Jalan-jalan pagi di sekitar komplek rumahnya, menjadi rutinitas baru Hilya sekarang ini. Semua itu dia lakukan, sebagai salah satu usaha untuk bisa melahirkan secara normal, sesuai dengan keinginannya.
"Kok nggak nungguin aku?" tanya Danish, ketika dia melihat istrinya itu, sudah siap untuk jalan pagi, pada saat dia baru masuk ke pekarangan rumahnya, sehabis menunaikan ibadah sholat subuh di masjid.
"Habisnya, aku kira kakak bakalan lama." jawabnya sambil, menyalami suaminya.
"Kalau gitu tunggu bentar, kakak ganti baju dulu."
"Iya-iya."
Sepuluh menit kemudian, Danish keluar dari rumah, dengan jersey Brazil dan celana selutut. Membuat Hilya sang istri, cemberut seketika. Dia tidak suka, jika suaminya berpakaian seperti itu, karena menurutnya, Danish terlalu tampan jika berpakaian seperti itu.
"Sayang, ayok." ajaknya pada Hilya, ketika dia melihat Hilya, malah berdiri, sambil menatap tajam kearahnya.
"Kakak kenapa pakai, pakaian kayak gini sih?" tanyanya, sembari menarik lengan baju Danish.
"Lho, emang kenapa? Kan kita mau olahraga pagi, emang salah pakai kayak gini?"
"Salah banget kak." jawabnya ketus.
Menggaruk pelipisnya, yang sejujurnya tidak gatal sama sekali, Danish lalu mengajak istrinya itu untuk duduk di kursi, yang berada di pekarangan rumahnya.
"Emang kenapa sih, salahnya kenapa?"
Mengalihkan pandangannya kearah lain, Hilya lalu berkata. "Nggak suka kalau kakak di lihatin cewek lain. Kakak keliatan ganteng banget kalau kayak gini." ucapnya dengan suara lirih, namun tetap terdengar dengan jelas di telinga Danish.
"Oh... Jadi kakak ganteng nih?" godanya pada Hilya, sambil menaik turunkan alisnya.
"Kak!"
Tawa Danish pun pecah seketika. Dia tidak menyangka, jika sekarang istrinya itu, bisa menjadi posesif. Padahal awal-awal mereka menikah, justru Danish lah yang posesif, tapi sekarang... Hilya lah yang menjadi posesif. Dan itu, sungguh membuat Danish bahagia.
"Hati kakak, itu cuma Hilya yang punya. Jadi, mau sebanyak apapun perempuan cantik di sekitar kakak. Cuma Hilya seorang yang kakak cinta." ujarnya pada Hilya, seraya mencium lembut kening istrinya.
Danish baru saja akan membuka gerbang rumahnya, ketika tiba-tiba saja, sang istri Hilya merintih kesakitan.
"Sshhh... Auuhhh, kak."
"Sayang, kamu kenapa?" Danish bertanya panik, sambil menopang tubuh istrinya, yang hampir saja limbung. "Sayang, kamu mau melahirkan ya?"
"Huhh huhhh, auuhh sa-sakit kak." rintihnya.
Dengan cepat, Danish berteriak memanggil orang-orang yang berada di rumahnya. Tergopoh-gopoh sang mama berjalan, menghampiri dia dan Hilya, yang kini sudah berada dalam gendongan Danish. Dengan suaranya yang melengking, Rike memanggil supir pribadi keluarga mereka, dan memberinya perintah, untuk segera menyiapkan mobil.
Dengan langkah yang tergesa, raut wajah panik, Danish berjalan menuju mobil, sambil tetap menggendong sang istri yang tengah kesakitan. Di susul oleh si bibi yang berjalan cepat sambil membawa tas, yang berisi perlengakapan bayi, yang sudah di persiapkan oleh Hilya beberapa hari yang lalu.
"Sayang, tahan ya," ujarnya, sambil mengusap keringat yang muncul di sekitar dahi sang istri. "Tarik nafas sayang, hu hu ha..." intruksinya pada sang istri, sambil mengusap perut besar istrinya. "Sayangnya papa, sebentar lagi kita bertemu, udah kangen sama mama papa ya nak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilya END ✅
RomanceGadis cantik itu bernama Hilya, sebuah nama indah yang cocok di sematkan untuk gadis sepertinya. Gadis yang mampu merubahku untuk melangkah ke arah yang lebih baik, hanya karena aku menyukainya. Gadis kaku yang selalu membuat ku rindu, walau dia tid...