Membalut rambut basahnya dengan handuk, Hilya lalu ikut bergabung bersama dengan suaminya, yang tengah duduk di atas ranjang besar mereka, sambil memangku laptop, dengan tangannya yang terlihat sibuk mengetik.
"Aku di cuekin." ucapnya manja, sembari memeluk Danish dari samping, dengan kepala yang dia tempelkan pada dada bidang suaminya.
Mengangkat laptopnya, dan meletakkannya di atas meja, Danish kemudian membalas pelukan erat sang istri. "Lagi mau di manja ya? Atau apa?"
"Mau di manja." jawabnya pelan, dengan semakin menelusupkan kepalanya, kedalam pelukan Danish.
Memeluk Hilya semakin erat, serta tak lupa Danish juga memberi kecupan-kecupan ringan pada kepala sang istri.
"Kak, kok di lepas sih handuknya? Rambutku masih basah lho." protes Hilya, ketika suaminya itu, membuka lilitan handuk di kepalanya.
"Udah kering sayang, tunggu bentar, kakak mau ambil sisir dulu." ujarnya, sambil berjalan menuju ke arah meja rias.
"Mau ngapain?" tanya Hilya.
Mengabaikan pertanyaan istrinya, Danish kemudian duduk di belakang Hilya. Di sisirnya rambut sang istri dengan lembut dan begitu hati-hati. Aroma coklat lembut, yang menguar dari rambut Hilya, membuat Danish tidak tahan, untuk tidak menciumnya.
"Coklat," ucapnya, sambil tetap menyisir.
"Iya, kenapa? Kakak bosan ya?"
"Nggak sayang, nggak sama sekali."
"Beneran?"
"Iya, shalihah. Justru kakak akan protes, kalau kamu nggak pakai yang aroma coklat lagi."
"Kenapa?"
"Ya aneh aja, soalnya kamu sama aroma coklat itu udah sepaket. Udah jodoh gitu, kayak Danish dan Hilya."
Mendengar jawaban konyol suaminya, membuat Hilya tertawa geli. "Ada-ada aja deh kak."
Danish pun memilih untuk ikut tertawa saja. Karena, jika dia menjawab akan timbul berbagai pertanyaan atau pun sanggahan lainnya dari istri cantiknya itu, mengingat betapa polosnya Hilya.
"Laki-laki yang tadi siang, itu siapa?" tanya Danish, sambil menghentikan kegiatannya, yang tengah menyisir rambut sang istri.
"Yang mana?" Hilya balas bertanya dengan nada santai. Dia sengaja, ingin membuat Danish sewot.
Beringsut ke depan Hilya, Danish lalu memicingkan matanya, kearah sang istri. "Yang tadi siang, yang ngasih kamu sesuatu itu lho, masa iya kamu nggak inget." ujarnya, dengan raut wajah kesal, yang begitu kentara di wajahnya.
"Yang mana?" Hilya masih saja melanjutkan kejahillannya. Yang mana itu, semakin membuat Danish meradang. Sedangkan Hilya, dia hanya bisa tertawa geli, dengan wajahnya yang semakin terlihat cantik dan juga manis. Danish pun, sudah pasti akan mencium sang istri, jika saja dia tidak sedang dalam keadaan kesal, pada istrinya itu.
Takut jika dia akan luluh dengan tawa menggemaskan istrinya, pada akhirnya, Danish lebih memilih untuk berjalan keluar, menuju balkon kamarnya.
Lima belas menit berdiri di balkon, sembari memandangi jalanan, dengan pemandangan mobil yang wara wiri, membuat Danish tidak menyadari, jika ada seseorang, yang tengah berjalan pelan di belakangnya, dengan perut besarnya.
"Marah ya?" tanya Hilya, sambil memeluk tubuh suaminya dari belakang, dengan kepala yang dia sandarkan pada punggung tegap lelakinya. "Kak?" panggilnya, ketika suaminya itu, tidak menanggapi pertanyaannya.
Bukannya menjawab pertanyaan dan panggilan sang istri, Danish malah hanya mengelus punggung tangan istrinya, karena dengan perut besarnya, membuat Hilya hanya bisa memeluk setengah badan Danish.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilya END ✅
RomanceGadis cantik itu bernama Hilya, sebuah nama indah yang cocok di sematkan untuk gadis sepertinya. Gadis yang mampu merubahku untuk melangkah ke arah yang lebih baik, hanya karena aku menyukainya. Gadis kaku yang selalu membuat ku rindu, walau dia tid...