon-ah (Reupload | Tamat)
RomanceReupload Status : Completed Ini kisah pengorbanan seorang yeoja dalam memerankan posisi sebagai seorang istri yang tidak mendapat tempat dihati suaminya. Ketika kata 'terlambat' sudah muncul, selamanya kita tidak akan bisa mengulang bahkan meminta s...