"changbin?"
"ya?"
"itu, leher kamu merah-merah kenapa?"
changbin mengernyit, kemudian menyentuh area lehernya yang ia yakini masih baik-baik saja. ia berdiri kemudian berkaca pada jendela disana yang cukup jelas untuk memantulkan dirinya.
"anjing...," ia mendesis di dalam hati ketika melihat beberapa ruam kemerahan yang tercetak disana.
jiwoo berdiri dari posisinya, berjalan mendekat kearah changbin yang kini masih berkaca. telunjuknya ia bawa untuk menyentuh area leher changbin yang kemerahan. nafasnya mulai memburu dan matanya berkaca-kaca.
"bin, aku gak tau kalo ternyata kamu kayak gitu." ujarnya lirih.
changbin mengernyit. ingin rasanya ia membantah segala hal yang ada dipikiran gadis didepannya itu, menyangkal tentang pikiran jiwoo yang membuatnya berspekulasi yang tidak-tidak mengenai dirinya. meskipun pada kenyataannya, changbin lebih jahat dari apa yang jiwoo pikirkan.
tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut changbin. jemarinya ia gunakan untuk menyeka air mata jiwoo yang mulai keluar, kemudian lengan kokohnya membawa jiwoo kedalam pelukannya.
"aku gak tau kalo ternyata kamu jahat, changbin." isaknya.
dan diamnya changbin membuat jiwoo semakin merasa sakit, changbin sama sekali tidak mencoba untuk membela dirinya.
"apa ini gara-gara aku yang kemarin sempat hilang?" tanya jiwoo.
changbin melepas pelukan mereka, tersenyum kemudian menuntun jiwoo yang masih terisak pelan menuju mobilnya yang ada di tempat parkir. jiwoo tidak mengeluarkan sepatah kata ketika changbin menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobil. changbin rasa mereka butuh tempat untuk berdua karena khawatir akan menjadi tontonan.
changbin duduk di kursi kemudi, sedangkan jiwoo duduk di kursi samping. jemari changbin kembali bergerak menuju rambut kecoklatan milik jiwoo.
"you're perfect. kamu cantik, baik, pinter. minho aja bilang kalo kamu terlalu sempurna buat cowok kayak aku." ucap changbin. ia menghela nafas sebelum melanjutkan, "aku emang jahat, jahat banget. udah berani-beraninya nyakitin malaikat secantik kamu."
manik jiwoo yang awalnya tertunduk kebawah, kini berfokus pada changbin. kepalanya menggeleng pelan, air matanya kembali mengalir.
"bin, enggak."
"kita balik ke jaman kita masih jadi mahasiswa baru aja ya, woo? kamu gak keberatan, kan?"
"hubungan kita emang udah gak sehat, bin. aku tau kalo kamu lagi cari moment buat bisa putusin aku. aku tau kalo kamu udah gak sayang aku lagi, tapi aku gak gitu, bin." ujarnya. "ini terlalu mendadak buat aku."
changbin tersenyum miris. merasa brengsek karena ternyata apa yang jiwoo katakan mengenai dirinya adalah benar adanya. changbin mencari celah dimana ia bisa mengakhiri hubungannya dengan jiwoo.
jiwoo keluar dari mobil changbin tanpa kata. berlari menuju kelasnya yang sudah dimulai lima menit lalu. sedangkan changbin masih terdiam disana.
anehnya, bukannya ia memikirkan bagaimana perasaan jiwoo sekarang. tapi kini, ia malah tersenyum bodoh memikirkan apakah felix sudah makan atau belum, kembali mengingat felix yang semalam mabuk. dan dirinya memutuskan untuk membeli makan siang untuk si kembar yang tengah berada di kediamannya.
batinnya berbisik untuk tidak terlalu mengambil pusing masalah ini, anggap saja ini waktu break bagi keduanya dan changbin akan memikirkan kembali bagaimana ia dan jiwoo kedepannya, serta langkah apa yang harus ia pilih.